Hikmah Republika Hari ini | Republika

Hikmah

Dana Masjid

Akumulasi penghimpunan dana masjd tetap relatif stabil di banyak masjid.

Oleh MUHAMMAD AKHYAR ADNAN

 

OLEH MUHAMMAD AKHYAR ADNAN

Ada yang menarik dan agak luput dari perhatian banyak pihak selama pandemi Covid-19 yang sudah berjalan setahun belakangan ini. Apa itu? Dana masjid.

Penghimpunan dana masjid yang (terutama) berasal dari sedekah dan infak Jumat, kendati terjadi penurunan, tetapi tidak banyak. Bahkan, dapat dikatakan stabil. Ini yang setidaknya menjadi fenomena di beberapa masjid yang sempat diamati.

Tentu, ini pertanda bagus dan menggembirakan bahwa semangat berinfak dan bersedekah umat tetap terjaga dengan baik, sehingga akumulasi dana tersebut tetap relatif stabil di banyak masjid.

Pertanyaannya adalah, bagaimana utilisasi dana tersebut? Berdasarkan pengamatan di beberapa masjid, saldo dana tersebut terus makin membesar hingga mencapai puluhan juta rupiah. Padahal, di sisi lain --seperti juga terlihat di beberapa masjid-- jumlah antrean pengemis yang memohon belas kasihan jamaah setelah pulang Jumatan, juga makin panjang.

Ini dapat dimaklumi karena hampir semua sektor ekonomi terdampak serius oleh pandemi ini. Walhasil, ada paradoksi luar biasa: dana yang disimpan oleh takmir masjid makin menggelembung, tetapi antrean para fuqara dan masakin juga makin panjang. Ironis!

Sulit menyangkal bahwa ketika takmir abai akan fenomena ini, tentu ini dapat dikategorikan setidaknya dalam dua hal. Pertama, ada pengangguran (idle) dana yang diamanahkan jamaah setiap Jumat atau setiap hari. Artinya, di sini terjadi apa yang disebut dengan tabdzir alias penyia-nyiaan, termasuk pemborosan. 

Padahal, hampir semua pihak hapal dengan pernyataan tegas Allah SWT dalam QS 17: 27, bahwa "Sesungguhnya orang-orang yang melakukan tabdzir itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."

Kedua, ada 'pelanggaran' atas perintah saling bantu seperti penegasan Allah dalam QS 5: 2, yang memerintahkan agar Muslim saling menolong dalam kebaikan.

Sangat jelas bahwa posisi takmir sedang dalam berkemampuan dengan dana yang cukup besar. Sangat jelas pula bahwa kaum fuqara dan masakin dalam posisi kesulitan, apalagi selama pandemi ini. Mengapa tidak tampak gerakan masif yang untuk menfaatkan saldo dana menganggur dalam kas takmir untuk membantu para fuqara dan masakin itu?

Kalau itu terjadi, bukankah kita tidak lagi mendapat laporan (saat Jumatan) akan besarnya saldo dana menganggur (yang seolah-olah) menjadi kebanggaan Takmir. Di sisi lain, mestinya kita juga tidak akan melihat (lagi) panjangnya antrean para pengemis di selasar atau pagar masjid setiap pulang Jumatan.

Namun, perlu juga dicatat bahwa pemberian bantuan kepada pengemis tentu harus diikuti pelatihan yang (a) harus bisa mengubah mentalitas mereka agar lebih punya daya juang untuk tidak mudah mengemis, dan (b) membekali mereka dengan ketrampilan tertentu agar pada waktunya mereka tidak lagi mengemis. Bukankah memberi mereka kail jauh lebih baik dibandingkan hanya memberikan ikan?

Untuk takmir, perlu diingatkan bahwa dana infak dan sedekah tetap perlu dihimpun. Namun, tujuannya bukan sekadar mendapat saldo yang besar, tetapi bagaimana agar manfaat dana tersebut optimum untuk umat dan syiar Islam.

Wallahu a’lam bisshawab.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat