Ilustrasi bioskop dan industri film Hollywood | Pixabay

Inovasi

Menanti Revolusi Teknologi Desentralisasi 

Pemanfaatan teknologi blockchain dalam industri film masih pada tahap embrio.

Film, sebagai bentuk seni, dirancang untuk menyentuh, menginspirasi dan menggerakkan orang. Namun tak seperti bentuk seni lainnya, memproduksi film berkualitas yang layak untuk didistribusikan secara massal, membutuhkan banyak sumber daya dan hak istimewa yang sebagian besar dimiliki oleh para investor besar. 

Dalam atmosfer khas Hollywood, para investor di sisi produksi biasanya bekerja sama dalam perkumpulan eksklusif yang terbatas. Hal ini berakibat pada adanya batasan keanekaragaman dalam hal jenis artistik.

Sejak 1960-an, telah hadir berbagai gerakan yang berusaha meruntuhkan tembok tinggi Hollywood, dengan kesuksesan terbatas. Film indie yang terinspirasi oleh gerakan seperti Independent Cinema Movement, dipuji atas kejayaannya di luar industri Hollywood. 

Di 2020, pembatasan gerak masyarakat masih berdampak besar pada industri perfilman. Kerugian pendapatan box office global karena penutupan bioskop terkait virus Covid-19 diproyeksikan meroket menjadi 17 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir Mei tahun lalu. 

Sementara, data dari perusahaan analisis pembajakan asal London Muso mengungkapkan, dibandingkan pekan terakhir Februari hingga pekan terakhir Maret tahun lalu, kunjungan ke domain pembajakan di negara-negara yang dibatasi karantina wilayah, meningkat rata-rata sebesar 45 persen. Di Maret 2020, tercatat lebih lebih dari satu miliar kunjungan ke situs pembajakan, hanya di wilayah AS.

Selama ini, teknologi blockchain selalu dikaitkan dengan Bitcoin dan dunia keuangan. Namun, sejatinya blockchain memiliki penggunaan yang jauh lebih luas. 

Termasuk, bisa dimanfaatkan untuk merevolusi dunia hiburan di Hollywood. Dikutip dari Forkast News, Rabu (27/1), apa yang ditawarkan blockchain di masa depan adalah saluran distribusi baru. 

Pembuat konten atau siapa pun yang memiliki hak atas sebuah film, dapat memanfaatkan transparansi dan ketetapan teknologi blockchain untuk menentukan siapa yang memiliki hak untuk melihat dan mendistribusikan kekayaan intelektual mereka. Dengan demikian, akan memberikan benteng yang lebih baik terhadap pembajakan.  

Untuk menghentikan unduhan ilegal dan mengganti pendapatan yang hilang, industri hiburan saat ini memang sedang mencari teknologi yang lebih baik untuk mengelola distribusi. Bisakah blockchain memberikan solusi?

Menurut produsen film nominasi Academy Award dan Kepala Kemitraan Global ConsenSys Steven Haft, blockchain dalam industri film masih pada tahap embrio. Namun, hal ini tidak menghentikan para pengembang dan wirausahawan untuk menjelajahi manfaat yang dapat dihasilkan oleh teknologi yang satu ini.

Pada Sundance Film Festival 2020, diskusi tentang pemanfaatan blockchain di industri film juga telah mulai dilakukan. “Metode terdesentralisasi untuk mendanai film, melacak pendapatan dan banyak lagi, akan membuat semua yang pernah terikat hanya dengan beberapa gatekeeper bisa menjadi lebih diberdayakan,” kata Lauren deLisa Coleman selaku pendiri Vapor Media yang menjadi tuan rumah NextTech Lodge selama Sundance Film Festival 2020. 

Senada, salah satu pendiri dan presiden Filmio Inc Ian LeWinter, dilansir dari Cointelegraph, menjelaskan di dunia yang terdesentralisasi, akan memungkinkan pembuat film mengunggah konsep proyek mereka pada platform blockchain dan mempromosikannya dengan berinteraksi dengan penggemar dan investor. 

Aplikasi media sosial terdesentralisasi yang baru juga akan mendorong keterlibatan masyarakat. Sehingga menjadi model bagaimana platform film terdesentralisasi dan kian mendemikratisasi keterlibatan masyarakat.

Dengan cara yang sama, platform media sosial terdesentralisasi akan menawarkan token pada influencer. Begitu pula platform terdesentralisasi akan dapat memberi insentif pada pengguna untuk terlibat dengan konten film di platform. 

Penggemar secara teoritis dapat terlibat dengan proyek pencipta, memilih konsep film mana yang paling menarik dan menerima token utilitas, sebagai apresiasi atas ketertelibatannya.

Membantu Hollywood

photo
Industri film di Hollywood kini sepi peminat akibat pandemi - (AP Photo/Jae C. Hong, File)

Hollywood saat ini sedang berperang dengan para pembajak film di bagian distribusi. Daya pikat potensi penghasilan luar biasa dari sebuah //box office// memang telah membuat industri pembuatan film terus berputar. 

Pendiri Dream Frames Jonny Peters mengungkapkan, masalah terbesar dalam film adalah pembiayaan. “Orang-orang memasukkan uang ke dalam film feature yang sangat sukses namun tidak pernah mendapatkan uang sepeser pun” ujar Peters.

Perusahaan Peters, Dream Frames, pun mengusulkan untuk menerapkan teknologi yang mendesentralisasikan pendanaan film dengan tokenizing frames melalui kontrak pintar. Menurutnya, film Hollywood biasanya memiliki 24 gambar atau frames per second (fps). 

Model Dream Frames akan memungkinkan investor berinvestasi dalam individual frames ini untuk membeli saham di film. Hal ini berarti investasi yang sangat kecil pun menjadi dapat dilakukan. Jika film tersebut bekerja dengan baik, token investor akan dihargai lebih tinggi.

Tetapi perubahan struktural yang dapat terjadi melalui platform seperti Dream Frames, tidak dapat terjadi besok atau dalam waktu dekat. Untuk mengganggu pasar senilai 136 miliar dolar AS, struktur baru ini membutuhkan dukungan dari studio besar dan bioskop di seluruh dunia, termasuk raja streaming seperti Netflix dan Amazon.

Kontrak, menurut Peters, akan dilakukan antara produsen dan langsung dengan investor. “Tidak ada perantara, tidak ada studio di tengah yang memiliki pemasaran rahasia untuk mengumpulkan keuntungan yang merupakan salah satu masalah dalam pembiayaan film,” ujarnya lagi.

Proyek Perdana

photo
Tiket bioskop - (Pixabay)

Projek untuk menerapkan teknologi desentralissai dalam film, saat ini sudah mulai dilakukan. Tzero Overstock bermitra dengan Atari, telah bergabung dengan Dream Frames dalam perlombaan untuk membuat token film besar pertama. Bank Nasional Brasil untuk Pembangunan Ekonomi dan Sosial (BNDES) juga dilaporkan mendanai film dokumenter melalui stablecoin berbasis Ethereum milik bank tersebut, BNDES.

Perusahaan teknologi blockchain, ConsenSys juga telah terlibat dengan teknologi musik di setiap level, dari artis seperti musikus Inggris Imogen Heap, hingga perusahaan seperti Ujo Music yang menghubungkan penggemar secara langsung dengan artis melalui blockchain Ethereum.

Heap merilis single “Tiny Human” di blockchain Ethereum publik pada 2016. Lumiere dan FinFabrik kemudian mengikuti jejaknya dan memimpin investasi bersama untuk film Aljazair, “Papicha”, yang ditayangkan perdana selama Festival Film Cannes 2019.

“Musik menunjukkan pada industri hiburan seperti apa masa depan nantinya. Saya sangat yakin mereka akan sampai di sana lebih cepat,” kata Haft. 

Tersandera Pembajakan

Menurut Pusat Kebijakan Inovasi Global Kamar Dagang AS, sekitar 26,6 miliar penayangan film AS dan 126,7 miliar penayangan episode TV di Amerika Serikat (AS) adalah hasil dari pembajakan digital setiap tahun. 

Setiap tahun, pembajakan digital merugikan industri film global sekitar 40 miliar dolar AS hingga 97,1 miliar dolar AS, atau 30 persen hingga 70 persen dari total pendapatan pasar film global sebesar 136 miliar dolar AS.

Investasi yang Lebih Demokratis

Teknologi desentralisasi akan memungkinkan investor berinvestasi dalam setiap frame di sebuah film. Layaknya membeli saham di film. 

Hal ini juga berarti memungkinkan investasi yang sangat kecil dapat dilakukan. Jika film tersebut bekerja dengan baik, bentuk investasi dari investor yang berupa token akan dihargai lebih tinggi. 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat