Ajari anak rajin menulis (ilustrasi) | Freepik

Keluarga

Yuk, Ajak Anak Rajin Menulis

Lakukan cara kreatif agar anak tertarik menulis.

Eka Kurniawan, seorang penulis, punya kenangan masa kecil tersendiri. Ketika SMP, penulis novel Lelaki Harimau ini mengaku tidak istimewa. "Saya bisa dibilang tidak populer, bukan anak paling pinter di kelas, di sekolah, bukan anak paling gaul, jago olahraga. So-so lah. Mirip-mirip wallpaper. Ada di sana tetapi orang tidak terlalu perhatiin," ujarnya.

Namun, ceritanya berubah saat dia  menulis puisi lalu dikirim ke majalah. Tidak disangka, karyanya itu dimuat. Buat dia, keberhasilan itu membuktikan bahwa dia punya kemampuan. "Saya nulis puisi lalu dimuat di majalah, lalu teman-teman satu sekolah dan guru-guru tahu, saya merasa bahwa saya memiliki sejenis keunikan. Saya enggak bisa olahraga, setidaknya saya bisa nulis. Saya melakukan hal yang teman saya tidak bisa lakukan," katanya mengenang.

Saat itu dia merasa menulis puisi adalah hal yang paling gampang. "Saya pikirnya nulis pendek, hanya sepuluh baris. Nulisnya pendek-pendek. Makin lama ketika saya sudah mulai banyak baca, mulai belajar menulis, justru saya merasa menulis puisi sulit," ujarnya.

Memiliki kemampuan menulis memang tidak seperti memperoleh rezeki dari langit alias datang begitu saja. Kemampuan menulis bisa dimulai dari hobi membaca. Eka pun mengakui bahwa dia tidak punya bayangan untuk menjadi penulis di kemudian hari.

Namun, dia memang suka membaca sejak di bangku sekolah. "Waktu SMA ditanya mau nulis novel apa, saya akan jawab mau nulis novel silat. Karena bacaan saya novel silat. Jadi akan sangat tergantung bacaan saya," katanya.

Kemampuan menulis yang mumpuni tak muncul begitu saja, melainkan harus diasah sejak dini dan salah satunya jika dibarengi membaca.

Analis Pelaksana Kurikulum Pendidikan, Direktorat Sekolah Dasar Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Lanny Anggraini berpendapat melalui membaca, maka akan semakin banyak informasi yang didapatkan sebagai bahan atau ide dalam menulis. "Membaca bisa memberikan informasi yang banyak dan dituangkan dalam menulis. Tidak bisa menulis kalau tidak bisa membaca," ujar dia dalam ajang webinar pada Desember lalu.

Lantas, sebenarnya pada usia berapa sebaiknya mulai mengajarkan menulis kepada anak? Marcelina Marcella, psikolog anak dari Tiga Generasi mengatakan anak harus diperkenalkan sejak dini karena tidak mungkin tiba-tiba canggih dalam menulis.

Menulis membutuhkan proses menggenggam dan kecepatan yang baik. “Paling krusial saat anak kelas 1 SD karena kurikulumnya sudah formal. Dimulai usia 3 tahun sudah bisa diajarkan dan berkembang krusial saat masuk SD,” kata Marcelina.

Saat Taman Kanak-Kanak, anak biasanya perlu mengenal suku kata dan angka. Akan tetapi di sekolah dasar, kemampuannya sudah harus jauh lebih baik. Dalam menanamkan kebiasaan menulis memang memberikan tantangan tersendiri. Marcelina menyarankan agar mengajak anak cinta menulis tanpa paksaan, melainkan dengan menyenangkan.

 

 
Paling krusial saat anak kelas 1 SD karena kurikulumnya sudah formal. Dimulai usia 3 tahun sudah bisa diajarkan dan berkembang krusial saat masuk SD.
Marcelina Marcella, M.Psi
 

  

Apabila anak suka ke dapur, coba ajak untuk menuliskan resep. Intinya masukkan aktivitas menulis melalui hal yang menyenangkan bagi anak.

Kenalkan menulis sambil rekreasi, kuis, atau semacam suatu permainan berseri dengan beberapa tugas. Hal ini akan memberikan perspektif kepada anak bahwa menulis itu menyenangkan. Jika anak sudah gembira, maka menulis pun akan jadi kesadaran diri sendiri.

Untuk orang tua maupun guru harus memerhatikan proses dan anak perlu dihargai. ''Jangan pernah membandingkan dengan anak lain karena setiap orang punya kekuatan dan kelemahan masing-masing,'' katanya.

 

photo
Ajari anak rajin menulis (ilustrasi) - (Budi Candra Setya/Antara)

 

Menyenangkan

Tidak kalah penting, libatkan anak dalam interaksi sosial karena akan lebih menyenangkan bagi anak. Tujuan anak ke sekolah juga sering kali bukan semata belajar saja tetapi juga ingin bertemu dan bermain bersama teman.

Tidak hanya tulisan, tapi kegiatan menulis juga dikombinasikan dengan gambar. Misalnya, dengan membentuk tata surya yang dibuat dari koran bekas. "Ini dapat digunakan untuk  mencegah kebosanan dan juga meningkatkan kreativitas," lanjut Marcelina.

Ajarkan anak untuk kreatif dengan menggunakan krayon, spidol atau glitter. Sembari mengajarkan membaca, orang tua bisa mulai mengajari anak menulis sejak usianya tiga tahun atau saat dia sudah mampu menggenggam benda secara stabil. Pertama-tama ajari mereka mengenggam alat tulis berukuran besar semisal krayon. Setelahnya ajari anak menulis sesuai tahapan yang dianjurkan.

"Krayon dianjurkan karena besar dan digenggam. Digenggam lima jari tidak apa-apa kalau masih kecil, lalu ajari anak menggenggam tiga jari. Tulis coretan, lalu buat garis vertikal dan horizontal, lalu garis patah, lengkung, buat geometri sederhana semisal kotak segitiga, lingkaran, sampai usia 5 tahun masih terus latihan," kata dia.

Cara kreatif lainnya seperti ajak anak menulis di buku harian yang diberi sentuhan personal, seperti dilengkapi lagu favorit anak atau gambar yang disukai. "Orang tua bisa melatih anak dari hal-hal kecil dan sederhana," paparnya.

Tak hanya akan memicu daya tarik anak untuk menulis, cara-cara yang kreatif juga bisa membangun kedekatan antara orang tua atau guru dengan anak, sehingga lebih mengerti minat, karakter dan masalah anak.

"Ajak anak untuk kembali menuliskan hasil pembelajaran yang ditangkap ke dalam buku tulis, sehingga dapat memicu otak anak untuk mengingat dan memahami hasil pembelajaran yang diberikan," ujar Marcelina.

Pilih Buku Tulis, Bukan Gawai

Marcelina Marcella, psikolog anak dari Tiga Generasi mengatakan latihan menulis ini sebaiknya dilakukan di buku tulis, bukan di gawai (gadget saja). Bahkan mengenalkan gawai sejak dini justru bisa memicu gangguan bahasa dan komunikasi.

Terlebih perkembangan otak anak sampai usia dua tahun mengalami perkembangan yang sangat pesat. Jadi jika frekuensinya terlalu tinggi, akan menghambat perkembanhan bahasa dan komunikasi, seperti hambatan berbicara atau speech delay.

Sesuai anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO), anak di bawah dua tahun sebenarnya tidak boleh terkena paparan gawai sama sekali. Sedangkan untuk anak berusia 2-5 tahun, maksimal penggunaan hanya satu jam per hari. Tidak ada durasi baku tapi tetap disarankan harus ditentukan dan aktivitas yang diperbolehkan hanya tayangan edukasi serta didampingi orang tua.

Sebaliknya, saat anak menulis di buku, lebih banyak panca indera yang diaktifkan. Selain itu, menulis secara konvensional juga terbukti mampu meningkatkan daya ingat, artinya membuat memori anak jadi lebih baik ketimbang di gawai.

Dibandingkan keyboard, melihat huruf yang ditulis tangan langsung jadi membuat anak melihat kemampuan sendiri, bisa evaluasi. Kemampuan mengenali bentuk huruf juga berbeda. “Di keyboard sudah ada, sementara di kertas, anak jadi dari nol. Anak butuh dari nol jangan yang dibantu-bantu,” kata Marcelina.

Pentingnya aktivitas menulis daripada mengetik dengan keyboard ini pun diperkuat oleh sebuah riset yang dilakukan oleh Profesor Audrey van der Meer pada tahun 2017. Dalam penelitian ini digunakan teknologi Electroencephalography (EEG) untuk merekam dan melacak aktivitas gelombang otak saat anak melakukan kegiatan mengetik dan menulis dengan pena di atas buku tulis.

Hasil dari penelitian Van der Meer mengungkapkan, otak anak-anak lebih aktif jika menulis dengan pena ketimbang keyboard, dan tulisan tangan memberikan otak lebih banyak ruang untuk mengingat. “Kalau gawai justru bisa mengganggu konsentrasi anak, fokus lebih sedikit otomatis bisa mengganggu di sekolah,” ujar Marcelina.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat