Masalah kulit (ilustrasi) | Pixabay

Sehat

Waspadai 'Jerawat' yang Seperti Ini

'Jerawat' ini mirip biang keringat pada anak-anak.

Namanya boleh jadi jarang terdengar: Moluskum kontagiosum. Ini merupakan salah satu penyakit yang jarang dibicarakan namun bisa mengenai berbagai kelompok usia. Uniknya, pada anak-anak moluskum kontagiosum dikenal sebagai infeksi virus kulit, namun pada orang dewasa dianggap sebagai infeksi menular seksual.

Moluskum kontagiosum merupakan sebuah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh poxvirus. Masa inkubasi penyakit ini umumnya 2-6 bulan. Artinya, gejala moluskum kontagiosum bisa muncul sekitar 2-6 bulan setelah kontak dengan penderita. Lamanya gejala ini muncul setelah kontak bergantung pada seberapa erat kontak yang dilakukan dan status imun.

Tanda khas dari moluskum kontagiosum adalah munculnya benjolan kecil yang biasanya berukuran kurang dari 0,25 inci. Sekilas, benjolan ini mirip seperti jerawat. Akan tetapi, benjolan pada moluskum kontagiosum memiliki semacam lekukan atau lesung di bagian tengahnya. "Beberapa pasien (dewasa) berpikir ini jerawat, pada anak dianggap biang keringat," jelas CEO Klinik Pramudia dr Anthony Handoko SpKK FINSDV, dalam ajang pertemuan virtual pada Desember lalu.

Benjolan moluskum kontagiosum bisa muncul secara tunggal atau dalam jumlah yang banyak di kulit. Umumnya, benjolan ini timbul di area-area kulit yang tipis, seperti area pubis dan genital pada orang dewasa atau daerah di sekitar punggung, tangan, kaki, dan dada pada anak.

Selain itu, benjolan moluskum kontagiosum seringkali tak disertai oleh rasa gatal atau nyeri. Sekalipun terasa gatal, rasa tersebut biasanya berkaitan dengan eksim atau dermatitis atopi, maupun karena digaruk lalu baru menyadari bahwa ada benjolan. "Pada dewasa, jarang sekali di punggung dan dada karena kulit punggung dan dada dewasa bukan kulit tipis," tutur dr Anthony.

Jarang adanya rasa gatal atau nyeri membuat moluskum kontagiosum cukup sulit untuk dideteksi sejak dini. Padahal, deteksi dini moluskum kontagiosum sangat penting dalam upaya pencegahan penularan. Karena tampak seperti jerawat pada orang dewasa atau biang keringat pada anak-anak, moluskum kontagiosum juga kerap kali terabaikan. Padahal, benjolan moluskum kontagiosum bisa menyebar dengan cepat pada tubuh anak.

Selain itu, kemunculan benjolan moluskum kontagiosum pada orang dewasa juga kerap berkaitan dengan imunitas tubuh. Bila pasien moluskum kontagiosum memiliki banyak benjolan moluskum kontagiosum di tubuhnya, kondisi tersebut dapat menjadi tanda peringatan bahwa pasien tersebut memiliki kemungkinan mengidap HIV positif. "Karena pada (penyandang) HIV positif, (benjolan) moluskum kontagiosum cenderung lebih banyak," tukas dr Anthony.

Kasus moluskum kontagiosum pada anak lebih sering ditemukan pada rentang usia 2-10 tahun. Sedangkan pada dewasa, kasus moluskum kontagiosum lebih sering ditemukan pada rentang usia 20-60 tahun.

Penyakit ini dapat menular melalui beberapa cara. Metode penularan yang paling sering ditemukan adalah kontak seksual, kontak nonseksual seperti berpegangan tangan, serta autoinokulasi. "(Contoh autoinokulasi) timbul satu (benjolan) lalu tanpa sadar digaruk, kemudian timbul (benjolan) di tempat lain, istilahnya beranak dari satu tempat ke tempat lain," lanjut dr Anthony.

Selain itu, fomites atau penularan melalui perantara benda juga dicurigai dapat menjadi salah satu metode penularan moluskum kontagiosum. Misalnya, seorang dengan moluskum kontagiosum menggunakan handuk atau mainan yang sama dengan orang lain sehingga terjadi transmisi melalui perantara benda tersebut. Akan tetapi, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan kebenarannya.

 

 
Beberapa pasien (dewasa) berpikir ini jerawat, pada anak dianggap biang keringat.
CEO Klinik Pramudia dr Anthony Handoko SpKK FINSDV
 

 

Pilih Cara Pengobatan Sesuai Kondisi

Moluskum kontagiosum bisa diobati melalui terapi. Akan tetapi, diperlukan juga kesadaran masyarakat untuk mau memperhatikan dan memeriksakan penyakit ini sedini mungkin sebelum menyebar atau menular ke orang lain.

Di mata CEO Klinik Pramudia dr Anthony Handoko SpKK FINSDV, sejauh ini tingkat kesadaran masyarakat terhadap moluskum kontagiosum masih terbilang rendah.  "Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengenalan penyakit moluskum kontagiosum di kulit serta kurangnya informasi dan edukasi tentang penyakit ini di masyarakat," ujar dr Anthony.

Bila diobati dengan benar dan tidak terjadi kontak ulang terhadap sumber penularan, jarang terjadi kekambuhan pada moluskum kontagiosum. Selain itu, modalitas terapi atau pengobatan moluskum kontagiosum pada orang dewasa dan anak secara umum hampir sama.

Moluskum kontagiosum bisa diterapi melalui tindakan destruktif untuk menghancurkan dan mengeluarkan "akar" badan moluskum yang ada di dalam benjolan. Bila badan moluskum tak dikeluarkan, luka bisa sembuh namun moluskum kontagiosum tidak hilang. Bahkan, benjolan moluskum kontagiosum bisa kembali muncul di tempat yang sama atau meluas ke area lain secara autoinokulasi dalam hitungan bulan.

Tindakan destruktif ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti melalui penggunaan cairan kaustik, laser, elektrokauter, atau cryotherapy yang dikenal dengan nama bedah beku. Pemilihan terapi akan disesuaikan dengan kondisi pasien.

Pada pasien anak misalnya, terapi dengan menggunakan alat cenderung agak sulit. Alasannya, anak yang berbaring di ruang tindakan bisa melihat alat-alat tersebut sehingga memunculkan perasaan takut. Oleh karena itu, terapi pada anak cenderung dilakukan dengan cara mengoleskan cairan kaustik pada benjolan moluskum kontagiosum secara berkala di rumah.

"Mungkin hanya 1-2 anak yang bisa bekerja sama dengan membuang (badan moluskum) menggunakan alat, tapi hampir 90 persen pasien (anak) dengan mengoleskan cairan," ujar dr Anthony.

Selama masa pengobatan, pasien boleh mandi seperti biasa karena luka yang ditimbulkan dari pengobatan merupakan luka superfisial yang tidak dalam. Yang terpenting adalah menjaga area luka tetap bersih. "Yang tidak boleh dilakukan, hal paling penting untuk diingat, jangan kontak lagi dengan orang yang Anda curigai menularkan moluskum kontagiosumnya, terutama yang dewasa ya, siapa pun itu," tukas dr Anthony.

Penyakit moluskum kontagiosum memang hanya menyerang lapisan kulit atas dan tidak mematikan atau mengganggu kesehatan secara umum, seperti menyerang organ bagian dalam. Akan tetapi, bila dibiarkan penyakit ini bisa mengganggu penampilan kulit dan penderitanya bisa menularkan penyakit ke banyak orang. "Perlu diingat juga, (pada pasien dewasa) penyakit kelamin kalau kena jarang tunggal. Seringkali satu paket (disertai dengan penyakit lain)," timpal dr Anthony.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat