Anggota Polairud bersama prajurit TNI AL membagikan masker kepada nelayan dan pedagang keliling di pusat pelelangkan ikan Pelabuhan Perikanan Samudera, Kotaraja, Banda Aceh, Aceh, Selasa (24/11). | AMPELSA/ANTARA FOTO

Opini

Memperkuat Industri Perikanan

Daya saing dalam negeri menjadi pilihan awal kebangkitan perikanan setelah PSBB.

YONVITNER, Kepala Pusat Studi Bencana-Dosen MSP FPIK IPB

Dampak pandemi Covid-19 membuat semua negara menyusun ulang rencana pembangunannya. Begitu juga, Indonesia.

Sebagai negara yang berpola agromaritim, yakni laut menjadi kekuatan ekonomi baru selain pertanian, pertambangan, dan sumber daya alam lainnya, Indonesia harus mampu memastikan pertumbuhan ekonomi tetap positif. Sebelum Covid-19, sektor kemaritiman yang secara keseluruhan berkontribusi 5,06 persen, masih bisa diandalkan menjadi penghela ekonomi baru bangsa. Ada dua peluang utama yang bisa diandalkan dalam stabilitas ekonomi melalui perikanan dan kelautan saat ini.

Pertama, sediaan stok ikan yang ditengarai meningkat di wilayah pengelolaan perikanan dan ZEE. Potensi stok yang lebih dari 12,5 juta ton harusnya dimanfaatkan sebagai fondasi ekonomi perikanan, penggerak lapangan kerja, dan kesejahteraan masyarakat.   

Selain itu, kekuatan produksi budi daya, seperti udang, patin, mulai menggeliat. Namun akibat Covid-19, diperkirakan terjadi kontraksi harga seperti yang dialami udang vaname beberapa hari lalu, yang turun sampai 30 persen karena panic selling akibat PSSB.

 
Era pandemi memengaruhi pola ekspor perikanan kita. Sejak awal tahun sampai awal Mei 2020, volume ekspor melemah dengan pertumbuhan mendekati dua persen.  
 
 

Jika dalam satu bulan ke depan kasus masih tinggi, diperkirakan kita akan over stock, harga rendah karena karena daya beli rendah. Kedua, struktur demografis kita yang memungkinkan menjadi pasar sendiri dari produk perikanan.

Era pandemi memengaruhi pola ekspor perikanan kita. Sejak awal tahun sampai awal Mei 2020, volume ekspor melemah dengan pertumbuhan mendekati dua persen.  

Selain karena menurunnya permintaan di negara pengimpor, juga dipacu penurunan frekuensi pengiriman kargo yang kurang dari satu persen karena pembatasan terbang, serta harga kargo yang meningkat lebih 200 persen dari normal.

Antisipasi semua itu, pasar lokal menjadi sangat potensial dikembangkan untuk mencegah macetnya pergerakan ekonomi perikanan.  Untuk itu, ada tiga langkah penting yang perlu dilakukan pasca-PSBB di sektor perikanan ini. 

Skenario baru pembangunan ditempuh dengan melihat kembali target RPJM bidang perikanan dan kelautan.  Sehingga langkah yang perlu dilakukan, efektivitaskan kebijakan, penguatan produktivitas dan, sinergitas tata kelola.

Pertama, terkait kebijakan makro pembangunan perikanan, yaitu perlu kembali melihat target dalam Perpres No 18 Tahun 2020 tentang RPJM 2020-2024, PDB perikanan diproyeksikan tumbuh dari 5,2 persen menjadi 8,7 persen pada 2024.

 
Dalam menumbuhkan pasar lokal, konsumsi ikan harus didorong naik di atas 50 kg per kapita. 
 
 

Memperhatikan perkembangan dampak Covid-19 dan lanskap pembangunan perikanan dan kelautan, pertumbuhan PDB sebaiknya direvisi, misalnya pada angka empat persen dengan catatan mampu membangun pasar dalam negeri.  

Kebijakan lainnya, integrasi pembangunan ekonomi perikanan dalam revisi UU Nomor 45 Tahun 2009. Sisi hulu, hilir, dan desain platform harus dipersiapkan.  Revisi ini harus sejalan dengan omnibus law dan tidak menyebabkan eksploitasi berlebihan.

Langkah kedua, dalam normal baru perikanan dan kelautan, penting memperkuat produktivitas dan daya saing dalam negeri. Bisa dimulai dengan memperkuat konsumsi lokal, sistem logistik, dan kargo perikanan.

Dalam menumbuhkan pasar lokal, konsumsi ikan harus didorong naik di atas 50 kg per kapita. Konsumsi 50 kg per kapita setiap hari setara satu ekor ekor ikan ukuran 7 per hari (135 gram/hari). Artinya, serapan pasar lokal lebih kurang 13,5 juta ton per tahun.

Jika konsumsi naik menjadi 200 gram per hari atau 72 kg per kapita per tahun, serapan ikan untuk masyarakat lokal bisa mencapai 18 juta ton. Untuk meningkatkan konsumsi ikan, perlu disiapkan aneka varian olahan dari ikan untuk semua level masyarakat. 

Mekanismenya dengan kebiasaan baru dengan mendorong masyarakat mengonsumsi ikan segar. Dengan karakter masyarakat yang cenderung pada pola charity dan diskon, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus berani menempuh jalur ini.

 
Untuk itu, KKP perlu memastikan, daya saing dalam negeri menjadi pilihan awal kebangkitan perikanan setelah PSBB.
 
 

Caranya, berikan subsidi kepada konsumen di perbedaan harga ikan dari produsen ke konsumen. Secara perlahan saat kebiasaan baru melekat dan ekspor membaik, tingkat konsumsi akan membentuk konsumsi lebih besar daripada saat ini.

Untuk memastikan itu, rantai distribusi dari lokasi penangkapan ke pasar harus baik, cepat, dan akurat. Saat ini ada ikan, penangkap, penjual (pemasaran digital), tetapi tidak ada pengantar atau perantara. Selain itu, pastikan logistik dan gudang dapat diakses.

Selanjutnya, memperkuat industri pengolahan ikan dalam negeri, terutama pengalengan. Industri dalam kemasan dapat berfungsi ganda sebagai penyedia pangan saat ini, juga cadangan protein berbasis ikan saat pandemi berlangsung lama.

Langkah ketiga, memperkuat sinergitas tata kelola perikanan yang dirancang dalam satu platform pembangunan perikanan. Platform //multistakeholder// menjadi pilihan tepat untuk memulai sinergitas dalam ruang ekonomi yang disepakati.  

Untuk itu, KKP perlu memastikan, daya saing dalam negeri menjadi pilihan awal kebangkitan perikanan setelah PSBB. Dengan begitu, sektor perikanan tetap bertahan mendukung ekonomi yang lebih baik pada masa mendatang. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat