Sejumlah tersangka dihadirkan saat ungkap kasus tindak pidana operasi pekat dan pemusnahan barang bukti miras di Polres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (22/5/2020). | Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO

Tajuk

Evaluasi Kebijakan Investasi Miras

Seharusnya, pemerintah bukan malah mempermudah industri miras untuk berkembang.

Islam memiliki sikap yang tegas terhadap minuman keras (miras). Miras hukumnya haram dan pelakunya dianggap telah melakukan dosa besar serta dikenakan hukuman berupa dicambuk/dipukul sebanyak 40 atau 80 kali cambukan.

Nabi Muhammad SAW juga menyatakan bahwa khamr (miras) adalah ummul khaba 'its (induk dari segala kejahatan). Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, "Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar, barang siapa meminumnya, dia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya, dan saudari ayahnya" (HR ath-Thabrani).

Penjelasan tersebut setidaknya dapat menjadi gambaran mengenai sikap Islam terhadap kebijakan pemerintah terkait investasi miras. Bahwa kebijakan itu dikhawatirkan malah akan menimbulkan banyak dampak buruk ketimbang manfaat. Tak hanya bagi umat Islam, namun juga seluruh masyarakat Indonesia.

Terkait dengan hal itu, belum lama ini pemerintah telah menetapkan industri miras sebagai daftar positif investasi (DPI). Padahal sebelumnya, industri minuman beralkohol merupakan bidang industri tertutup.

 
Penjelasan tersebut setidaknya dapat menjadi gambaran mengenai sikap Islam terhadap kebijakan pemerintah terkait investasi miras. 
 
 

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.

Dalam Lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.

Keputusan pemerintah ini tentu sangat mengkhawatirkan. Dengan masuk ke DPI, maka investor akan berlomba-lomba membangun pabrik miras. Pendirian pabrik baru atau perluasan yang sudah ada, akan mendorong para pengusaha untuk mencari konsumen minuman beralkohol yang diproduksinya demi meraih keuntungan. Sementara di sisi lain, masyarakat menjadi pihak yang akan dirugikan.

Kerugian ini telah dirasakan sejak lama oleh masyarakat Papua. Selama ini, miras dianggap menghancurkan pikiran, karakter, pola hidup masyarakat Papua. Banyak warga yang minum miras, mabuk, dan kemudian memicu banyak kekerasan. Karenanya tak heran jika kemudian Majelis Rakyat Papua (MRP) secara tegas menolak investasi produksi miras di wilayah tersebut.

 
Untuk itu, maka patut bagi pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kebijakan investasi terkait miras.
 
 

Karena telah merasakan dampak buruk miras pula Pemprov Papua menerbitkan Perda Provinsi Papua Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. Pada Pasal 6 regulasi itu diatur, "Setiap orang atau badan hukum perdata dilarang memproduksi minuman beralkohol Golongan A, Golongan B, dan Golongan C."

Untuk itu, maka patut bagi pemerintah untuk mempertimbangkan ulang kebijakan investasi terkait miras. Seharusnya, pemerintah bukan malah mempermudah industri miras untuk berkembang. Akan tetapi, harus berpikir bagaimana konsumsi minuman beralkohol dapat ditekan untuk kebaikan masyarakat dan bukan malah didorong untuk naik.

Begitu pun dengan investasi. Pemerintah semestinya berupaya membawa investasi yang bisa membangun daerah secara positif. Yang tak hanya berbicara mengenai keuntungan sesaat. Akan tetapi juga pembangunan masyarakat dan daerah secara keseluruhan dan berjangka panjang. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat