Pewarta mengambil gambar terdakwa mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan yang sedang menjalani sidang pembacaan vonis melalui layar virtual di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (24/8). | Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO

Nasional

KPK Masih Ingin Hak Politik Wahyu Dicabut

Majelis hakim banding tak mencabut hak politik Wahyu seperti diminta Jaksa KPK.

JAKARTA—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku telah mengajukan kasasi terkait perkara suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024. Kasus tersebut telah menyeret mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai terdakwa.

"Tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK telah menyerahkan memori kasasi terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fredelina," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, di Jakarta, Rabu (30/12).

Ali mengungkapkan, memori upaya hukum lanjutan tersebut telah diserahkan JPU KPK pada Senin (28/12) lalu. Dia melanjutkan, permohonan kasasi terhadap para terdakwa perkara PAW tersebut langsung diserahkan kepada Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat (PN Tipikor Jakpus).

"Harapan kami tentu Majelis Hakim tingkat Kasasi dapat mengabulkan seluruh permohonan JPU KPK diantaranya terkait pencabutan hak politik atas diri terdakwa," kata Ali.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima permohonan banding jaksa pada KPK atas putusan terdakwa mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan. Putusan banding dicatat pada nomor putusan 37/PID.TPK/2020/PT DKI. Dengan diterimanya permohonan tersebut, semakin menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis enam tahun penjara bagi Wahyu.

photo
Mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan (kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya seusai menjalani sidang dakwaan secara virtual dalam kasus dugaan korupsi penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/5). - (Aprillio Akbar/ANTARA FOTO)

Namun, masih dalam putusan tingkat banding, Majelis Hakim tidak mencabut hak politik Wahyu seperti yang diminta Jaksa KPK. Pasalnya, Wahyu dinilai tidak berkarier dalam dunia politik dan dengan telah dijatuhi pidana pokok tersebut sudah tipis harapan untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi.

"Bahwa terdapat alasan untuk menghargai hak asasi manusia terhadap terdakwa Wahyu Setiawan telah bekerja di KPU dengan mensukseskan Pemilu 2019,” seperti dikutip dari poin pertimbangan.

Kuasa hukum Wahyu Setiawan, Tony Akbar Hasibuan mengapresiasi putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. "Kami mengapresiasi hakim tinggi telah mengutip dalil hukum kontra memori banding kami dalam pertimbangan hukumnya," kata Kuasa Hukum Wahyu Setiawan, Tony Akbar Hasibuan kepada Republika, Rabu.

Ia menilai, wajar putusan banding tak mencabut hak politik Wahyu. Sebab, mantan komisioner KPU tersebut tak berkarier di lembaga politik. "Di mana Pak Wahyu sebagai penyelenggara pemilu dan tidak aktif pada lembaga politik, dan Pak Wahyu juga telah berjasa dalam menyelenggarakan Pemilu 2019 dengan sukses," ujar Tony.

Wahyu terbukti menerima suap Rp 900 juta. Uang itu dia diberikan guna meloloskan caleg PDIP Harun Masiku sebagai anggota DPR menggantikan caleg terpilih atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Dia juga terbukti menerima uang Rp 500 juta dari Sekretaris KPUD Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo. Suap tersebut terkait proses seleksi calon anggota KPUD Provinsi Papua Barat periode 2020-2025. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat