Mengkaji Nabi Khidir dengan membaca Alquran surah al-Kahfi | ANTARA FOTO

Kitab

Nabi Khidir Masih Hidup atau sudah Wafat?

Buku terjemahan Nabi Khidir Ibnu Hajar al-Asqalani menjadi perbincangan di Malaysia

Perbincangan tentang kehidupan Nabi Khidir alayhis salam selalu menarik. Selalu ada pengkaji Islam yang mempertanyakan apakah Nabi Khidir yang pernah membuat Nabi Musa gagal bersabar, masih hidup atau sudah wafat? 

Kalangan santri di Indonesia yang baru mengkaji Islam misalkan, pasti akan menelusuri jejak Nabi Khidir. Awal kajian mereka biasanya bermula dari Surah al-Kahfi yang menceritakan pertemuan Nabi Musa dengan Khidir alayhis salam, kemudian melakukan perjalanan hingga akhirnya mereka berpisah, karena Nabi Musa kurang bersabar.

Tak hanya di Indonesia, pertanyaan yang sama ternyata juga bermunculan di negeri seberang, Malaysia. Diskusi ini bermula dari postingan seorang pendakwah Dr Kamilin Jamilin. Dia menjelaskan, bahwa menurut beberapa orang, Nabi Khidir masih hidup hingga saat ini. Suatu ketika dia berumrah. Di sana ada saja orang yang berharap dapat bertemu Nabi Khidir. Kabarnya, sang Nabi mengenakan baju jubah hijau yang menyamar sebagai wali Allah. 

Postingan ini direspons oleh sebagaian orang Malaysia bahwa benar Nabi Khidir masih hidup berdasarkan tuturan dari guru-guru mereka dulu. Tapi ada juga yang berpendapat sebaliknya, bahwa Nabi Khidir sebenarnya sudah tiada.

Fans Page Facebook Ahlussunnah Wal Jamaah Research Group – ARG yang dimoderatori dan diramaikan Muslim Malaysia ikut merespons hal ini. Dalam paparannya, grup ini berpendapat bahwa Nabi Khidir sudah tiada. Tapi benarkah demikian? Nah, Ibnu Hajar al-Asqalani (1372-1449) menjelaskan hal ini dalam bukunya az-Zahrun Nadhir fi Naba’il Khidir.

Kitab Nabi Khidir al-Asqalani

karya Ibnu Hajar al-Asqalani tersebut dilatarbelakangi oleh seringnya orang-orang saat itu yang mengatakan bahwa Nabi Khidir masih hidup dan diberi umur panjang. 

Pada kisah yang tersebar di kalangan masyarakat, diceritakan bahwa Nabi Khidir mendatangi, berbicara, dan mengajarkan kepada beberapa orang saat itu. Oleh karenanya, Ibnu Hajar al-Asqalani melalui karyanya ingin menjelaskan secara benar terkait persoalan yang sesungguhnya.

Kitab ini mengupas siapa sebenarnya nabi misterius yang kemudian dikenal dengan nama Khidir ini. Alquran hanya menyampaikan kisah perjalanannya yang nyeleneh tapi syarat dengan hikmah ketika bersama Nabi Musa. 

Alquran juga tak pernah secara jelas menyebutkan siapa nama sebenarnya, apalagi asal usul keluarganya. Nabi Khidir hanya disebutkan oleh Allah sebagai “Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami yang telah diberikan rahmat dari sisi Kami dan telah Kami ajarkan ilmu dari sisi Kami.” (Qs. al-Kahfi)

Lalu mengapa penyebutan ‘seorang hamba’ itu diasosiasikan kepada Nabi Khidir? Apa arti nama Khidir? Benarkah ia seorang nabi atau hanya seorang wali? Apa saja peran dan pengaruhnya? Dan sejumlah kisah-kisah lainnya yang hingga kini masih msiterius di kalangan masyarakat Islam.

Kitab karya Ibnu Hajar al-Asqalani ini berupaya mengupas sosok Nabi Khidir melalui pengujian terhadap hadis-hadis yang berkenaan dengannya berikut sumber-sumbernya. 

Ibnu Hajar al-Asqalani juga memaparkan secara komprehensif dan kritis berbagai macam dalil dan pendapat yang berbeda-beda tentang sosok Nabi Khidir. Sebuah sumbangan ilmiah yang sangat berharga untuk siapapun yang penasaran dengan sosok nabi misterius ini.

Kini, kitab itu sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, termasuk Indonesia. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, kitab ini diberi judul Misteri Nabi Khidir yang dilengkapi dengan nasihat dan doa-doa nabi Khidir. Buku terjemahan ini diterbitkan oleh Turos Pustaka yang merupakan unit dari Rene Turos Indonesia.

CEO Rene Turos Indonesia Luqman Hakim Arifin memaparkan buku tentang Nabi Khidir banyak dicari masyarakat Indonesia. “Mereka ingin memecahkan misteri apakah sang nabi masih hidup atau sudah wafat,” katanya saat dihubungi pada Kamis (28/1/2021). Selain itu, Khidir merupakan sosok yang unik. Ilmunya dalam sekali, melebihi ilmu yang dimiliki Nabi Musa. Dia melubangi kapal yang sedang berlayar, membunuh anak, yang jika dilihat sekilas, ini adalah pelanggaran hokum. Tapi Khidir punya alas an tersendiri melakukan itu.

Buku ini ditulis dalam bahasa Arab. Tidak banyak Muslim Indonesia yang mampu memahaminya. Karena itulah, Turos Pustaka mengalihbahasakan kitab tersebut ke Indonesia. Kemudian diterbitkan dengan judul Misteri Nabi Khidir.

Sejak cetak pertama pada September 2019, buku ini mendapat respons positif. “Banyak yang membelinya, karena memang mereka ingin tahu dan lebih mengenal Nabi Khidir,” kata Luqman. 

Rene Turos Indonesia dan Jakarta Book Review (JBR) berencana membedah buku Misteri Nabi Khidir secara daring dalam siaran langsung di Youtube pada Kamis 4 Februari 2021 pukul 15.00 WIB. Narasumber bedah buku ini adalah pendakwah Islam seperti Ketua Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Jawa Timur dan ahli hadis Dr Zahrul Fata.

photo
Buku Misteri Nabi Khidir - (Erdy Nasrul)

Kelengkapan

kitab ini juga dilengkapi dengan dalil-dalil yang dijadikan sandaran oleh orang-orang yang meyakini Nabi Khidir masih hidup. Buku ini mematahkan argumentasi-argumentasi mereka.

Salah satu kekuatan utama dari kitab ini adalah menyebutkan banyak sumber referensi ulama terkemuka. Misalnya seperti banyak dinukil pendapat Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim. 

Kekuatan lain dari buku ini adalah dilengkapi dengan pendapat sejarawan Muslim terkenal seperti Ibnu Jarir ath-Thabari dan lainnya. Kitab ini juga menjelaskan beberapa riwayat yang berkaitan erat dengan garis keturunan Nabi Khidir. 

Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Khidir adalah putra Nabi Adam as. Pendapat ini disampaikan oleh Daruquthni di dalam karyanya berjudul al-Afrad dari jalur Rawwad bin Jarah.

Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Khidir adalah putra Qabil bin Adam as. Pernyataan ini pernah dikatakan oleh Abu Hatim as-Sijistani dalam kitab al-Mu’ammarin.

As-Sijistani mengatakan “Kami mendapati kisah ini dari guru-guru kami, salah satunya Abu Ubaidah.” Abu Hatim as-Sijistani menambahkan penjelasannya bahwa nama asli Khidir adalah Khadirun.

Ketiga, pendapat yang disampaikan oleh Wahhab bin Munabbih. Menurutnya, nama asli dan garis keturuan Khidir adalah Balya bin Mulkan bin Qali bin Syalikh bin ‘Abir bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh. 

Pendapat ini diamini oleh Ibnu Qutaibah dan an-Nawawi. Namun, an-Nawawi menambahkan, ada beberapa orang yang menyebut bahwa ia adalah Kilman bukan Mulkan.

Keempat, pendapat yang disampaikan oleh Ismail bin Abi Uwais. Ia mengatakan bahwa Khidir adalah Mu’ammar bin Malik bin Abdullah bin Nash bin al-Azad.

Adapula yang mengatakan bahwa nama aslinya adalah ‘Amir sebagaimana diceritakan oleh Abu al-Khattab bin Dihyah, yang bersumber dari Ibnu Habib al-Baghdadi.

Kelima, pendapat yang mengatakan bahwa Khidir adalah putra Amanil bin Nur bin al-‘Ish bin Ishaq. Pendapat ini diungkapkan oleh Ibnu Qutaibah. Sementara menurut Muqatil, ayahnya bernama ‘Amil.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Toko Buku Antik (tokobukuantik)

 

Asal-Usul Nabi Khidir

Dalam kitab shahihain (Bukhari dan Muslim) dijelaskan tentang asal-usul penamaan Khidir. Suatu ketika ia duduk di atas tanah kering berwarna putih. Tiba-tiba tanah yang ia duduki berguncang dari bawah lalu berubah menjadi hijau (khadra). 

Pendapat ini pernah diungkapkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal menukil perkataan dari gurunya bernama Adullah bin Mubarak, seorang yang kuat argumentasinya.

Kitab az-Zahrun Nadhir juga mengungkap pendapat Imam Ahmad dengan redaksi sebagai berikut: “Kami mendapatkan kisah dari Abdurrazzaq, ia diberitahu kisah Ma’mar dari Hammam dari Abu Hurairah, bahwasannya dinamakan Khidir karena ia duduk di atas farwah kemudian tanah itu berguncang dari bawah dan berubah menjadi hijau.” 

Dalam kisah ini, farwah diartikan rumput kering berwarna putih. Ibnu Hajar al-Asqalani juga melengkapi karyanya dengan sejumlah dalil-dalil dari Alquran tentang kenabian Khidir. Ia mengutip surah al-Kahfi [18] ayat ke 81, yang artinya. “Dan tidaklah aku melakukannya karena kemauanku sendiri.”

Secara tekstual, ayat ini bisa dipahami bahwa Nabi Khidir melakukannya karena perintah Allah. Perintah itu sampai kepadanya tanpa perantara.  Ada pula kemungkinan lain bahwa perintah itu disampaikan melalui perantara nabi lain yang tidak disebutkan oleh Allah di dalam Alquran. Namun Ibnu Hajar al-Asqalani mengingkari pendapat ini.

Kitab ini juga dilengkapi dengan pendapat seorang sejawaran Muslim terkenal bernama Abu Ja’far bin Jarir ath-Thabari dalam kitab tarikhnya. Ia berpendapat bahwa Nabi Khidir termasuk orang yang hidup di zaman raja Afridun (salah satu raja Persia). 

Selain mengupas tentang asal muasal Nabi Khidir, kitab az-Zahru an-Nadhir fi Naba’i al-Khadir juga mengungkap sejumlah lainnya yang berkaitan dengan Nabi Khidir, seperti kisahnya dengan selain Nabi Musa AS, nasihat-nasihat dan ungkapan dari Nabi Khidir.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat