Subroto | Daan Yahya | Republika

Narasi

‘Menerbangkan’ Pesawat CN-235

Rasa ingin tahu itu sudah menjadi ciri seorang wartawan.

SUBROTO, Jurnalis Republika

Wartawan harus punya keingintahuan yang besar terhadap suatu hal. Keingintahuan  yang diwujudkan dengan mencari  dan membuktikan itu, akan menghasilkan berita-berita yang menarik.

Rasa ingin tahu itu sudah menjadi ciri seorang wartawan. Untuk memenuhi rasa ingin tahu itu, wartawan mesti terus belajar. Belajar bisa darimana saja. Baca buku, nonton, diskusi, seminar, atau ikut pelatihan. Dari ngobrol-ngobrol kita juga bisa banyak belajar. 

Rasa ingin tahu pernah membawaku ‘menerbangkan’ pesawat CN-235. Ceritanya terjadi ketika liputan  ke Dili Timor Timur,  April tahun 2000. 

Saat itu aku ikut rombongan Mabes TNI yang akan meneken perjanjian dengan Pemerintahan Transisi PBB di Timor Timur (UNTAET). Kami berangkat naik pesawat CN-235 dari Bandara Halim Perdanakusuma. Pesawat angkut CN-235  menjadi salah satu armada TNI AU. 

Baru kali ini aku naik CN-235. Ini pesawat produksi anak negeri. Tak banyak negara  di dunia yang mampu menguasai teknologi pembuatan pesawat terbang. 

Aku pingin tahu lebih banyak banyak tentang CN-235 yang menjadi kebanggaan Indonesia itu. Untuk pengetahuan saja. Bukan dijadikan berita.  

Saat pesawat transit  semalam di Kupang,  Nusa Tenggara Timur, aku  ngobrol dengan dengan pilot soal CN-235. Si pilot  yang usianya tak terpaut jauh denganku itu, bercerita banyak tentang pesawat.

Walaupun baru pertama kali bertemu, kami cepat akrab.Seperti sudah mengenal lama saja. Sampai akhirnya, dia menawarkanku duduk di kokpit  CN-235 yang diterbangkannya saat pulang dari Dili esok harinya. Tentu saja aku senang sekali.

Kegiatan di Dili hanya sebentar. Tak lebih dari tiga jam. Kami pun terbang kembali,  menuju Denpasar.

Di atas udara  selepas meninggalkan Dili, aku menuju ruang kokpit seperti dijanjikan pilot. Ruang kokpit itu agak sempit,  tapi cukup nyaman. Aku duduk di sebelah pilot muda itu.

Dia lalu menjelaskan panjang lebar soal kelebihan CN-235.  “Pesawat ini canggih Mas, Sudah pakai sistem pilot otomatis,” katanya.

Jika kondisi cuaca bagus, dia akan menjalankan pilot otomatis.Pesawat di arahkan ke koordinat tertentu, Jika sudah sampai di koordinat yang dituju, barulah diubah koordinatnya lagi. Dia memberi contoh bagaimana memindahkan dari posisi manual ke otomatis, dan sebaliknya.

Saat pesawat dalam kendali pilot otomatis, tak banyak yang dilakukan oleh pilot. Jadi sebenarnya menerbangkan pesawat itu hanya butuh keterampilan saat take off dan landing. Begitu di udara, pilot bisa leha-leha.

Tak disangka  si pilot mengajakku untuk memegang tuas kendali. Tapi aku diminta tak menyentuh tombol apapun di sekelilingnya.

“Aman Bos,” jawabku.

 Pesawat dikembalikan ke  kendali manual. Dia memintaku agar melihat panel attitude indicator atau artificial horizon. Ini untuk mengetahui kemiringan pesawat . Disitu ada simbol pesawat berwarna kuning. Pesawat harus dijaga dalam posisi  horizon yang ditandai garis putih).

 
“Itu miring…miring,” teriak pilot.  Dari arah belakang terdengar teriakan-teriakan penumpang.
 
 

Aku sudah merasa menjadi pilot, kendati hanya duduk di sebelahnya memegangi tuas kendali. Begini rasanya menerbangkan pesawat. Bisa melihat pemandangan di depan dengan bebas. Tapi ngeri juga membayangkan jika terjadi tabrakan. Sudah pasti pilot yang terlebih dahulu berbenturan.

 Tanpa sadar aku menggerakkan tuas kendali,  atau  mungkin tombol-tombol di samping.  Pesawat sedikit berguncang. Aku kaget. Di panel indikator aku melihat pesawat terlalu miring ke kiri. “Waduuh…” teriakku panik.

“Itu miring…miring,” teriak pilot.  Dari arah belakang terdengar teriakan-teriakan penumpang.

Pilot segera mengambil alih tuas kemudi. Wajahnya terlihat cemas.

Tiba-tiba Kapuspen Marsda Graito Usodo  yang memimpin rombongan  Mabes TNI dari Jakarta, sudah muncul di kokpit. “ Ada apa koq tiba-tiba miring ?”  Mukanya tegang.

“Siap. Tidak ada apa-apa,” jawab si pilot. Dia fokus menerbangkan pesawat sambil memperhatikan cuaca di depan yang mulai gelap. 

“Ini ngapain wartawan disini ?  Ayo kembali ke belakang. Jangan ganggu pilot. Bahaya,” kata Graito ke arahku. Aku membalas dengan senyum nyengir. Dia kemudian kembali ke kursi penumpang.

”Masnya sih terlalu semangat. Kita bisa stall tadi,” kata si pilot setelah Graito pergi.

Stall adalah kondisi pesawat jatuh dari ketinggian dalam keadaan tidak terkendali. Itu terjadi karena  pesawat kehilangan gaya angkat sehingga tidak sanggup lagi melayang di udara.

Aku kembali ke kursi penumpang. Ternyata penumpang di belakang tadi merasakan pesawat tiba-tiba sangat miring. Makanya mereka berteriak. Pasti mereka tidak tahu itu ulahku, si pilot gadungan.

Sungguh pengalaman yang berharga bisa sebentar menerbangkan pesawat. Untung saja tak terjadi apa-apa. Bagaimana kalau tadi pesawat makin miring  dan stall ? Ah, aku ngeri membayangkannya.

Tips memupuk rasa ingin tahu

- Selalu belajar tentang banyak hal

- Kuasai bidang liputan dengan baik

- Perdalam pengetahuan, khususnya di bidang liputan 

- Jangan merasa puas dengan informasi yang sudah didapatkan

- Jangan mudah percaya dengan informasi yang diterima

- Selalu mencari  angle alternatif dalam sebuah peristiwa atau wawancara

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat