Dokter Posko Pengungsian dan Pengobatan di Kantor DPW PKS Riau di Kota Pekanbaru, memasangkan Nebulizer untuk bayi yang terpapar kabut asap, Sabtu (14/9) | Febrian Fachri

Podium

Bertahan Hidup di Tengah Kepungan Asap

Semua pintu dan jendela ia tutup rapat selama 24 jam.

Ayi Nuandra (36 tahun), warga Jalan Padat Karya, Kecamatan Rumbai, Kota Pekan baru, akhirnya menyerah bertahan hidup di rumah selama bencana kabut asap. Ayi membawa ketiga buah hatinya yang masih anak-anak dan balita ke tempat pengungsian dan pengobatan korban bencana kabut asap di Jalan Soekarno Hatta, Pekanbaru.

Putri Sulung Ayi yang baru duduk di bangku SD sudah diliburkan oleh pihak sekolah sejak Senin (9/9). Pemerintah Kota Pekanbaru meliburkan semua pelajar untuk meminimalkan korban bencana kabut asap.

Sejak putri sulungnya libur, Ayi dan ketiga anaknya mengurung diri di dalam rumah untuk berlindung dari kabut asap. Semua pintu dan jendela ia tutup rapat selama 24 jam.

"Sejak Senin lalu kami tidak keluar-keluar rumah. Semua pintu dan jendela dikunci. Dibuka hanya ketika ayahnya anak-anak pergi berangkat dan pulang kerja," kata Ayi saat bercerita kepada Republika di Pekanbaru, Senin (16/9).

Setelah tiga hari memilih mengurung diri di dalam rumah, Ayi tak sanggup lagi menahan kabut asap, apalagi ketiga buah hatinya terserang penyakit sesak napas. Putri sulungnya muntah-muntah mengeluarkan cairan berwarna kuning dan hijau. Dua anaknya yang lain juga mengalami batuk-batuk dan gelisah.

Selama tiga hari itu, Ayi merawat anaknya yang mulai sakit dengan memberi pengobatan alakadarnya, seperti memberi obat batuk dan menyuguhi air hangat. Ayi diamanahi suaminya agar tidak membawa anak-anak keluar rumah agar tidak semakin terdampak kabut asap. Pada akhirnya, Ayi tidak tahan lagi karena kondisi anaknya memburuk. Anak-anaknya pun kerap menangis.

Ia kemudian mencoba mencari-cari informasi di sosial media mengenai tempat pengungsian yang aman dan juga menyediakan fasilitas dokter dan obat-obatan. Setelah mendapatkan info adanya rumah pengungsian dan pengobatan di kantor DPW PKS Riau di Jalan Soekarno Hatta, Pekanbaru, Ayi meminta izin ke suami untuk mengungsi.

"Awalnya suami enggak ngasihizin karena mikirsaya bawa anak-anak pakai motor. Setelah saya jelaskan kalau ada relawan yang akan jemput pakai mobil ke rumah, baru suami saya ngizinin," cerita Ayi.

Jarak lokasi posko kesehatan dan pengungsian itu sejauh 16 kilometer lebih dari rumah Ayi di Rumbai. Hal itu yang membuat suami Ayi tidak memberi izin membawa anak-anak mengungsi dengan sepeda motor. Suaminya menilai itu akan memperparah penyakit anak-anaknya yang sudah lemah akibat kabut asap.

Ayi beserta anak-anaknya akhirnya diboyong relawan bencana kabut asap pada Jumat (13/9) malam WIB. Begitu sampai di posko, ketiga buah hatinya langsung mendapatkan penanganan medis. Mereka dipakaikan nebulizer, diberikan vitamin, dan beberapa obat dengan resep dokter lainnya. Ayi pun tak luput dari pemeriksaan dokter. Ayi merasa kesehatannya juga terganggu karena kabut asap. Namun, ia menguatkan diri karena memikirkan anak-anaknya agar segera bisa sehat.

Sekarang, ketiga buah hati Ayi berangsur membaik. Tapi, Ayi belum berani membawa mereka pulang ke Rumbai. Mereka memilih bertahan di rumah singgah demi keamanan kesehatan.

Kebetulan di rumah singgah atau posko pengungsian dan pengobatan bencana kabut asap ini, relawan telah menyediakan ruangan pengobatan, ruangan istirahat, ruangan tempat anak-anak bermain dan ada juga ruang an khusus bagi bu hamil, anak- anak, dan balita. Ayi merasa rumah singgah jadi tempat yang aman saat ini karena semua ruangan ber-AC dan tertutup rapat.

Seorang ibu muda bernama Yenirika, warga Desa Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, juga sempat dibuat panik oleh kondisi bayinya yang belum genap berusia satu tahun. Selama tiga hari beruntun, bayi mungilnya itu sempat mengalami bersin-bersin, sesak napas, dan selalu gelisah setiap tidur.

Yenirika sempat kelimpungan. Saat anaknya mulai mengalami bersin- bersin dan sesak napas, ia belum mendapatkan informasi mengenai keberadaan rumah singgah dan tempat pengungsian.

Begitu mendapatkan informasi, Yeni langsung membawa anaknya ke rumah singgah menaiki taksi daring. Setiba di rumah singgah, Yeni memeriksakan kesehatan bayinya kepada dokter relawan.

Dokter memasangkan nebulizer untuk membantu melancarkan napas bayinya. Selang beberapa saat kemudian, bayinya berangsur membaik. Sampai kini, Yenirika masih bertahan di rumah singgah supaya anaknya tetap nyaman di ruangan ber-AC. Yenirika beharap bencana kabut asap di Pekanbaru segera berakhir agar penderitaan anaknya tidak lagi terulang.

Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Daerah Riau Nuzelly Husnedi mengimbau orang tua agar membawa anak-anak terutama bayi dan balita mengungsi ke rumah singgah apabila merasa tidak nyaman di rumah. Nuzelly menyebut bencana kabut asap pertama kali akan menyasar anak-anak, bayi, ibu hamil, dan individu yang punya riwayat asma.

Pejabat Direktur RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Riau itu menga takan, pemerintah telah menjadikan semua rumah sakit, puskesmas, dan fasilitas kesehatan lainnya untuk me nampung korban kabut asap. Pergilah ke tempat fasilitas kesehatan terdekat. Semua akan ditangani secara gratis karena sudah ditanggung pemerintah,ujar Nuzelly. (ed:satria Kartika yudha)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat