Petugas berjalan di area wudhu pria Masjid Istiqlal Jakarta, Senin (17/8/2020). Renovasi Masjid Istiqlal telah rampung 100 persen. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp. | NOVA WAHYUDI/ANTARA FOTO

Khazanah

Tuntunan Wudhu dengan Membasuh Sepatu

Ada sejumlah aturan membasuh sepatu sebagai pengganti membasuh kaki dalam berwudhu.

OLEH ANDRIAN SAPUTRA

Islam banyak memberikan keringanan kepada umatnya dalam melaksanakan ibadah ketika dalam keadaan uzur atau terdapat kendala atau tidak normal seperti biasanya. Misalnya, boleh bertayamum sebagai pengganti wudhu manakala sulit menemukan air, atau ketika seseorang divonis secara medis mengalami luka atau sakit luar yang tidak boleh terkena air. 

Kemudahan lainnya, misalnya, boleh melaksanakan shalat dengan duduk ketika seseorang tidak mampu melaksanakan shalat dengan berdiri dikarena sedang sakit atau berada dalam kendaraan. 

Dalam hal berwudhu, ada keringanan lainnya seperti yang dicontohkan Rasulullah, yakni bolehnya membasuh sepatu sebagai pengganti membasuh kaki. Berikut keterangan hadisnya: 

"Telah memberitakan kepada kami Ismail dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari al-Mughirah bin Syu'bah, apabila Rasulullah SAW pergi ke tempat jamban, beliau menjauh. Dia berkata: Pernah beliau pergi untuk buang hajat saat safar. Lalu beliau berkata, 'Ambilkan air wudhu.' Aku segera mengambilkan air wudhu, beliau segera berwudhu dan membasuh kedua sepatunya (khuf)." Ini sebagaimana dikatakan Syekh Ismail yaitu Ibnu Ja'far bin Abu Katsir al-Qori (HR Nasai).

Meski begitu ada sejumlah aturan berkaitan dengan bolehnya membasuh sepatu sebagai pengganti membasuh kaki dalam berwudhu. Seperti diterangkan dalam hadis tersebut, Rasulullah membasuh khuf dalam berwudhu ketika melakukan perjalanan. 

Ulama berpendapat, membasuh khuf dilakukan dalam kondisi darurat atau ketika tidak memungkinkan atau akan membuat sangat repot atau bahkan berbahaya ketika harus melepas sepatu. Sementara untuk melakukan tayamum pun tidak memenuhi syarat karena terdapatnya air.  

Contohnya, kondisi prajurit beratribut lengkap yang tengah berada dalam medan tugas atau pertempuran yang tidak memungkinkan untuk mencopot sepatu karena akan berisiko atau berbahaya. Sementara untuk bertayamum tidak memungkinkan karena ada air melimpah. 

Menurut pendakwah yang juga Kepala Lembaga Peradaban Luhur, Ustaz Zailani Kiki, khuf bisa berarti sepatu, kaos kaki, dan sejenisnya. Sementara bagian khuf yang diusap adalah bagian atasnya saja. Namun, dibolehkan mengusap bagian bawah yang merujuk kepada pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i. 

"Pengusapan dilakukan sekali saja tanpa pengulangan. Pengusapan bisa dilakukan bersamaan atau bergiliran dengan mendahulukan usapan kaki kanan," kata Ustaz Kiki.

 
Pengusapan dilakukan sekali saja tanpa pengulangan. Pengusapan bisa dilakukan bersamaan atau bergiliran dengan mendahulukan usapan kaki kanan.
 
 

Syekh Shalih bin Fauzan di dalam kitab Mulakhkhas al-Fiqhiyy menjelaskan cara membasuh khuf. Yaitu, mulai dari meletakkan telapak tangan sekaligus jari yang telah dibasahi dengan air di atas jari-jari kaki. Kemudian, tangan kanan diletakkan di atas jemari kaki kanan. Tangan kiri diletakkan di atas kaki kiri. Setelah itu, kedua tangan digerakkan atau disapukan hingga bagian atas, yaitu punggung pergelangan kaki atau betis dengan pengusapan dilakukan sekali saja atau tak perlu diulang.

Namun, ulama berpendapat, wudhu dengan membasuh khuf tidak berlaku lagi manakala kondisinya normal atau hilangnya uzur atau kesulitan yang menjadi sebab seseorang boleh berwudhu dengan membasuh khuf

Lalu, bagaimana bila seseorang terkena penyakit yang tak boleh kena air sementara orang tersebut mengenakan khuf? Lebih baik membasuh khuf atau bertayamum? 

"Jika ada penyakit kaki, maka lebih utama wudhu dengan membasuh sepatu saja daripada tayamum," kata Ustaz Kiki.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat