Subroto | Daan Yahya | Republika

Narasi

Ditembaki di Atas Heli “Metro Mini”

Kisah meliput di daerah konflik.

SUBROTO, Jurnalis Republika

Situasi di Lhokseumawe, Aceh Utara panas.  Perusahaan eksplorasi migas PT ExxonMobile Indonesia di Lhoksukon menghentikan operasionalnya pada 8 Maret 2001. Penghentian perusahaan gas itu diduga karena teror dari orang-orang tak dikenal. Saat itu konflik  masih terjadi di Aceh, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) masih  ada.

Penghentian operasi  ExxonMobile itu mematikan industri LNG PT Arun NGL Co yang mengekspor gasnya ke Jepang dan Korea Selatan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro  melakukan pencarian fakta di lapangan untuk mengetahui mengapa perusahaan   tambang gas alam milik AS itu menutup operasionalnya. 

Rombongan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro berangkat menggunakan pesawat Foker-70 milik Pelita Air Service. Aku ikut bersama dengan rombongan bersama enam wartawan dari Jakarta.

 
Di landasan banyak pasukan Paskhas TNI AU bersiaga mengitari areal bandara. Mereka  berjaga-jaga dengan senjata SS1. 
 
 

Sejak di Jakarta kami sudah diingatkan bahwa kondisi di Lhokseumawe masih gawat. Kami diminta untuk waspada dengan mengikuti arahan yang diberikan tentara yang mengawal. Kami  juga diminta untuk tidak terpisah dari rombongan.

Aku sudah bersiap-siap dengan berbagai kemungkinan yang akan terjadi.  Bisa saja nanti rombongan diserang GAM atau kelompok lain. Bisa juga tak kembali sesuai jadwal. Tak tertutup kemungkinan terpaksa harus survival di tengah  hutan. Selain pakaian, aku juga menyiapkan bekal makanan untuk bertahan hidup beberapa hari.

Pesawat yang membawa rombongan dari Jakarta mendarat  di Bandara Malikussaleh, Lhokseumawe, sekitar pukul 09.30 WIB. Sebelum mendarat, dari atas pesawat kami melihat banyak sekali tentara di seputar bandara.

Di landasan banyak pasukan Paskhas TNI AU bersiaga mengitari areal bandara. Mereka  berjaga-jaga dengan senjata SS1. Sebagian dalam posisi tiarap  di rerumputan dengan senjata  diacungkan ke depan.

Di bagian belakang bandara  terlihat tiga panser bersiaga. Rombongan  dari Jakarta dikawal ketat. Menurut tentara, beberapa saat sebelumnya ditemukan bom di jalan yang  sedianya akan dilalui rombongan.

Kami melanjutkan perjalanan  ke  Kantor  ExxonMobil di Lhoksukon dengan menggunakan dua helikopter. Heli pertama diisi tujuh wartawan ditambah satu staf Puspen TNI. Heli kedua Menteri ESDM, Pangdam Bukit Barisan Mayjen IG Purnawa, dan rombongan.

 
Rupanya ada yang mengirim berita ke Jakarta bahwa  heli rombongan menteri ditembaki.
 
 

Heli jenis Bell 412  yang kami naiki  meninggalkan bandara. Dari udara kami melihat  tentara berlari-lari menyebar  ke luar bandara. Sepertinya mengejar sesuatu, entah apa.

Heli terbang rendah di atas puncak-puncak pepohonan. Tak ada sesuatu yang mencurigakan.  Kami mengobrol dengan riang.  Tertawa-tawa. Ada yang baru kali ini menginjakkan kaki di Bumi Serambi Makkah.  Ada yang baru pertama kali naik helikopter.

Kami mendarat dengan selamat di Lhoksukon.  Tapi kehebohan segera terjadi, ada khabar tadi heli  kami ditembaki. Juga heli yang membawa Menteri Purnomo Yusgiantoro.

Kabar justru datang dari Jakarta. Redaktur nasional menelepon menanyakan keadaanku. Rupanya ada yang mengirim berita ke Jakarta bahwa  heli rombongan menteri ditembaki.

Di Jakarta berita itu sudah heboh. Tapi kami  yang di lokasi justeru tidak merasakan heli ditembak. Jadi kami tenang-tenang saja. 

 Pangdam semula berkilah bahwa heli ditembaki. “Nggak ditembak, cuma ditabrak burung,” katanya sambil tertawa.

Tapi kemudian dia mengaku heli jenis Super  Puma yang ditumpangi Menteri ESDM dan Pangdam ditembak. Saat di udara  menteri merasakan guncangan. Tembakan mengarah ke jok kiri bagian depan. Ada bekas tembakan di bagian bawah heli tersebut. Untungnya tak ada yang mengenai penumpang dan pilotnya.

 
Pilot heli kami memperlihatkan bekas  hantaman peluru di ekor heli. Jika baling-baling belakang itu rusak, maka heli bisa tak seimbang dan jatuh.
 
 

Dia mengatakan heli wartawan juga ditembak.  Padahal pilot heli  sebenarnya sudah diminta terbang lebih tinggi saat meninggalkan Lhokseumawe.  Dia tidak bisa memastikan  siapa yang melakukan tembakan, apakah kelompok GAM atau pihak lain.

Pilot heli kami memperlihatkan bekas  hantaman peluru di ekor heli. Jika baling-baling belakang itu rusak, maka heli bisa tak seimbang dan jatuh.

Kami mengamati bekas tembakan itu.  Bekas gesekan logam itu masih baru. Tapi tak menembus ke dalam. Ngeri juga kalau tembakan mengenai  baling-baling belakang. Atau mengarah ke jendela dan tembus ke kursi kami duduk. Sebagian jendela heli itu memang sudah pecah kacanya.  Tapi bukan karena tembakan. Sebelum berangkat sudah begitu. Bagian kaca yang pecah ditutup dengan kardus tebal.

Aku lihat pilot masih memeriksa  bagian lain dari heli. Teknisi membawa obeng dan tang menguatkan baut-baut. Persis seperti memperbaiki bis metro mini yang mogok di jalanan Jakarta. 

Perjalanan rombongan kemudian dilanjutkan dengan mengunjungi areal ExxonMobile.  Tak ada kegiatan pekerja disana. Yang ada hanya beberapa satpam berjaga-jaga.  Mereka bilang tidak pernah diserang, tapi merasa kondisinya tidak aman.

 
Tanpa ditembakpun heli ini bisa jatuh sendiri. Geli melihat ada heli yang diperbaiki seperti metro mini mogok.
 
 

Kunjungan itu hanya singkat saja. Kami bersiap kembali ke Lhokseumawe. 

Kami harus kembali naik heli bekas ditembak tadi.  Tak ada alternatif lain. Jalan darat tak memungkinkan. 

Teknisi masih memeriksa bagian belakang heli saat akan mengudara. Ngeri dan geli  campur jadi satu melihatnya. Ngeri karena  bertaruh nyawa dengan heli ini. Tanpa ditembakpun heli ini bisa jatuh sendiri. Geli melihat ada heli yang diperbaiki seperti metro mini mogok.

Kelas heli ini memang  seperti metro mini. Bobrok dan  karatan. Mana ada heli tanpa jendela utuh dipakai mengangkut penumpang sipil.

Bener aman nih ?” tanyaku setelah pemeriksaan dan perbaikan selesai.

“Aman. Sudah diperiksa semua,” jawab teknisi sambil mengetuk-ngetuk badan heli dengan tang.

Kami berangkat. Sialnya aku kebagian duduk di jendela yang berdinding kardus. Tak ada yang bisa menyelamatkan jika arah tembahan ke kardus itu. Jangankan menahan peluru, agar tak copot diterpa angin, terpaksa aku memegangi kardus itu  kuat-kuat.

Suasana pulang berbeda dibandingkan saat berangkat tadi. Tak ada yang bercanda. Kami semua terdiam.  Sudah pasti berdoa semoga segera sampai dengan selamat di Lhokseumawe.

Perjalanan jarak dekat itu terasa lama sekali. Was-was ditembak lagi. Atau jatuh karena teknisi ada yang salah memasang baut. Andaikan punya sayap, ingin rasanya aku melompat dan terbang meninggalkan heli itu.

Alhamdulillah tak terjadi insiden apa-apa. Heli mendarat dengan selamat di Lhokseumawe. Kami pun bisa tertawa-tawa lagi.

Tips meliput di daerah konflik

- Pelajari wilayah konflik dan masalah yang terjadi

- Bawa perlengkapan liputan, P3K, dan makanan cadangan

- Bawa tanda pengenal dan kartu pers

- Selalu melaporkan ke pihak kantor apa yang dilakukan di lapangan

- Gunakan pakaian lapangan yang nyaman 

- Usahakan bergabung dengan pihak independen

- Hati-hati memotret dan merekam

- Bersikap profesional, jangan ikut terlibat dalam konflik

- Bisa berbahasa daerah setempat akan sangat membantu

- Utamakan keselamatan, tidak ada berita seharga nyawa 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat