KH Nur Iskandar SQ (kiri). | ANTARA FOTO

Khazanah

KH Noer Muhammad Iskandar SQ Tutup Usia

KH Noer Muhammad Iskandar SQ berpulang ke rahmatullah bukan karena Covid-19.

 

JAKARTA -- Kabar duka datang dari pihak keluarga Dr KH Noer Muhammad Iskandar SQ. Sang pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Asshiddiqiyah, Jakarta Barat, tersebut meninggal dunia pada Ahad (13/12). Hal itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama (NU) atau Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar NU, KH Abdul Ghaffar Rozin.

“Kami ikut berduka atas berpulangnya KH Nur Muhammad Iskandar SQ, pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Jakarta Barat. Semoga seluruh amal baik almarhum diterima Allah SWT, semoga seluruh khilaf almarhum diampuni-Nya, dan beliau memperoleh tempat yang layak di sisi-Nya," ucap dia saat dihubungi Republika, kemarin.

Gus Rozin mengatakan, pihaknya telah menyebarkan pesan kepada seluruh jajaran PBNU serta kaum Muslim, khususnya warga Nahdliyin, mengenai kabar duka ini. Di samping itu, ia meminta mereka agar melaksanakan shalat ghaib untuk almarhum KH Noer Muhammad Iskandar. “Saya sedang mengoordinasikan kawan-kawan untuk shalat ghaib dan lain-lain," ujarnya.

Ia menegaskan, Kiai Noer Muhammad berpulang ke rahmatullah bukan karena Covid-19. Namun, diakuinya, wafatnya almarhum disebabkan penyakit yang lain. Hingga berita ini ditulis, belum bisa dipastikan apakah sang dai kondang itu meninggal dunia di rumahnya atau dalam perawatan medis di rumah sakit.

Ketua Pengurus Wilayah NU Provinsi Jawa Barat KH Hasan Nuri Hidayatullah mengucapkan terima kasih atas doa-doa kebaikan yang mengalir untuk diri almarhum. Salah satu menantu Kiai Noer Muhammad itu menjelaskan, bapak mertuanya meninggal dunia pada pukul 13.41 WIB, Ahad (13/12).

Leres, mohon doanya untuk almarhum,” kata Gus Hasan, sebagaimana dilansir Republika dari laman resmi NU, kemarin.

Seperti dikutip dari laman Asshiddiqiyah.com, Dr KH Noer Muhammad Iskandar SQ lahir dari pasangan Kiai Iskandar dan Nyai Rabiatun pada 5 Juli 1955 di Sumber Beras, Banyuwangi, Jawa Timur. Sosok yang akrab disapa Abah Noer itu memulai pendidikannya di madrasah ibtidaiyah.

Selanjutnya, ia meneruskan rihlah keilmuannya di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri , Jawa Timur. Lembaga tersebut kala itu diasuh KH Makhrus Aly. Selama menjadi santri, dia pernah memimpin Ikatan Santri Banyuwangi.

Begitu lulus dari sana pada 1974, Noer muda hijrah ke Jakarta. Di sana, ia meneruskan studi di Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta. Selama tinggal di Ibu Kota, Kiai Noer terbilang sukses dalam mengembangkan pondok pesantren yang tetap mempertahankan kultur dasarnya meskipun berlokasi di kota besar.

Sang kiai menikah dengan Hj Siti Nur Jazilah, putri KH Mashudi, asal Tumpang, Malang, Jawa Timur. Istrinya itu diketahui pernah memimpin Pondok Pesantren Putri Cukir di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.

Dari waktu ke waktu, Ponpes Asshiddiqiyah yang didirikan Abah Noer terus berkembang. Bahkan, hingga kini lembaga tersebut sudah memiliki sebanyak 11 cabang. Seluruhnya tersebar merata, baik di dalam maupun luar DKI Jakarta. Sistem pembelajaran yang diterapkan di Ponpes Asshiddiqiyah ialah perpaduan antara corak klasik dan modern.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat