Sejumlah santri dipandu guru agama belajar Alquran melalui komputer jinjing yang terhubung internet di Desa Yosorejo, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (7/8/2019). Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Pekalongan membe | ANTARA FOTO

Opini

Pendidikan tanpa Agama, Mau ke Mana?

Mau dibawa ke mana generasi bangsa ini tanpa agama?

AMIR FAISHOL FATH, CEO Fath Institute

Allah SWT telah mendeklarasaikan di berbagai surah dalam Alquran bahwa Dialah pemilik mutlak alam semesta. Di antaranya surah al-Baqarah: 109 “Lillahi ma fis samawati wa ma fil ardh”.

Karena itu, Allah yang langsung mengatur kehidupan di muka bumi. Semua kekayaan alam ini milik-Nya dan harus digunakan sesuai tuntunan-Nya. Itulah mengapa Allah utus nabi-nabi.

Di saat yang sama, Allah turunkan kitab suci. Inilah yang disebutkan agama. Semua nabi yang Allah utus pasti membawa agama, yaitu Islam. Allah berfirman, "Sesungguhnya agama yang Allah akui adalah Islam."

Jumlah para Nabi sangat banyak. Sebagian dari mereka Allah sebutkan nama-namanya dalam Alquran, itulah 25 Nabi yang wajib kita kenal. Sebagian lain banyak yang tidak Allah sebutkan. "Sebagian dari para Nabi itu ada yang Kami ceritakan dan sebagian yang lain ada yang tidak Kami ceritakan." (QS Ghafir: 78).

Dalam hadis sahih Bukhari dan Muslim tentang peristiwa Isra Mi'raj disebutkan bahwa ada 124 ribu Nabi dan 315 Rasul. Ini bukti bahwa Allah ingin pengelolaan alam semesta dan kehidupan manusia berdasarkan panduan agama yang Allah turunkan. Juga, secara fitrah manusia memang tidak akan bisa melepaskan diri dari agama.

Sejak masih dalam kandungan sang ibu, Allah sudah pastikan bahwa janin yang akan lahir membawa kayakinan kepada Allah SWT. Dalam surah al-Araf: 172, Allah berfirman kepada janin: "Bukankah Aku Tuhanmu, janin menjawab: Benar, Engkau Tuhanku." Maka, adalah penyimpangan ketika ada manusia di muka bumi merasa dirinya tidak butuh agama. Apalagi menganggap agama adalah ancaman.

Menarik di sini untuk menelusuri sejauh mana sebuah negara muncul karena semangat agama. Dr Hamid Fahmi Zarkasyi, intelektual muda Islam dalam artikelnya memastikan bahwa berdirinya sebuah negara tidak bisa dilepaskan dari para intelektual (ulama).

 
Berdirinya sebuah negara tidak bisa dilepaskan dari para intelektual (ulama).
 
 

Hamid, mengutip pernyataan Zia ul Haq, presiden Pakistan (1977-1989), yang mengakui hakikat tersebut. Pakistan sebagai negara merdeka dari India adalah karena sederet nama inteletual dan ulama seperti Mohammad Iqbal, Abul Ala al-Maududi, Amir Ali, SIR Syed Ahmad Khan. Begitu juga sebelum Pakistan merdeka, India ada karena para intektual negeri itu, yaitu Mahatma Ghandi, Rabindranat Tagore, Jawaherul Nehru, dan lainnya.

Termasuk juga kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari para intektual dan ulama negeri ini seperti, Sukarno, Mohammad Hatta, Dr Wahidin Sudiro Husodo, Agus Salim, KH Hasyim Asy'ari, KH Ahmad Dahlan, Ki Hajar Dewantoro, M Natsir, dan sejumlah ulama lainnya.

Itulah mengapa dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan pengakuan yang penuh nuansa agama, yaitu kemerdekaan ini adalah berkat rahmat Allah SWT. Dan karena itu pula, dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 ayat 3 tentang pendidikan berbunyi: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan UU tersebut jelas bahwa pendidikan agama adalah roh sistem pendidikan negeri ini. Tidak bisa serta-merta kebijakan sebuah rezim lalu menolak amanah UU tersebut.

 
Berdasarkan UU tersebut jelas bahwa pendidikan agama adalah roh sistem pendidikan negeri ini.
 
 

Bagaimanapun para pendiri bangsa telah jauh memikirkan masa depan yang harus dijalani bangsa Indonesia. Mereka tahu bahwa tidak cukup bangsa ini hanya mempunyai keahlian dan kepintaran, semenetara mereka tidak cerdas dan tidak bermoral.

Perhatikan kara “mencerdaskan” dalam UU di atas. Dalam surah Ali Imran: 190-191, Allah SWT menyebutkan manusia cerdas dengan istilah “ulul albab”. "Wama yadzdzakkaru illa ulul albab" (hanya ulul albab yang bisa mengambil peringatan).

Lalu Allah menjelaskan bahwa manusia cerdas itu adalah yang selalu berzikir kepada Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring. Juga selalu betafakur atas bukti-bukti kebesaran Allah SWT di alam semesta.

Bukankah tujuan pendidikan sebagaimana diamanahkan UU di atas adalah untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”? Inilah definisi cerdas menurut Alquran.

Dalam hadis, Nabi bersabda tentang orang cerdas “al kayyis”, yaitu orang yang menundukkan hawa nafsunya dan menyiapkan amal saleh untuk bekal hidup sesudah mati. Semua makna tersebut dalam Alquran maupun dalam hadis telah diringkas dalam UU dengan istilah iman, takwa, dan akhlak. Tetang akhlak, Nabi bersabda: “Innama buitstu liuatmmima makarimal akhlaq” (sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia).

 
Dalam hadis, Nabi bersabda tentang orang cerdas “al kayyis”, yaitu orang yang menundukkan hawa nafsunya dan menyiapkan amal saleh untuk bekal hidup sesudah mati.
 
 

Sudah terlalu banyak kritik terhadap Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 yang digagas oleh Kemendikbud yang tampak unsur agama dikesampingkan. Mau dibawa ke mana generasi bangsa ini tanpa agama?

Allah memastikan bahwa manusia tanpa agama akan jadi seperti binatang. "Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS al-Araf 179).

Boleh jadi Peta Jalan Pendidikan tersebut digagas karena tuduhan bahwa agama sebagai sumber konflik. Justru manusia tanpa agama akan semakin tidak terkontrol.

 
Justru manusia tanpa agama akan semakin tidak terkontrol.
 
 

Saya melihat bahwa tuduhan yang selama ini digaungkan terhadap Islam dengan segala bentuk label stigmatisasi berupa terorisme, radikalisme, anarkisme, dan sebagainya itu hanyalah kerasi politik akibat kesalahpahaman sebagain kecil oknum.

Padahal sebenarnya ketika seorang mualaf, misalnya, masuk Islam lalu mengamalkan ajaran Islam dengan benar, ia pasti akan mengakui semua tuduhan itu tidak ada. Justru mereka menemukan kedamaian dan kabahagiaan dalam Islam.

Anehnya banyak orang yang mangaku Muslim tidak mau melakukan pembelaan melainkan malah terjebak dalam stigematisasi tersebut. Sebaiknya saatnya Indonesia sebagai negeri umat Islam terbesar di dunia menampilkan pribadi keislaman yang sebenarnya. Bukan malah menghilangkan unsur agama dalam Peta Jalan Pendidikan. Inilah langkah yang selama ini terabaikan.

Wallahu a’lam bishsshawab.

*Penulis: DR AMIR FAISHOL FATH, CEO Fath Institute

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat