Calon Kapolri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo (depan kiri) menerima laporan hasil uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri dari Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni (depan kanan) saat sidang paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, , Kamis (21/1). | ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Nasional

Listyo Tinggal Dilantik

Pengamat keamanan desak Listyo mengevaluasi kembali rencana kebijakan Polri. 

JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyerahkan surat persetujuan pengangkatan Komjen Listyo Sigit Prabowo menjadi kepala Polri (kapolri) kepada Presiden Joko Widodo. Surat yang disampaikan Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar pada Jumat (22/1) itu juga menyetujui pemberhentian dengan hormat Jenderal Idham Azis dari jabatan kapolri. 

"Surat persetujuan kapolri kepada Presiden melalui Mensesneg (Menteri Sekretariat Negara Pratikno) sudah disampaikan. Surat nomor PW/00958/DPR/1/2021," ujar Indra di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (22/1).

Ia mengatakan, Listyo kemungkinan akan dilantik menjadi kapolri sebelum 30 Januari mendatang. Sebab, Kapolri Idham Azis akan memasuki masa pensiun pada tanggal tersebut. "Pasti pelantikannya akan dilakukan sebelum tanggal 30, sesuai dengan batas pensiun Kapolri. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan," ujar Indra.

DPR menyetujui untuk menetapkan Listyo Sigit sebagai kapolri dalam rapat paripurna pada Kamis (21/1). Penetapan setelah Komisi III DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon kapolri tersebut pada Rabu (20/1). Komisi III menyetujui Listyo sebagai kapolri karena dinilai memiliki kecakapan, integritas, dan kompetensi.

Komjen Listyo Sigit saat uji kelayakan dan kepatutan pada Rabu berjanji akan membenahi Polri. Ia secara terbuka mengakui munculnya pandangan negatif terhadap kepolisian yang membuat citra Polri terpuruk.

"Pungli di berbagai sektor pelayanan, kekerasan dalam penyelesaian masalah, penanganan kasus tebang pilih, dan perilaku lainnya yang menyebabkan kebencian di masyarakat," ujar Listyo di hadapan anggota dewan.

Ia pun membeberkan sejumlah pekerjaan yang harus dilakukannya. Di antaranya, membentuk kepolisian lebih manusiawi, polantas tak lagi menilang di lapangan, menghentikan pungutan liar dan arogansi polisi, transparansi dan kesetaraan dalam proses hukum, dan menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM terkait pembunuhan enam anggota Front Pembela Islam (FPI).

Seusai disahkan DPR pada Kamis (21/1), Listyo mengaku bakal mempersiapkan rencana aksi untuk menjabarkan program yang telah disampaikan saat uji kepatutan. "Tentunya setelah ini, kami akan segera melakukan rapat kesiapan dalam rangka melaksanakan rencana aksi," ujarnya.

Evaluasi HAM minim

Koalisi Reformasi Sektor Keamanan tidak mempermasalahkan terpilihnya Listyo sebagai kapolri. Namun, mereka menyoroti minimnya evaluasi sektor penegakan hak asasi manusia (HAM) dalam uji kelayakan dan kepatutan Listyo di Komisi III. Padahal, ada sejumlah persoalan yang berpeluang menjadi masalah HAM ke depan.

"Ada sejumlah persoalan yang berpeluang menjadi masalah bagi pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan HAM ke depan," ujar perwakilan dari Kontras, Fatia Maulidiyanti, lewat pernyataan pers, Jumat (22/1).

Potensi pertama terkait dengan pengaktifan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pamswakarsa). Dalam sejarahnya, elemen ini pernah dibentuk oleh TNI untuk membendung aksi mahasiswa pada 1998. 

Koalisi menilai, kebijakan itu berpotensi melanggar HAM karena tidak ada kualifikasi yang jelas mengenai organisasi yang dapat dikukuhkan sebagai Pamswakarsa. Selain itu, tidak ada pengaturan yang jelas mengenai batasan wewenang Polri dalam melakukan pengerahan massa Pamswakarsa. Hal ini disebut berpotensi berujung pada peristiwa kekerasan, konflik horizontal, dan penyalahgunaan wewenang.

Kedua, terkait pemberian rasa aman kepada investor. Menurut perwakilan dari Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, hal itu termasuk dalam surat telegram rahasia STR/645/X/PAM.3.2./2020. Koalisi memandang, Polri berpotensi menjadi alat kepentingan pemodal dan elite tertentu. "Polri harus netral dalam dinamika sosial-ekonomi. Keberpihakan pada investor ini telah berujung pada tindakan anggota Polri yang melanggar HAM di sejumlah wilayah," kata Usman.

Ketiga, tidak adanya solusi konkret mengenai berbagai permasalahan mendasar di tubuh Polri. Seperti penyiksaan, extrajudicial killing, penempatan anggota Polri pada jabatan di luar organisasi Polri, kontrol pertanggungjawaban etik, korupsi di tubuh Polri, dan penghalangan bantuan hukum. 

Koalisi mendesak Komjen Listyo mengevaluasi kembali terkait rencana kebijakan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai polisi yang demokratis. "Pertama, dengan membatalkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa," kata perwakilan dari PBHI, Julius Ibrani.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat