Petugas medis menyiapkan vaksin saat proses simulasi uji coba vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Tapos, Depok, Jawa Barat, Kamis (23/10). | Prayogi/Republika

Opini

Efikasi dan Efektivitas Vaksin Covid-19

Vaksinasi bukanlah segala-galanya untuk menyelesaikan pandemi Covid-19.

TJANDRA YOGA ADITAMA, Guru Besar Paru FKUI dan  Mantan Direktur WHO SEARO

Vaksin Covid-19 telah tiba dan kini jadi salah satu topik pembicaraan utama di dunia dan di negara kita. Setidaknya, ada dua parameter awal utama yang selalu dibicarakan, yaitu keamanan dan kemudian efektivitas/efikasi.

Sesudah itu, barulah orang bicara tentang produksi, pengadaan, penyimpanan, distribusi, dan akseptabilitas publik. Efektivitas dan efikasi sering digunakan bersamaan atau dipertukarkan satu dengan yang lainnya.

Yang lebih banyak dikenal dalam bahasa Indonesia memang  efektivitas sehingga kata ini cukup sering dipakai untuk menjelaskan tentang seberapa besar efek atau manfaat sesuatu hal, dalam hal ini vaksin Covid-19. Sebenarnya, kedua kata ini punya arti berbeda.

Organisasi vaksin dunia GAVI The Vaccine Alliance membahas dua istilah ini dengan jelas. Efikasi adalah seberapa besar vaksin dapat mencegah penyakit atau mungkin juga mencegah penularan, dalam situasi ideal pada suatu penelitian yang terstruktur baik.

 
Sementara itu, efektivitas adalah seberapa besar manfaat/efek vaksin kalau sudah digunakan luas di masyarakat, bukan hanya di skala penelitian.
 
 

Maksudnya, kalau dalam suatu uji klinik fase tiga kita membandingkan kelompok yang dapat suntikan vaksin dengan kelompok yang dapat suntikan plasebo, maka hasilnya disebut efikasi. 

Sementara itu, efektivitas adalah seberapa besar manfaat/efek vaksin kalau sudah digunakan luas di masyarakat, bukan hanya di skala penelitian.

Efikasi

Dalam beberapa waktu terakhir ini, kita dengar berbagai pimpinan perusahaan produsen vaksin mengumumkan bahwa  vaksin mereka sekian persen efektif, berdasar data sementara dari hasil uji klinik fase tiga yang masih berjalan.

Data sementara ini, karena baru berdasar sekitar dua bulan pengamatan, kemudian dipakai untuk mengajukan izin edar sementara dalam bentuk emergency use of authorization (EUA) yang beberapa negara sudah mengeluarkannya.

Bahkan, dengan mengemukakan angka efikasi yang tinggi saja maka nilai saham perusahaan sudah naik sehingga ini bukan hanya masalah kesehatan tapi berdampak juga pada pasar modal.  

Sebenarnya, kalau suatu uji klinik mendapatkan efikasi pasien 90 persen misalnya, maka itu artinya adalah ada 90 persen pengurangan kemungkinan terjadinya penyakit pada kelompok yang divaksinasi dengan kelompok yang dapat plasebo.

Angka ini, belum tentu akan benar-benar terjadi kalau vaksin sudah digunakan luas di mana kita akan dapat menilai efektivitasnya. Angka yang diperoleh dalam efikasi dapat lebih besar dari efektivitas sebenarnya di lapangan.

Ini terjadi karena pada suatu penelitian uji klinik maka relawan yang dipilih ikut diseleksi ketat, dicek kesehatannya secara baik dan kalau ada efek samping segera terdata dan di tata laksana dengan cermat.

 
Angka yang diperoleh dalam efikasi dapat lebih besar dari efektivitas sebenarnya di lapangan.
 
 

Vaksin juga disimpan dengan sistem yang amat terjaga baik di lokasi penelitian dan tidak perlu dikirimkan ke banyak sekali tempat sebelum disuntikkan.

Juga, relawan penelitian bisa saja hanya kelompok umur tertentu atau kelompok masyarakat tertentu yang belum tentu menggambarkan variasi pola masyarakat yang lebih luas. Karena itu, hasil efikasi di uji klinik bisa berbeda dengan angka efektifitas di lapangan.

Salah satu contoh penilaian efikasi adalah laporan ilmiah pada jurnal internasional berreputasi tinggi New England Journal of Medicine pada 10 Desember 2020.  

Vaksin yang masih bernama BNT162b2 buatan Pfizer dan BioNTech  diteliti pada 43.548 relawan, sebanyak 43.448 mendapat suntikan yang terdiri atas  21.720 orang dapat suntikan vaksin BNT162b2 dan 21.728 dapat suntikan plasebo.

Ternyata, hasil interim mereka menemukan, delapan  kasus Covid-19 pada mereka yang dapat suntikan vaksin dan terjadi 162 kasus Covid-19 pada yang dapat suntikan plasebo. Jadi dari total 170 kasus Covid-19 pada penelitian ini, 162 yang dapat suntikan plasebo menjadi sakit.

Kalau kita bagi angka 162 dengan 170 maka didapatkan angka efikasi vaksin ini sebesar 95 persen. Kesimpulan penelitian ini, pemberian dua dosis vaksin BNT162b2 buatan Pfizer dan BioNTech memberi 95 persen proteksi terhadap COVID-19 pada mereka yang berusia 16 tahun ke atas.

Keamanan dalam penilaian selama median dua bulan pengamatan adalah sama dengan keamanan vaksin viral lainnya. Harus diingat bahwa penelitian ini melibatkan lebih dari 40 ribu relawan, jumlah yang cukup besar.

Contoh lain adalah vaksin Moderna yang mengikutkan lebih dari 30 ribu relawan untuk penelitiannya. Laporan sementara pada 30 November 2020 oleh pimpinan perusahaannya menyebutkan, dari seluruh relawan yang sudah disuntik ternyata terjadi 196 kasus COVID-19.

Sebanyak 185 di antaranya adalah mereka yang mendapat suntikan plasebo dan 11 yang dapat suntikan vaksin Covid-19 mereka. Artinya, 185 kasus dibagi total 196, jadi vaksin Moderna ini punya efikasi sekitar 94,1 persen.

Hasil lain dari penelitian mereka adalah ditemukannya 30 kasus Covid-19 yang berat dan semuanya ada dalam kelompok yang dapat suntikan plasebo. Jadi, walaupun diantara mereka yang dapat suntikan vaksin ada yang kemudian sakit tapi ak ada satupun dalam kategori Covid-19 berat.

Tentu saja, penelitian-penelitian ini masih terus berjalan dan kita akan lihat perkembangan hasil selanjutnya

Efektivitas

Kalau vaksin sudah diberikan pada jutaan (atau ratusan juta) rakyat, mungkin saja termasuk mereka dengan gangguan kesehatan tertentu atau di luar kelompok umur yang di teliti yang mungkin akan memengaruhi angka kesuksesan vaksinasi.

Belum lagi, kalau ada masalah dalam penyimpanan dan distribusi ke pelosok negeri maka mungkin saja mutu vaksin jadi terganggu dan kembali hasil kesuksesan atau efektifitas mengurangi kemungkinan jadi sakit, dapat berkurang pula.

Jadi walaupun produsen atau bahkan hasil penelitian sudah mengemukakan angka efikasi vaksin Covid-19 maka harus diikuti dengan penilaian seberapa besar sebenarnya efektivitas vaksin itu sesudah digunakan luas. 

Untuk ini, perlu tersedia data surveilans epidemiologi yang tepat, serta dilakukan studi observasional. Disebut observasi karena memang tidak ada rancangan siapa yang harus divaksin dan siapa yang tidak, hanya diobservasi saja bagaimana hasilnya.

Tentu harapannya kejadian sakit akan jauh lebih sedikit pada mereka yang divaksin daripada yang tidak. Dapat disampaikan di sini bahwa vaksin tidak harus selalu perlu punya angka efektivitas yang tinggi. Vaksin influenza misalnya, efektivitasnya sampai sekitar 60 persen dan ternyata sudah berhasil menyelamatkan ribuan orang di dunia setiap tahunnya.

 
Seperti sudah berulang kali dikemukan, vaksinasi bukanlah segala-galanya untuk menyelesaikan pandemi Covid-19.
 
 

Kita masih akan menunggu hasil efikasi dari berbagai vaksin yang sekarang sudah masuk dalam fase tiga. Hasil-hasil interim (sementara) yang akan mereka keluarkan biasanya baru berdasar hasil penilaian sekitar dua bulan lamanya, baik tentang efikasi maupun keamanan.

Waktu pengamatan sementara sekitar dua bulan ini oleh para pakar dianggap cukup memadai, apalagi di masa pandemi seperti sekarang di mana keputusan tentang vaksinasi perlu segera dikeluarkan.

Dengan berjalannya waktu, mungkin saja akan ada angka-angka efikasi yang baru, demikian juga tentang aspek keamanannya. Di sisi lain, angka efektivitas baru akan kita lihat belakangan, setelah vaksin disuntikkan pada masyarakat luar di berbagai negara di dunia ini.

Seperti sudah berulang kali dikemukan, vaksinasi bukanlah segala-galanya untuk menyelesaikan pandemi Covid-19.

Sementara ini, protokol kesehatan harus tetap dijaga dengan ketat dan para ahli juga terus melakukan upaya meneliti, mengembangkan, dan mencoba menemukan teknik diagnostik dan pengobatan penyakit ini, serta metode baru pengendalian di masyarakat luas. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat