Bertahan di tengah badai resesi (ilustrasi) | Freepik

Keluarga

Bertahan di Tengah Resesi

Hadapi resesi dengan beralih ke gaya hidup yang lebih hemat.

Keprihatinan akibat pandemi Covid-19 seakan tak pernah habis. Setelah mengalami kegagalan pada bisnisnya di bidang perikanan, pemuda warga Semarang, Jawa Tengah, Arfian Setyo Nugroho pun harus benar-benar mampu memanfaatkan berbagai peluang, tepatnya setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan Indonesia mengalami resesi akibat pandemi.

“Saya sangat terdampak, terutama saat Presiden Joko Widodo mengumumkan Indonesia resesi, beberapa proyek saya langsung tertunda,” ungkap Arfian saat berbincang bersama Republika pekan lalu.

Laki-laki berusia 26 tahun itu menceritakan perjalanannya, setelah gagal berwirausaha, dia pun banting setir membuka jasa penyediaan interior dan bergabung dengan event organizer. Namun, sesaat setelah mulai dari nol lagi, resesi Indonesia membuat satu proyek interior terbesarnya mandek dan belum tahu lagi kapan bisa berjalan.

Laki-laki lulusan jurusan perikanan itu tak menyangka jika resesi ternyata benar-benar terimbas kepada hidupnya, terutama kepada sumber-sumber penghasilannya. Pada awalnya, seperti orang biasa, dia tak menaruh perhatian penuh dengan kabar-kabar mengenai resesi yang akan dialami Indonesia. “Ternyata resesi ini berpengaruh juga terhadap saya meskipun tidak secara langsung,” tutur Arfian.

Belajar dari kegagalan sebelumnya, bapak beranak satu itu beruntung telah menyiapkan dana darurat. Setelah gagal berwirausaha, dia bekerja di bidang interior dan event organizer untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya sambil mengumpulkan dana darurat lagi.

Dia menyadari, sebagai kaum milenial yang dikenal suka bergaya hanya untuk media sosial, dia dan keluarga istrinya harus benar-benar mengencangkan ikat pinggang. Dia pun mengubah gaya hidup kesehariannya ke gaya hidup yang lebih hemat.

Misalnya, mengurangi beberapa pos anggaran seperti nongkrong yang tidak produktif, belanja bahan pokok yang lebih murah seperti mengganti daging sapi ke daging ayam atau tahu dan tempe, dan mengurangi penggunaan popok bayi hanya dengan mempergunakannya pada saat malam hari.

Selain itu, dia juga terus mencari berbagai peluang yang ada di hadapannya. Dalam jangka waktu terdekat, dia terus mengupayakan berbagai kesepakatan banyak instansi dengan event organizer-nya, mengingat saat ini acara mulai bisa diberlakukan meskipun secara virtual.

Pemanfaatan aset-aset yang dia miliki pun tak luput dilakukannya. Karena memiliki kamera dan laptop yang mumpuni, dia pun berinisiatif untuk menjalin kerja sama dengan para Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang sama-sama tengah diterpa badai resesi. Dia berencana untuk menawarkan jasa foto dan video produk-produk UMKM dengan harga yang terjangkau bagi para UMKM. “Saya memiliki keinginan untuk mengajak UMKM bekerja sama. Saya punya kamera dan laptop yang bisa saya gunakan untuk membantu mereka. Jadi kita sama-sama bertahan,” jelas Arfian.

Dia tak memungkiri akan ada kemungkinan-kemungkinan terburuk lainnya yang akan datang menerpanya. Misalnya tak ada lagi orang yang mau menerima jasanya, atau semakin banyaknya proyek yang mandek karena ekonomi yang tak kunjung membaik.

Jika mengalami kondisi demikian, jalan terakhir bagi dia adalah menjual beberapa asetnya. Namun, Arfian mengaku dia tak akan melakukannya, mengingat saat ini pasti akan jarang ada orang yang mau membeli.

Oleh karena itu, dia pun lebih optimistis untuk terus berkarya dan meniti apa yang dia kerjakan saat ini. “Saya optimistis ke depan nanti kita semua akan bisa melewati badai ini, tentunya dengan strategi, manajemen keuangan, dan semangat untuk bekerja lebih giat lagi untuk melalui ini,” tutur dia.

 

 

photo
Bertahan di tengah badai resesi (ilustrasi) - (Pixabay)

Matangkan Keuangan Keluarga

Menurut penasihat rencana keuangan yang merupakan pendiri Shila Financial, Ila Abdulrahman, resesi sebenarnya tak berpengaruh terhadap orang-orang yang telah memiliki perencanaan keuangan. Sebab, orang-orang yang telah memiliki perencanaan keuangan biasanya telah memiliki dana darurat untuk bertahan hidup.

“Masalahnya, banyak dari kita yang belum sadar akan perencanaan keuangan. Jadi kalau misalnya terdampak, baik PHK, penurunan pendapatan, maka sesuaikan gaya hidup dengan gaji yang baru,” tutur Ila kepada Republika.

Namun, Ila menekankan, tentunya penyesuaian itu tidak akan mengubah porsi atau takaran peruntukan keuangan. Porsi peruntukan keuangan yang disarankannya, baik di luar masa pandemi maupun di masa pandemi, adalah 10 persen untuk sedekah, infak, dan sosial, kemudian 20 persen untuk menabung atau berinvestasi. Sementara, 30 persen untuk membayar cicilan utang produktif. Lalu, sisanya, 40 persen diperuntukkan hidup sehari-hari.

Ila memberikan contoh pada seseorang yang mengalami penurunan gaji bulanan. Misalnya, gaji awal adalah Rp 10 juta dan berkurang menjadi Rp 7 juta. Padahal, setiap bulan ada cicilan produktif sebesar Rp 3 juta.

“Otomatis itu dana Rp 3 juta sudah hilang. Maka hal yang bisa dilakukan adalah meminta relaksasi atau restruktur kredit pada instansi yang terkait. Artinya, mengajukan diperpanjang masa waktu pinjamannya yang akhirnya nilai angsuran akan turun,” jelas dia.

Opsi keringanan lainnya adalah dengan meminta penundaan pembayaran kredit. Namun, jika memang benar-benar tak bisa menggunakan opsi ini, maka perlu mengurangi biaya hidup yang lain.

Ila menyarankan bagi keluarga yang benar-benar tak ada jalan lagi untuk melihat di sekelilingnya, yaitu apa saja yang masih bisa diuangkan. Misalnya, kita bisa membuka garage sale untuk barang-barang konsumtif dan tidak digunakan lagi. Penyesuaian gaya hidup itu juga penting diterapkan pada pola makan sehari-hari.

Penurunan gaji pun mempengaruhi uang belanja istri di rumah. “Lakukan penyesuaian, misalnya biasa masak daging, bisa diganti daging ayam yang lebih murah,” ungkap dia.

Opsi lainnya adalah mencari penghasilan tambahan. Menurutnya, tak semua usaha di masa pandemi ini mengalami kegagalan. Ada beberapa jenis usaha yang justru saat ini memiliki peluang yang baik. Misalnya, bisnis jasa layanan antar atau kurir, makanan, dan jasa di bidang kesehatan. Membuat masker dan menjualnya, kata dia, bisa menambah pendapatan tambahan di masa pandemi seperti sekarang ini.

Bidang lain yang saat ini mulai digeluti banyak orang adalah kegemaran bercocok tanam. “Bisa memanfaatkan orang-orang yang hobi bertanam, memelihara cupang, dan lain-lain sebagai sumber penghasilan baru,” jelas dia.

Sayangnya, ada sejumlah tantangan yang dihadapi para keluarga milenial. Salah satunya adalah jika mereka adalah millenial yang juga menjadi generasi sandwich atau generasi yang juga menopang hidup orang tua.

Ketika mereka mengalami PHK atau mengalami penurunan gaji, maka tak heran hal itu membuat mereka stres. Alhasil, mereka memilih pelarian ke internet dan pendingin ruangan (AC) yang membuat biaya kuota menjadi bengkak dan biaya listrik yang ikut membengkak.

“Makanya itu perlu disiasati lagi bagaimana caranya ketika kerja dari rumah atau harus kreatif dari rumah agar tidak membengkak,” ungkap Ila.

Ila mengatakan, sebaiknya masing-masing keluarga memiliki dana darurat atau dana yang dikeluarkan pada saat kondisi darurat. Artinya, ketika ada kondisi darurat, maka dana tersebut bisa langsung diambil.

Oleh karenanya, dia menganjurkan kepada keluarga generasi millenial untuk mempersiapkan dana darurat dalam bentuk likuid yang mudah diambil, ketimbang investasi yang membutuhkan waktu yang lama untuk mengambilnya. “Dana darurat itu memang lebih baik disimpan di tabungan, atau logam mulia, dan ketika butuh bisa langsung dijual,” ujar Ila.

 
Dana darurat itu memang lebih baik disimpan di tabungan, atau logam mulia, dan ketika butuh bisa langsung dijual.
Ila Abdulrahman
 

Porsi dana darurat pun berbeda-beda. Bagi orang yang belum menikah, dana darurat yang harus tersedia berjumlah tiga kali sampai empat kali jumlah pengeluaran. Sementara, bagi orang yang menikah dan belum memiliki momongan, dana darurat yang harus tersedia idealnya adalah empat kali sampai enam kali jumlah pengeluaran per bulan.

Lalu, bagi orang yang telah menikah dan memiliki dua anak, maka dana darurat yang harus tersedia adalah sembilan kali pengeluaran per bulan. Dan bagi yang memiliki lebih dari dua anak, harus tersedia sebanyak 12 kali pengeluaran per bulan. “Tapi idealnya, lebih baik memiliki dana darurat apapun kondisinya, apapun statusnya adalah berjumlah 12 kali pengeluaran per bulan,” jelas dia.

Namun, jika seseorang yang di-PHK terlanjur tak memiliki dana darurat, Ila mengatakan, dia bisa menggunakan uang pesangon dari PHK. Menurutnya, orang-orang harus memahami hukum ketenagakerjaan agar hak dana pesangon dari PHK bisa didapatkan.

Setelah mendapatkan dana pesangon, Ila menganjurkan untuk menyisihkan sebagian untuk dana darurat. Jika memang tak digunakan untuk dana darurat, dana PHK tersebut bisa digunakan, dan jika sudah kondisi normal, maka dana tersebut harus dikembalikan sebagai dana darurat.

Ila optimistis kondisi ekonomi Indonesia di masa mendatang akan lebih baik, meskipun masih membutuhkan waktu yang agak lama untuk benar-benar pulih. Ila mengatakan, paling tidak, kondisi ekonomi akan benar-benar pulih pada 2022 mendatang. “Kondisi akan membaik. Secara pertumbuhan kuartal, memang sudah naik hanya saja masih minus saja sekarang. Saya optimistis kondisi ke depan akan membaik,” tutur Ila.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat