Subroto | Daan Yahya | Republika

Narasi

Mengincar Juara Ketiga

Karena sering menang lomba, aku sedikit banyak tahu trik memenangkan lomba tulis.

 

SUBROTO, Jurnalis Republika

Aku senang ikut lomba menulis. Ada kebahagiaan tersendiri jika ikut lomba penulisan. Apalagi kalau menang.

Sejak mulai dari calon repoter aku sudah ikut lomba penulisan.  Saking seringnya aku menang, teman-teman menjuluki sebagai spesialis menang lomba. Jadi kalau aku nulis ficer,  pasti ada yang nanya.

“Ikut lomba apalagi nih ?“

Sudah lumayan banyak aku menang lomba. Sejak mulai jadi reporter sampai ‘gantung pena’ tahun 2016,  sudah lebih dari 25 lomba  menulis yang aku menangkan. Jumlah persisnya aku lupa.

Kebanyakan  lomba yang kuikuti  khusus untuk wartawan. Hanya beberapa untuk kategori umum.

 
Aku selalu mengambil topik yang menarik dan belum pernah ditulis orang lain. Lebih bagus lagi kalau tingkat kesulitannya tinggi.
 
 

Temanyapun bermacam-macam, kesehatan, lingkungan, sosial, resensi buku, seni, olahraga, sampai sampai keluarga berencana. 

Kadang aku mempersiapkan tulisan dalam hitungan hari,  minggu, bahkan  kadang lebih dari sebulan. Yang paling lama melakukan reportase dan mengumpulkan bahannya. Soal menulis lebih gampang, sebentar saja.

Tapi pernah juga baru tahu informasi sebuah lomba ketika beberapa jam menjelang deadline. Itu lomba menulis artikel untuk umum yang tak perlu dimuat di media massa. Aku hanya punya waktu kurang dari tiga jam untuk mengumpulkan bahan-bahan dan menuliskannya. Hasilnya  aku juara pertama.

Karena sering menang lomba, aku sedikit banyak tahu trik memenangkan lomba tulis. Aku selalu mengambil topik yang menarik dan belum pernah ditulis orang lain. Lebih bagus lagi kalau tingkat kesulitannya tinggi.

Aku juga selalu melengkapi  tulisanku dengan narasumber yang banyak.  Aku usahakan tulisan adalah hasil liputan di lapangan,  bukan cuma wawancara saja. 

Saat menulis aku selalu berusaha bagus. Tak boleh ada salah sedikitpun. Jadi  apapun yang kutulis, pada dasarnya sudah siap diikutsertakan lomba. Tinggal menyesuaikan temanya saja. Kalau cocok kirim.

 
Di antara lomba-lomba itu,  ada satu yang paling sulit bagiku untuk memenangkannya.  Saat itu aku hanya mengincar juara ketiga. Koq bisa?
 
 

Hadiah lomba itu lumayan juga.  Kebanyakan dalam bentuk uang. Hadiah uang terbesar yang pernah aku menangkan adalah Rp 20 juta pada tahun 2004. Selebihnya aku pernah memenangkan tiga buah sepeda motor,   tablet, Ipad, laptop, dan lainnya.

Di antara lomba-lomba itu,  ada satu yang paling sulit bagiku untuk memenangkannya.  Saat itu aku hanya mengincar juara ketiga. Koq bisa?

Ceritanya anak pertamaku  Salma  meminta tablet untuk menggantikan Ipadnya yang juga aku berikan dari hadiah lomba.  Pada saat yang sama kebetulan ada lomba yang diselenggarakan oleh Taman Mini Indonesia Indah (TMII).  Hadiahnya juara satu kamera, juara dua laptop, dan juara ketiga tablet.

Aku harus memenangka juara ketiga. Biar hadiahnya bisa langsung kuserahkan ke anakku. Sebetulnya, bisa saja aku mengincar juara pertama. Hadiahnya tinggal dijual dan dibelikan tablet, masih ada sisa lagi. Tapi aku tak mau ribet.

Ceritanya agak-agak mirip dengan film Iran berjudul  Children of Heaven yang dirilis tahun 1997. Film drama keluarga yang disutradarai Majid Majidi itu bercerita tentang  seorang anak bernama Ali dan adiknya Zahra yang berasal dari keluarga miskin. Mereka terpaksa bergantian memakai sepatu ke sekolah karena Ali menghilangkan sepatu Zahra. 

Suatu hari ada pengumuman lomba  lari antarsekolah. Hadiah buat juara ketiga adalah sepasang sepatu. Ali ikut mendaftar lomba. Targetnya adalah menjadi juara ketiga agar mendapat hadiah sepatu.

Sayangnya Ali berlari terlalu cepat. Ia menjadi juara satu dan gagal mendapatkan hadiah sepatu yang diinginkannya. Film yang mengaduk emosi ini mendapat nominasi  Piala Oscar, untuk kategori  Best Foreign Language Film.

Aku tak mau ‘gagal’ seperti Ali. Yang agak sulit adalah mengukur agar tulisanku bisa menang juara ketiga. Jika tulisan terlalu bagus, nanti akan jadi juara pertama atau juara kedua. Jika jelek, kemungkinan tidak akan menang.

Lomba menulis yang digelar TMII adalah dalam rangka HUTnya. Aku  merasa cocok dengan tema yang disyaratkan. Tak terlalu menampilkan produk. Dan lagi aku setuju dengan keberadaan TMII. Menurutku TMII itu adalah tempat yang bagus untuk belajar bagi  anak-anak . Dengan berkunjung ke TMII, anak-anak bisa belajar banyak tentang Indonesia, tanpa perlu pergi berkeliling Indonesia.

Mulailah aku mengumpulkan bahan-bahan tulisan. Berita-berita tentang TMII aku baca dari berbagai sumber. Website TMII juga aku buka-buka. Banyak informasi yang kudapat untuk memperkaya tulisanku.

Aku datang ke TMII, melakukan observasi, dan mewawancarai sejumlah pengunjung. Aku juga mewawancarai  Manajer Informasi TMII. Untuk memperkaya tulisan aku mengutip komentar Seong- Yong Park, pakar dunia tentang warisan budaya sekaligus Wakil Dirjen Intangible Cultural Heritage in the Asia-Pacific Region,  yang bicara soal TMII.

Akhirnya tulisan selesai. Dimuat di republika.co.id dengan judul TMII, Contoh Dunia Melestarikan Budaya,  tanggal Rabu 30 April 2014. Aku segera kirim naskahnya ke panitia lomba. 

Tinggal menunggu pengumuman.  Biasanya setelah mengirim tulisan, aku akan melupakannya. Jika panitia menghubungi, berarti tulisanku menang. Bila tidak, pastilah kalah.

Dua minggu kemudian, aku dikontak panitia. Dia mengatakan bahwa tulisanku masuk nominasi juara. Pengumuman akan dilakukan di TMII Jakarta.

Acara peyerahan hadiah digabungkan dengan acara lain. Suasana ramai. Aku harap-harap cemas menunggu pengumuman. Diam-diam  aku berdoa semoga bukan juara satu atau dua. Biarlah juara pertama dan kedua untuk peserta lain. Mungkin mereka lebih membutuhkan kamera atau laptop. Aku pilih tablet saja.

Panitia mengumumkan, nominator juara terpilih dari lebih dari 100 karya yang masuk. Pesertanya wartawan dari seluruh Indonesia.

Yang diumumkan pertama adalah juara kedua. Pemenangnya dari Harian Waspada Medan. Syukurlah, bukan aku. Tapi aku makin deg-degan karena salah satu akan jadi juara pertama. Tinggal tersisa aku dan wartawan Media Indonesia.  

Belum pernah aku menunggu pengumuman setegang ini. Biasanya pasrah saja mau juara berapa.  Yang penting menang.

MC melanjutkan pengumuman. “Juaranya  pertama adalah…. Media Indonesia…..”

Aku girangnya bukan main.  Dari bangku tempat duduk aku langsung berteriak gembira. 

“Alhamdulillah….” seruku tanpa peduli suasana sekeliling yang ramai.

“Selamat ya. Juara pertama ya Mas ?” tanya seorang ibu yang duduk  di sebelahku.

“Nggak bu,  juara  tiga,” jawabku riang.

“Eh, aneh. Dapet  juara ketiga koq  malah girang banget,” balasnya.

Aku maju menerima hadiah tablet.  Gembiraku melebih pemenang pertama dan kedua. Wajah mereka tampak biasa-biasa saja. Aku menebar senyum,  serasa akulah pemenang pertamanya.

Tips menang lomba penulisan

- Buat tulisan yang sesuai dengan tema yang dilombakan

- Tulisan sesuai dengan persyaratan, misalnya artikel, berita,  atau ficer 

- Cari topik dan angle yang  baru dan unik

- Jika tulisan harus dimuat di media massa, usahakan baca-baca dulu tulisan peserta lain

- Usahakan tulisan berasal dari reportase di lapangan

- Pilih narasumber  yang kredible

- Perkaya tulisan dengan data hasil dari riset pustaka

- Jangan ada kesalahan data ataupun typo

- Kirim tulisan di akhir-akhir deadline

- Penuhi persyaratan administratif lomba 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat