Urwah bin Zubair menemukan bahwa tatkala dirinya shalat begitu khusyuk sampai-sampai operasi amputasi bisa dilakukan. | DOK PIXABAY

Kisah

Kala Urwah Menahan Sakitnya Amputasi

Sebaiknya Anda mengamputasi kakiku saat aku sedang shalat.

OLEH HASANUL RIZQA

 

Urwah berasal dari keluarga yang istimewa. Ayahandanya adalah Zubair bin Awwam, salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga oleh Nabi Muhammad SAW. Adapun ibundanya bernama Asma, seorang shahabiah yang juga putri Abu Bakar ash-Shiddiq.

Urwah bersaudara dengan Abdullah. Ia tak seberuntung kakaknya yang sempat melihat Rasulullah SAW. Antara keduanya berjarak usia sekitar 20 tahun. Abdullah bin Zubair merupakan bayi pertama yang lahir di Madinah al-Munawarah usai hijrahnya Nabi SAW.

Meskipun secara definisi tak termasuk golongan sahabat Rasulullah SAW, Urwah bin Zubair adalah seorang alim yang mulia. Sebagai bagian dari generasi tabiin, cucu Abu Bakar itu masyhur akan sifatnya yang berilmu, zuhud, sekaligus rendah hati.

Di Madinah, dirinya menjadi salah satu dari tujuh orang fukaha terkemuka setempat. Di antara kepakarannya ialah pada bidang hadis. Dalam hal ini, ia menghafalkan banyak hadis dari ayahnya sendiri.

Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi gubernur Madinah, putra pengawal Nabi SAW itu menjadi penasihatnya. Hal itu dilatari kedalaman ilmu sang ulama generasi tabiin itu.

Salah seorang muridnya, Imam az-Zuhri, memberikan kesaksian, “Dia (Urwah bin Zubair) laksana lautan yang tak pernah mengering airnya. Satu dari empat orang Quraisy yang kudapati ilmunya seluas samudra.”

Sementara, itu, Ahmad bin Abdillah al-Iiji mengenangnya sebagai berikut, “Urwah bin Zubair merupakan seorang lelaki yang saleh, tak pernah terlibat dalam fitnah apa pun.”

Pribadinya menjadi teladan bagi generasi sesudahnya. Salah satu kisah yang masyhur mengenai Urwah bin Zubair ialah ketika dirinya harus menjalani penanganan medis yang genting.

 
Salah satu kisah yang masyhur mengenai Urwah bin Zubair ialah ketika dirinya harus menjalani penanganan medis yang genting.
 
 

Saat usianya kian menua, kemenakan ummul mu`minin ‘Aisyah binti Abu Bakar itu mengidap penyakit kanker kulit pada sekitar tumitnya. Sayangnya, sebaran penyakit itu dari hari ke hari kian parah. Bahkan, rasa sakit terus menjalar dari kaki sampai ke betisnya.

Sedikit demi sedikit kakinya yang sebelah kanan mulai membusuk. Para dokter pun semakin mengkhawatirkan kondisi sang tabiin yang saleh itu. Akhirnya, mereka memutuskan untuk mengamputasi bagian kakinya yang busuk. Keputusan itu diambil agar kanker tidak terus menjalar ke kedua kaki atau bahkan seluruh badannya.

Pada malam itu, untuk pertama kali dalam hidupnya Urwah meninggalkan shalat qiyamul lail. Ya, sang alim memiliki kebiasaan untuk bangun malam dan mendirikan shalat sunah, untuk kemudian mengkhatamkan seperempat Alquran hingga subuh menjelang. Seluruh rangkaian ibadah itu terpaksa ditinggalkannya karena dirinya akan menghadapi operasi.

Para dokter dengan lemah lembut membujuknya agar mau meminum minuman keras (khamr). Dengan begitu, ia tidak akan merasa kesakitan selama proses amputasi dilakukan.

Namun, ia enggan melakukannya. “Tak pantas rasanya bila aku menenggak minuman haram sambil mengharapkan kesembuhan dari Allah Ta’ala,” katanya.

Seorang dokter kemudian menawarkannya pilihan lain. “Bagaimana kalau kami memberikanmu obat bius?” tanya ahli bedah itu.

“Wahai dokter, aku justru mengharapkan pahala yang besar dari rasa sakit itu. Aku tidak ingin salah satu anggota tubuhku diambil tanpa terasa sakit sedikit pun,” jawab Urwah.

Sang dokter kemudian meminta belasan orang untuk memasuki ruang operasi. Urwah bertanya, siapakah mereka itu. “Aku telah meminta bantuan mereka agar nanti siap memegangimu. Sebab, rasa sakit amputasi ini boleh jadi membuatmu tak sabar dan lepas kendali,” jelas dokter tersebut.

“Tidak perlu kalian melakukannya. Insya Allah, aku sanggup mengendalikan diriku,” kata Urwah lagi.

Sejurus kemudian, ulama ini mendapatkan ide untuk membantu dokter yang akan memotong kakinya. Ia ingat, dirinya biasanya selalu tenang hanya ketika melaksanakan shalat.

 
Kalau memang tidak ada cara lain, sebaiknya Anda mengamputasi kakiku saat aku sedang shalat.
 
 

“Kalau memang tidak ada cara lain, sebaiknya Anda mengamputasi kakiku saat aku sedang shalat,” ujar Urwah dengan penuh keyakinan.

Para dokter setuju dengan usulan itu. Maka Urwah dipersilakan untuk shalat malam. Proses amputasi pun dilakukan saat itu juga. Mereka berusaha memotong kakinya yang membusuk akibat kanker.

Mula-mula, gergaji digesekkan pada bagian lututnya. Saat para dokter melakukan itu, Urwah diam saja, tak merintih sedikit pun. Benar-benar dirinya khusyuk sehingga tidak terganggu oleh gesekan gerigi gergaji itu.

Setelah proses amputasi usai, para dokter segera mengoleskan bagian yang terpotong itu dengan minyak zaitun yang mendidih. Seketika, Urwah jatuh dan tak sadarkan diri.

Beberapa jam kemudian, dirinya siuman. Dengan lirih, lisannya menggumamkan firman Allah, surah al-Kahfi ayat 62. Artinya, “Sungguh, kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.”

Ujian yang terjadi pada diri Urwah tidak sampai di sana. Menurut sebuah riwayat, pada malam ketika kakinya diamputasi salah seorang anggota keluarganya wafat.

Anak lelakinya yang bernama Muhammad naik ke atas atap untuk membetulkan letak genting. Nahasnya, putra kesayangan Urwah tersebut kehilangan keseimbangan dan jatuh dari ketinggian. Keesokan harinya, Muhammad meninggal dunia.

Pada hari itu, para tetangga, sahabat, dan Muslimin berdatangan ke rumah duka. Mereka menyampaikan bela sungkawa atas wafatnya Muhammad sekaligus menengok keadaan Urwah yang sehabis menjalani operasi.

Kepada para tamu, sosok tabiin itu mengucapkan terima kasih dan berkata, “Segala puji hanya untuk-Mu, ya Allah. Anak-anakku berjumlah tujuh orang, Engkau mengambilnya satu, tetapi Engkau masih menyisakan enam orang untukku. Sebelumnya, aku memiliki dua kaki, lalu Engkau ambil salah satunya dariku. Engkau telah mengujiku, tetapi Engkau jualah yang mengaruniai kepadaku kesehatan.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat