Nadya Noviena (kanan) mulai tertarik mempelajari Islam sejak mengenal calon suaminya saat itu. | DOK PRI

Oase

Nadya Noviena Mensyukuri Nikmat Iman dan Islam

Nadya Noviena sempat cemas bila ajal lebih dahulu menjemput sebelum bersyahadat.

OLEH RATNA AJENG TEJOMUKTI

 

 

Hidayah Allah SWT datang melalui beragam jalan. Sungguh beruntung mereka yang meraih petunjuk-Nya. Sebab, iman dan Islam menyinari hatinya ketika nyawa masih dikandung badan, tatkala ruh belum lepas dari raga.

Nadya Noviena baru saja memeluk Islam sekira dua tahun lalu. Perempuan berusia 24 tahun ini menuturkan kisahnya dalam menemukan hidayah Ilahi. Bermula dari profesi yang digelutinya sesudah lulus perguruan tinggi.

Dengan kerja keras, wanita berdarah Tionghoa ini sukses meniti pendidikan dan kariernya. Bahkan, dirinya sempat menimba ilmu di Singapura.

Tak disangka, Nadya bertemu jodoh di Negeri Singa. Ia jatuh hati pada seorang warga setempat. Lelaki dari etnis Melayu itu bernama Mohamad Khairuddin bin Mohamad Husinee. Berbeda dengannya, pria yang enam tahun lebih tua itu beragama Islam.

Sejak masih bertempat tinggal dan bekerja di Bandung, Jawa Barat, Nadya termasuk orang yang cukup religius. Tiap Ahad, ia bersama kedua orang tuanya rutin pergi ke tempat ibadah. Bagaimanapun, sejak kecil perempuan ini tumbuh di lingkungan yang heterogen. Banyak kawannya yang memeluk Islam.

Karena itu, ia tidak melihat perbedaan agama sebagai suatu halangan untuk menjalin hubungan yang serius. Sejak bertemu pertama kali pada 2016, kedua insan ini berusaha mengenal diri satu sama lain.

Akhirnya, mereka sepakat untuk menuju jenjang pernikahan. Tekad itu tetap ada meskipun pasangan ini sempat tiga tahun lamanya terpisah jarak. Sebab, Nadya harus kembali ke Indonesia.

Ia menangkap kesan yang baik dari Khairuddin. Saat bertemu, lelaki itu selalu menunjukkan sikap yang baik dan akhlak islami. Sebagai contoh, ketika datang waktu shalat, maka warga Singapura itu akan pamit sebentar untuk pergi ke masjid terdekat.

Mulai dari situ, Nadya pun tertarik untuk mengenal lebih dekat Islam. Ia membaca beberapa buku terkait agama ini. Kisah-kisah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat pun mulai disimaknya.

Lambat laun, muncul simpatinya yang tinggi terhadap ajaran Rasulullah SAW. Umpamanya, ia tidak lagi bersentuhan dengan makanan dan minuman yang diharamkan dalam Islam. Padahal, waktu itu dirinya belum resmi menjadi Muslim karena tidak pernah mengucapkan dua kalimat syahadat.

“Setelah mengenal calon suami saya yang seorang Muslim, saya sudah berniat serius untuk mempelajari Islam. Bahkan, saya juga berniat untuk memeluk Islam. Namun, waktu itu tak langsung bersyahadat,” ujar dia kepada Republika beberapa waktu lalu.

 
Setelah mengenal calon suami saya yang seorang Muslim, saya sudah berniat serius untuk mempelajari Islam.
 
 

Akhirnya, Nadya mengungkapkan keinginannya untuk mengenal Islam kepada Khairuddin. Oleh lelaki itu, ia disarankan untuk mengikuti beberapa pengajian umum, semisal yang digelar Ustaz Hadi Abdillah di Tilawati Learning Centre. Sang ustaz memang terbiasa berinteraksi dengan orang-non-Muslim yang ingin mengetahui Islam.

Suatu hari, Nadya memberanikan diri untuk bertanya tentang apa saja syarat menjadi Muslim. Jawaban Ustaz Hadi membuatnya terkesan. Ternyata, seseorang dapat dipandang sebagai pemeluk Islam bila mengucapkan dua kalimat sakral, yakni “Asyhaduan laa Ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah.” Artinya, "Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah."

“Kemudian, Ustaz Hadi berkata kepada saya, ‘kalau menjadi mualaf itu sesuatu yang baik, mengapa harus ditunda-tunda?’ Dari situ, saya terus memikirkan kata-katanya,” kata Nadya mengenang.

Begitu berkesempatan pergi ke Singapura, ia juga aktif dalam pengajian yang digelar khusus mualaf. Misalnya, yang dihelat majelis Darul Arqam. Perempuan ini mengaku senang menghadiri kajian-kajian keislaman di sana walaupun saat itu belum resmi menjadi Muslim. Lagipula, para ustaz dan ustazah serta hadirin setempat selalu menerima kalangan non-Muslim dengan ramah dan baik.

Selain menyimak pengajian, para non-Muslim yang hadir juga bisa mendapatkan banyak buku tentang agama Islam di Darul Arqam. Beberapa hari juga dikhususkan untuk kegiatan pendampingan.

Di dalamnya, siapapun non-Muslim boleh bertanya tentang seluk-beluk ajaran agama ini. Nadya termasuk peserta yang aktif mengajukan pertanyaan dalam sesi ini.

Waktu itu, beberapa kawannya di Darul Arqam sempat mengira, keinginannya memeluk Islam lantaran hendak menikah dengan seorang Muslim. Padahal, bagi Nadya pencarian spiritual adalah perkara pribadi. Sebab, tiap individu dewasa bertanggung jawab atas apa pun pilihan yang ditempuhnya dalam kehidupan. Terlebih lagi, iman dan agama adalah hal yang penting, baik di dunia kini maupun akhirat kelak.

Khairuddin pun tidak pernah membujuk, apalagi memaksanya, untuk meninggalkan agama semula dan beralih ke Islam. Berbagai pengajian yang diikutinya semata-mata untuk memenuhi rasa ingin tahunya tentang agama tersebut. Itu bukan untuk menyenangkan hati calon suaminya. Nadya meyakini, niatnya mempelajari Islam adalah karena hidayah dari Allah SWT.

Dirinya menjalani masa-masa mengkaji Islam selama tiga tahun. Hal itu dilakukan tanpa sepengetahuan pihak keluarganya. Jangankan belajar Islam, hubungannya dengan Khairuddin pun sempat ditentang kedua orang tuanya. Alasan utama mereka adalah perbedaan dalam hal agama dan adat tradisi.

photo
Sebuah peristiwa guncangan di dalam pesawat menyadarkannya bahwa jangan sampai ajal lebih dahulu menjemput sebelum dirinya. Nadya Noviena menyadari, kesempatan untuk menjadi Muslim semestinya diwujudkan tanpa menunda-nunda lagi - (DOK PRI)

Selagi ada waktu

Adanya tentangan dari kedua orang tua tidak membuat Nadya menyerah. Ia pun terus berusaha meyakinkan mereka tentang sosok calon suaminya itu, Khairuddin. Tak hanya serius dengan rencana membangun rumah tangga, ia pun terus mendalami Islam.

“Pertentangan saat itu terjadi. Namun, keluarga kemudian memahami dan menghargai pilihan hidup saya. Dan, saya bersyukur karena saat saya menikah mereka telah memberikan restu dan menghadiri pernikahan kami,” jelas perempuan yang kini berprofesi sebagai penata rias itu.

Nadya menuturkan pengalaman berharga yang hingga saat ini tidak pernah dilupakan. Kisah ini adalah salah satu momen yang membuatnya semakin yakin untuk memeluk Islam. Waktu itu, sekira bulan April 2019. Tepat tujuh bulan menjelang pernikahannya dengan Khairuddin.

Sejak masih kuliah, dirinya terbiasa bolak-balik dari Bandung ke Singapura, dan sebaliknya, dengan menggunakan moda transportasi udara. Karena itu, tak ada yang istimewa dengan perjalanannya hari itu. Tiket pesawat terbang sudah di tangan. Jadwal keberangkatan ke Negeri Singapura pun telah dipersiapkannya.

Waktu itu, Nadya sudah cukup akrab dengan literatur keislaman. Meskipun belum resmi memeluk Islam, dia sudah hafal gerakan-gerakan shalat dan beberapa bacaannya. Bahkan, pernah perempuan ini menjalani puasa. Semua itu dilakukan sebagai bentuk totalitasnya dalam mempelajari agama ini.

Sesampainya di bandara, ia menunggu boarding. Akhirnya, bersama para calon penumpang lainnya, dia dipersilakan memasuki pesawat terbang. Setelah lepas landas, ternyata pesawat ini mengalami sedikit turbulensi. Nadya melihat ke luar jendela, cuaca sedang tidak cerah.

“Di situ saya amat takut sekali karena belum memeluk agama Islam. Saya di situ berdoa dalam hati, ‘Ya Allah, izinkanlah saya diberi kesempatan untuk mengucap syahadat terlebih dahulu.’ Alhamdulillah pesawat mendarat dengan selamat,” ucapnya mengenang.

 
Ya Allah, izinkanlah saya diberi kesempatan untuk mengucap syahadat terlebih dahulu.
 
 

Beberapa hari kemudian, dia berbicara dengan calon suaminya untuk menyampaikan keinginan segera bersyahadat. Dalam benaknya, terkenang peristiwa menegangkan yang sempat terjadi di dalam pesawat. Diakuinya, usia manusia tidak ada yang tahu. Dan, dia tidak ingin menyesal seandainya Allah mencabut nyawanya dan belum juga resmi memeluk Islam.

Nadya memutuskan bersyahadat pada Ramadhan tahun 2019. Untuk keperluan tersebut, calon suaminya pun segera menghubungi Asosiasi Mualaf Singapura (Muslim Convert Association Singapore) untuk mendaftarkannya. Sebelum menikah, perempuan ini sudah memantapkan hati untuk berislam.

Tepat pada Mei 2019, Nadya mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia dibimbing seorang ustaz dari Majelis Agama Islam Singapura. Turut hadir untuk menyaksikan momen ini ialah Khairuddin dan keluarganya. Tampak pula sejumlah jamaah Darul Arqam Singapura.

Setelah menjadi Muslim, Nadya semakin serius mempelajari ibadah Islam dan menjalankannya. Untuk mendirikan shalat, pada awalnya perempuan ini hanya bisa membaca surah al-Fatihah. Kini, dia sudah menghafal seluruh bacaan shalat. “Saya masih ingat, pertama kali belajar shalat itu mesti melihat buku anak-anak tentang cara-cara berwudhu dan sebagainya,” katanya.

Dia memiliki keluarga yang menerimanya menjadi seorang Islam. Dia juga memiliki keluarga baru dari suaminya yang terus menguatkannya sebagai Muslim baru.

Saat ini, Nadya mengaku dia hanya ingin menjadi seorang istri yang baik sekaligus ibu yang inspiratif dari anak-anak yang saleh dan salehah. Selalu rukun dengan keluarga dan teman-teman baik yang satu agama maupun agama lain. “Menjadi manusia yang bermanfaat karena Rasulullah SAW mengajarkannya begitu, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat,” tuturnya.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat