Warga membayar infak menggukan mesin layanan Zakat, Infak dan Shodaqoh Drive Thru yang terpasang di area Masjid Jami Al-I’thishom, Cilandak, Jakarta, Selasa (15/12). Layanan ZIS Drive Thru tersebut merupakan sebuah inovasi yang mempermudah warga membayar | Republika/Thoudy Badai

Khazanah

Foz Dorong Evaluasi Tata Kelola Zakat

Undang-Undang Pengelolaan Zakat dinilai perlu direvisi.

 

JAKARTA - Kehadiran UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ) membawa dampak cukup besar bagi perkembangan gerakan zakat di Indonesia. Yang paling terasa, menurut Forum Zakat (Foz), adalah minimumnya perlindungan hukum terhadap pengelola zakat berbasis tradisional dan komunal, seperti di pesantren, masjid-masjid, karyawan perkantoran, dan sebagainya.

Hingga kini, menurut catatan Foz, sedikit sekali lembaga amil zakat (LAZ) berbasis tradisional dan komunal yang mendapat pengakuan dan pengesahan oleh negara, dengan berbagai latar belakang kondisinya.

"Satu dekade usia UU Zakat, Forum Zakat menyoroti perlunya negara hadir lebih kuat dalam melindungi beragamnya pengelolaan zakat di Indonesia, terutama bagi lembaga berbasis pesantren, karyawan perkantoran, profesional, maupun lembaga sosial lainnya," ujar Ketua Umum Foz, Bambang Suherman, Jumat (26/2).

Karena itu, menurut dia, evaluasi UUPZ penting untuk mengulik secara objektif kondisi regulasi zakat di Indonesia saat ini. "Apakah regulasi itu masih relevan?" katanya melalui keterangan tertulis.

Terkait hal itu, Foz yang merupakan asosiasi organisasi pengelola zakat yang beranggotakan 154 lembaga zakat berbasis masyarakat (LAZ) dan pemerintah (Baznas) menyelenggarakan diskusi publik daring pada Kamis (25/2).

 
Sedikit sekali LAZ berbasis tradisional dan komunal yang mendapat pengakuan dan pengesahan oleh negara.
 
 

Diskusi bertajuk "Mengawal Regulasi Zakat Nasional: Evaluasi 10 Tahun UU Nomor 23 Ta hun 2011" ini terselenggara berkat kerja sama Foz dengan lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas).

Foz bersama Ideas telah melakukan kajian empiris atas pelaksanaan UUPZ dalam kurun waktu Desember 2018 hingga April 2019. Kajian empiris ini melibatkan tidak kurang dari 161 entitas pengelola zakat, yang meliputi 101 LAZ, 25 Baznas di tingkat pusat hingga kabupaten/kota, 13 unit pengumpul zakat (UPZ), sembilan orang mitra pengelola zakat (MPZ), sembilan orang dari Kementerian Agama di pusat dan wilayah, serta empat perwakilan organisasi kemanusiaan.

Hasil kajian diharapkan dapat memberikan masukan yang menyeluruh kepada pemangku kebijakan dalam melakukan kajian evaluasi UUPZ. "Menimbang kebutuhan perbaikan tata kelola zakat, Forum Zakat mendesak program legislasi nasional pada tahun 2021 dapat memasukkan agenda revisi UU Pengelolaan Zakat sebagai salah satu agenda prioritas," ujar Sekretaris Jenderal Foz, Nana Sudiana.

Dalam diskusi tersebut, salah satu narasumber dari Universitas Indonesia, Fitra Arsil, menegaskan, zakat adalah hak yang melekat pada warga negara. Untuk itu, peran negara adalah memastikan pengelolaan zakat berjalan tertib, transparan, dan akuntabel.

"Negara tidak memiliki kewenangan untuk menentukan siapa yang berhak atau tidak berhak mengelola zakat," ujar dia.

 
Negara tidak memiliki kewenangan untuk menentukan siapa yang berhak atau tidak berhak mengelola zakat.
 
 

Sementara itu, Direktur Ideas Yusuf Wibisono menyatakan, UUPZ lahir dari proses pembentukan hukum dengan legitimasi politik formal. Karena itu, norma hukumnya menjadi kekuatan yang memiliki otoritas memaksa dan mengikat.

"Namun, pembentukan produk hukum ini jauh dari memenuhi rasa keadilan publik dan kemanfaatan bagi masyarakat, karenanya selain ahistoris juga lemah secara sosiologis," ujar Yusuf.

Ia menjelaskan, alih-alih mengukuhkan kebiasaan baik yang tumbuh sebagai praktik sosial keagamaan dalam kehi dupan bermasyarakat, UUPZ justru melemahkannya.

photo
Ketua Umum Forum Zakat (FOZ) Bambang Suherman menyampaikan sambutan saat pembukan CEO Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ) Forum bertajuk Dua Dekade Forum Zakat Menguatkan Zakat Indonesia, di Hotel Aryaduta, Kota Bandung, Kamis (26/11/2020). - (Edi Yusuf/Republika)

UU Nomor 23 Tahun 2011, menurut Yusuf, gagal menjalankan fungsi rekayasa sosial untuk menguatkan sektor amal nasional, terlebih lagi fungsi kemudahan atau pemberian insentif bagi perkembangan zakat nasional.

Dalam forum itu, Ideas merekomendasikan untuk dilakukannya kembali berbagai upaya advokasi hukum atas UUPZ. Di antaranya, meminta kepada pem bentuk peraturan perundang-undangan, yaitu pemerintah atau Kementerian Agama untuk merevisi UUPZ.

Pada kesempatan itu, Yusuf juga menyampaikan, di bawah UUPZ, organisasi pengelola zakat (OPZ) bentukan masyarakat sipil, yaitu LAZ mendapat restriksi yang sangat ketat, walau sejak lama telah terbukti mampu mengelola zakat secara profesional dan mendapat kepercayaan tinggi dari masyarakat.

Ia menambahkan, di bawah rezim UU Nomor 23 Tahun 2011, LAZ nasional dan LAZ provinsi mengalami kesulitan untuk mendapatkan izin operasional perwakilan di tingkat daerah. Meski telah mengantongi izin di tingkat nasional atau provinsi, kantor perwakilan LAZ dianggap ilegal selama tidak mengurus perizinan di tingkat lokal.

Mekanisme pelaporan dan audit di bawah rezim UU Nomor 23 Tahun 2011, menurut Yusuf, juga sangat memberatkan, khususnya bagi LAZ berskala kecil.Biaya kepatuhan terhadap regulasi menjadi mahal dan membebani biaya operasional secara signifikan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat