Ketua KPK Firli Bahuri memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka kasus suap pengadaan bantuan sosial penanganan Covid-19 di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Ahad (6/12/2020). | GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO

Opini

Ancaman KPK

Tak heran jika ancaman KPK menghukum mati koruptor dana Covid-19 akan dimaknai positif oleh rakyat.

ASEP SUMARYANA, Kepala Departemen Administrasi Publik FISIP-Unpad

Korupsi dana Covid-19 menggiring menteri sosial (mensos) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Ketua KPK pernah berjanji akan menghukum mati pihak yang menyelewengkan dana bencana nonalam ini.

Boleh jadi, ancamannya dapat direalisasikan mengingat menggasak dana itu terlalu zalim untuk dilakukan. Ketika orang banyak kehilangan pekerjaan akibat PSBB, bantuan sosial sangat diperlukan untuk menyambung hidup.

Ancaman di atas disampaikan dalam kondisi normal, saat belum ada yang terjerat kasus ini atau mungkin tak disangka terjadi hal di luar dugaan. Pernyataan petinggi KPK bisa menjadi kebijakan yang harus direalisasikan untuk menjaga muruah lembaga.

Namun, dalam setiap kebijakan, implementasi tak semudah pernyataan yang keluar. Beragam hal menentukan. Realisasinya bisa berujung jauh panggang dari api.

Mumpuni

Snyder (1996) menulis, courage atau keberanian mewujudkan visi berbingkai nilai, menjadi penting pada sosok pemimpin. Tak heran, banyak yang gagal mewujudkannya karena ketidaksanggupan berhadapan dengan pihak perkasa di sekitarnya.

Bisa jadi karena ketidakcerdasan emosi dan sosial kendati secara intelektual mumpuni. Pemaduan ketiganya, menurut Goleman (2004), menjadi penting agar pemimpin tak gentar sepanjang bertumpu pada aturan yang memayunginya.

Paduan di atas penting untuk menyusun sasaran yang ingin dicapai. Sutor (1991) menyatakan, sasaran pun harus mempertimbangkan modalitas yang dimiliki. Saat akuntabilitas, transparansi, dan netralitas dapat diwujudkan, berarti SDM di dalamnya berintegritas.

 
Saat akuntabilitas, transparansi, dan netralitas dapat diwujudkan, berarti SDM di dalamnya berintegritas.
 
 

Ini penting, mengingat kegagalan mencapai tujuan sering terkait kelemahan di kedua aspek tersebut. Tak berlebihan jika kemumpunian pemimpin dimaksudkan agar mampu melangkah sigap dan konsisten untuk mencapai saran yang ditetapkan.

Dengan cara itu, dia tak tergoda tekanan, rayuan, dan gangguan dari lingkungan yang ada. Tatkala dia terganggu sehingga keputusannya berubah, bukan hanya dirinya yang tercoreng melainkan juga institusi yang dipimpinnya serta institusi asal dirinya bernaung.

Mencermati hal di atas, kemampuan mengukur diri serta lingkungan menjadi penting agar tak mudah membuat peryataan tanpa mampu mewujudkannya. Lingkungan, menurut Kast (1981), menjadi penting karena sering mewarnai keputusan yang diambil.

Boleh jadi, gerakan KPK berada di ujung mata banyak pihak yang berkepentingan. Tidak hanya sorotan rakyat, tetapi juga pihak terkait yang bersinggungan dengan tugas pokok KPK itu sendiri. Semuanya bisa tidak sejalan dalam menyikapi langkahnya.

 
Tak heran jika ancaman KPK menghukum mati koruptor dana Covid-19 akan dimaknai positif oleh rakyat.
 
 

Tak heran jika ancaman KPK menghukum mati koruptor dana Covid-19 akan dimaknai positif oleh rakyat dan pihak yang tidak terlibat, tetapi bisa berbeda dengan pihak yang terlibatnya. Pihak-pihak di atas bisa menjadi dua kubu yang berseberangan.

Ketika KPK menunaikan ancamannya, bisa mendapat reaksi dari kelompok yang terancam kendati rakyat pasti mendukungnya.

Dampaknya, ketika perlawanan menggunakan kekuatan lebih besar, ancamannya bisa batal ketika keberaniannya tak maksimal. Bila demikian, cemooh rakyat bisa terus bergema dan menuding beragam hal negatif terhadap lembaga antirasuah.

Dirigen

Agar pernyataannya bertuah, pemimpin KPK untuk tak mudah melakukan gerakan yang tak dapat diikuti anggotanya. Ibarat dirigen, dirinya bertugas mengharmonisasikan gerakan seluruh komponen berdasarkan modalitas yang dimiliki serta tugas setiap elemen.

Untuk menguatkan tugas pokoknya, pelibatan sejumlah elemen menjadi penting. Akademisi memiliki kontribusi dengan sejumlah kajian dan ajaran yang disampaikan kepada mahasiswanya agar tidak menebarkan bibit korupsi melalui perilaku keseharian di kampus.

Melalui tokohnya, masyarakat diingatkan kembali akan gejala korupsi serta pupuknya, agar dapat dihindari dan pasang pagar yang mampu menahan penyebarannya. Tugas agamawan, yakni berdakwah agar perilaku sesat ini tidak menggiurkan jamaahnya.

Lewat bantuan media, praktik sesat ataupun terpuji patut dipublikasikan. Dengan begitu, semakin banyak orang berbuat baik dan mampu menjadi benteng pertahanan moral agar ancaman KPK lebih ditakuti serta didukung seluruh rakyat.

 
Semakin banyak orang berbuat baik dan mampu menjadi benteng pertahanan moral agar ancaman KPK lebih ditakuti serta didukung seluruh rakyat.
 
 

Kemampuan pihak-pihak di atas, patut bisa diserap juga oleh sanubari keluarga pejabat publik agar membentuk kebanggaan bahwa pejabat yang baik adalah yang jujur dan mampu melawan praktik korupsi.

Di samping itu, keluarga seperti itu diperkokoh moralnya supaya tidak menjadi lingkungan sosial yang mudah disusupi bisikan, untuk memengaruhi pejabat agar mau kongkalikong dalam pelanggaran dan memudarkan integritasnya.

Boleh jadi, hasutan untuk korupsi tak hanya menembak figur pejabat, tapi juga keluarga dan lingkungan parpol yang mengelilinginya. Petinggi parpol berkewajiban menyeleksi dan membina kadernya untuk tidak membiasakan praktik keliru itu.

Seluruh elite patut menjadi dirigen di organisasi yang dipimpinnya untuk tetap menjiwai “Indonesia Raya” serta “Padamu Negeri” agar ancaman KPK bertuah dan korupsi mensos adalah yang pamungkas. Semoga demikian adanya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat