Priyantono Oemar | Daan Yahya | Republika

X-Kisah

Dampak ‘Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa’ Bagi Orang Indo

Mereka bertiga memang bertugas menyiapkan konsep "Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa".

OLEH PRIYANTONO OEMAR

Delapan November diperingati sebagai Hari Perencanaan Kota Dunia. Di tahun 1930-an, M Tabrani getol mendorong perbaikan kampung di Batavia, mendukung upaya MH Thamrin yang meminta penambahan anggaran perbaikan kampung di Gemeenteraad van Batavia. Di koran Pemandangan ia buatkan rubrik khusus.

Tabrani orang Madura, tetapi peduli Batavia. Pada 1938 ia terpilih menjadi anggota Gemeenteraad van Batavia. Di Dewan Kota ini, ia bersama Thamrin lantas memelopori penggunaan bahasa Indonesia di sidang Dewan Kota.

Sementara itu, 10 tahun sebelumnya, bahasa Indonesia diikrarkan para pemuda sebagai bahasa persatuan. Adalah Muh Yamin yang memasukkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dalam ikrar itu, menyetujui usulan Tabrani dua tahun sebelumnya.

Sejak awal 1926, Tabrani rajin melontarkan ide penerbitan bahasa Indonesia, tetapi ketika membuka Kongres Pemuda Indonesia Pertama selaku ketua panitia kongres, ia tak menyinggungnya. Ia banyak menegaskan perlunya persatuan nusa dan bangsa dengan sering menyapa hadirin: "Putra-Putri Indonesia". Sekali menyapa dengan sebutan "Pemuda-Pemudi Indonesia".

photo
Foto Mohammad Yamin - (DOK Wikipedia)

Soemarto selaku sekretaris panitia kongres, dalam pidatonya menyapa hadirin dengan "Para hadirin yang terhormat". Soemarto juga menegaskan perlunya persatuan nusa dan bangsa.

Urusan persatuan bahasa diserahkan kepada Yamin, yang menyapa hadirin dengan "Hadirin yang terhormat dan Saudara-saudara dan saudari-saudari". Mereka bertiga memang bertugas menyiapkan konsep "Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa", tentu dalam pengertian persatuan Tanah Air, persatuan bangsa, persatuan bahasa.

Pada 25 November 1941 Indische Courant menurunkan tulisan Soegondo Djojopoespito. Tulisan itu sedikit membahas Sumpah Pemuda. "Di mana pun, pemuda selalu peka terhadap cita-cita, berada di depan, di Kongres Pemuda Indonesia Kedua tahun 1928 mengeluarkan resolusi yang membangkitkan semangat persatuan nusa (Tanah Air Indonesia), bangsa (Bangsa Indonesia), dan bahasa (Bahasa Indonesia)," kata Ketua Panitia Kongres Pemuda Indonesia Kedua itu.

Di Kongres Pemuda Indonesia Kedua, Yamin menyampaikan pidato "Dari Hal Persatuan dan Kesatuan Bangsa". Namun, buku 45 Tahun Sumpah Pemuda tak memuat pidato dia.

"...persoalan bahasa lebih penting daripada pertengkaran mungkin tidaknya lahirnya satu bahasa. Ia mempunyai ikatan lansung dengan timbulnya kesadaran akan kemampuan sendiri dan kebangkitan nasional menuju Indonesia Merdeka," ujar Yamin di Kongres Pemuda Indonesia Pertama yang disertakan dalam Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama di Weltevreden.

Yamin ingin lahir satu bahasa persatuan menggantikan bahasa Belanda. Ia mengusulkan bahasa Melayu dan ditentang Tabrani yang mengusulkan bahasa Indonesia.

Yamin menyimak betul pidato-pidato yang disampaikan di Kongres Pemuda Indonesia Pertama, sehingga dalam naskah resolusi yang ia susun, dimulai dengan penegasan "Kami Putra-Putri Indonesia". Isi resolusi menyangkut tiga hal persatuan: Persatuan Nusa (Tanah Air), Persatuan Rakyat (Bangsa), dan Persatuan Bahasa.

Di Kongres Pemuda Indonesia Kedua, seperti diceritakan di buku 45 Tahun Sumpah Pemuda (1974), Yamin menyebut lima faktor penempa persatuan bangsa Indonesia, yaitu kemauan, sejarah, bahasa, hukum adat, dan pendidikan (termasuk di dalamnya kepanduan). Lima faktor ini dicantumkan sebagai dasar persatuan Indonesia dalam Putusan Kongres Pemuda-Pemudi Indonesia.

Putusan Kongres Pemuda-Pemudi Indonesia ini kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Di kata pendahuluan Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama di Weltevreden (1981), Abdurrachman Surjomihardjo menyebut, Joesoepadi menggunakan kata bersumpah untuk merujuk peristiwa 1928: ...Boekankah diitoe hari kita poetri dan poetra Indonesia bersoempah:.... Joesoepadi menyampaikannya di Kongres Indonesia Muda pada 31 Desember 1930.

photo
Sutan Takdir Alisjahbana - (DOK Wikipedia)

Sutan Takdir Alisjahbana juga menyebutnya. "Soempah pemoeda-pemoedi bangsa kita beberapa tahoen jang laloe, bahwa mereka hanja mengakoei satoe bahasa jaitoe bahasa Indonesia, ialah sesoeatoe kedjadian jang penting dalam sedjarah Indonesia, jang hanja kelak akan dapat dihargai oleh ahli sedjarah dengan sepenoeh-penoehnja," tulis Takdir di majalah Djoernalis, November 1931, seperti dikutip Abdurrachman Surjomihardjo di buku 45 Tahun Sumpah Pemuda.

Slogan 'satu nusa, satu bangsa, satu bahasa' makin menggema setelah kemerdekaan dan membuat gusar warga Indo-Belanda. Pada Juli 1949, mereka melihat tak ada lagi masa depan di Indonesia. Menyambut Konferensi Meja Bundar, koran De Vrije Pers yang terbit di Surabaya menurunkan tajuk: "Ke Mana, Yang Mulia?"

Seorang pembaca, RE Peeters, mengomentari tajuk koran itu. Ada jutaan Indo-Belanda yang harus difasilitasi untuk bisa meninggalkan Indonesia. Mereka ingin meninggalkan Indonesia, bukan karena Jakarta atau kota lainnya kumuh dan sumpek akibat perencanaan kota yang buruk, melainkan karena situasi yang tidak menguntungkan mereka lagi.

"Salah satu contohnya adalah Kongres Guru Indonesia yang menyatakan bahwa 'harus ada satu bangsa, satu bahasa, dan satu budaya di Indonesia'. Lebih lanjut, kongres ini menuntut 'persatuan dalam pengajaran dan bahasa pengantar'," tulis Peeters pada 19 Juli 1949, sehari setelah Kongres Guru.

Pada awal 1926, orang-orang Indo-Belanda di Hindia-Belanda diajak meneguhkan diri sebagai bangsa Eropa (Bataviaasch Nieuwsblad, 14 Januari 1926) untuk mendukung pemerintah Hindia Belanda. Hal ini membuat Tabrani geram sekaligus kasihan. Bagaimana nasib mereka nanti jika Indonesia merdeka? Di Belanda tentu tak akan diterima. Ia nyatakan hal itu di Hindia Baroe edisi 16 Januari 1926.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat