Ilustrasi dakwah moderasi Islam. | ANTARA FOTO

Khazanah

Kelompok Hijrah Warnai Moderasi Islam

Kelompok moderasi Islam mampu menghadirkan dakwah yang interaktif.

JAKARTA – Kelompok hijrah dinilai berhasil merebut otoritas di ruang publik. Penilaian tersebut disampaikan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag), Kamaruddin Amin.

"Saya melihat bahwa kelompok hijrah ini telah berhasil merebut secara parsial otoritas keagamaan di ruang publik," kata Kamaruddin saat peluncuran hasil penelitian Tren Keberagamaan Gerakan Hijrah Kontemporer secara virtual oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (1/2).

Ia mengatakan, kontestasi pemaknaan agama memang akan terus terjadi, sejak masa awal Islam sampai sekarang dan seterusnya. Ia melihat gerakan hijrah ini sebagai salah satu bentuk pemaknaan atau interpretasi terhadap agama yang coba dipahami oleh teman-teman kelompok hijrah.

Kamaruddin mencoba melihat mereka dari sisi positifnya terlepas dari konten dakwahnya dan lain-lain. "Tetapi, setidaknya ini (kelompok hijrah) berangkat dari sebuah kecintaan terhadap agama mereka, juga upaya untuk menanamkan kecintaan terhadap agama, jadi menanamkan militansi religius. Jadi, menurut saya, ini sesuatu yang patut diapresiasi juga," ujarnya.

Ia menyampaikan, memang ada perbedaan pemaknaan agama. Tentu, kelompok konservatif berbeda dengan moderat dan liberal serta yang lainnya. "Jadi, selalu terjadi kontestasi, itu semuanya dalam konteks Indonesia, semua harus saling menghargai dan kita harus saling mengapresiasi, dan harus saling memahami," kata dia.

Menurut dia, memang terjadi kontestasi atau perebutan otoritas di ruang publik. Kelompok hijrah secara parsial telah berhasil merebut otoritas keagamaan di ruang publik sehingga tidak bisa dianggap enteng pengaruhnya.

"Saya kira cukup besar (pengaruhnya) dan yang menarik sekali lagi dan menjadi tantangan bagi semua adalah medium yang digunakan (mereka) sangat modern, yaitu medium digital dan budaya pop. Sangat milenial dan sangat kreatif dan tentu faktanya sangat produktif," kata Kamaruddin menjelaskan.

Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melakukan penelitian tentang Tren Keberagamaan Gerakan Hijrah Kontemporer pada 2020. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terungkap bahwa konservatisme yang ditunjukkan komunitas-komunitas hijrah sangat beragam sehingga tidak bisa disamakan.

Koordinator Peneliti Tren Keberagamaan Gerakan Hijrah Kontemporer, Windy Triana, menyampaikan, ada dua tipologi komunitas hijrah kontemporer di Indonesia, yaitu tipologi konservatif dan Islamis. Kelompok konservatif terdiri atas salafi dan nonsalafi.

"Selanjutnya, komunitas salafi menunjukkan karakteristik salafi murni dan salafi akomodatif," kata Windy.

Hasil penelitian menunjukkan, kelompok hijrah berhasil menjaring pengikut dari kalangan muda milenial dari beragam kelas sosial. "Hal ini karena kemampuan komunitas untuk menggunakan cara-cara dakwah nonkonvensional dengan memaksimalkan penggunaan media sosial, cara komunikasi ala anak muda, dan kemampuan mengikuti dan tren yang berkembang," ujar Windy.

Ada lima komunitas hijrah yang diteliti PPIM UIN Jakarta, yakni komunitas Pemuda Hijrah Shift di Bandung (konservatif nonsalafi) dan Kajian Musyawarah di Jakarta yang isinya para artis serta selebritas yang berhijrah (konservatif nonsalafi).

Komunitas hijrah lainnya, yakni Yuk Ngaji di Jakarta yang digawangi oleh Felix Siauw (Islamis), Terang di Jakarta (konservatif salafi akomodatif), dan The Stranger Al Ghuroba di Jakarta (konservatif salafi murni).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat