Subroto | Daan Yahya/Republika

Narasi

Menahan Dingin  Udara Canberra

Udara di Canberra lebih dingin daripada Sydney. Suhu di bulan Juli maksimal tujuh 11 derajat dan minimal hampir 0 derajat.

SUBROTO, Jurnalis Republika

Salah satu kenorakan orang Indonesia jika ke luar negeri adalah bermain salju.  Tentu saja kalau negara yang dikunjungi punya empat musim. 

Aku termasuk orang pingin norak seperti itu. Aku ingin sekali bermain di salju. Sepertinya enak sekali bermain-main dengan es seputih kapas.  Berlari-lari di udara dingin.

Kesempatan itu muncul ketika aku berkunjung ke Australia Juli tahun 2007. Aku berangkat meliput Pertemuan Tingkat Menteri membahas isu HIV/AIDS. Acara itu bersamaan juga dengan Konferensi Internasional HIV/AIDS yang digelar di Sydney.

Musim dingin di Australia berlangsung bulan Juni hingga Agustus.  Jadi bulan Juli sudah  di pertengahan musim dingin. Mana tahu salju turun, dan aku bisa norak-norak bergembira.

Aku sudah mengantisipasi hawa dingin. Aku sengaja menjawa jaket kulit yang tebal, pemberian kakak iparku Iman Sumitradilaga di Amerika.  Dengan jaket itu aku tak merasakan hawa dingin sekalipun.

Aku datang atas undangan Pemerintah Australia.   Dari Indonesia hanya berdua saja, dengan wartawan Kompas Elok Dyah Messwati. 

Di Sidney, selain menghadiri pertemuan AIDS,  kami mengunjungi   fasilitas kesehatan untuk menanggulangi HIV/AIDS dan narkoba. Kami juga bertemu dengan tokoh masyarakat dan  agama,  juga warga Indonesia di Sydney. 

 Tapi aku kecele dengan harapan mendapati salju.  Jangankan salju, udara di Sydney tak dingin-dingin amat. Hampir sama dengan di Puncak, Bogor.  Di bulan Juli suhu paling tinggi 17 derajat celcius, paling rendah 7 derajat celcius.  Jaket kulitku tak banyak kupakai.

Jika ingin berharap salju,  yang paling dekat dari Sydney  harus ke  Snow Montain  di negara bagian  New South Wales (NSW) yang letaknya lebih ke Selatan.  Jika naik kendaraan bisa enam jam kesana.  Tak mungkinlah.  Jadi harapan bermain salju sudah lenyap ditelan bumi.

Selesai acara di Sydney  aku dan Elok meneruskan liputan ke Canberra. Ibu Kota Australia itu jaraknya 266 km dari Sydney. Berbeda dengan Sydney yang sibuk, Canberra adalah kota yang tenang. Jalan-jalan  tak ramai dengan lalu lalang kendaraan.   Banyak jalur hijau dan taman-taman. Penduduknya tak terlalu banyak.  Pukul delapan malam toko-toko banyak yang tutup.

Saking sepinya Canberra, ada yang bilang disana lebih banyak populasi kanguru daripada manusia. Entah benar-entah tidak, tapi aku malah tak pernah bertemu kanguru selama di Canberra.

Ada cerita mengapa Canberra  di wilayah agak  pedalaman ini dijadikan ibu kota Australia. Tahun 1908  dua kota terbesar di Australia,  Sydney dan Melbourne bersaing menjadi ibu kota.  Karena tak ada yang mengalah, akhirnya dipilihkan Canberra sebagai jalan tengah. Letaknya  memang di tengah-tengah antara Melbourne dan Sydney. Canberra adalah kota yang sengaja dibangun untuk jadi ibu kota negara. Pembangunan dimulai tahun 1913.

 
Udara di Canberra lebih dingin daripada Sydney.  Suhu di bulan Juli maksimal tujuh 11 derajat dan minimal hampir 0 derajat.
 
 

Di Canberra kami berkunjung ke sejumlah tempat. Berdiskusi dengan kalangan akademisi di  Australian National University (ANU)  dan di AusAid. Juga mengunjungi Gedung Parlemen Australia.

Udara di Canberra lebih dingin daripada Sydney.  Suhu di bulan Juli maksimal tujuh 11 derajat dan minimal hampir 0 derajat.  Agar tak kedinginan aku selalu memakai jaket,   menggunakan kaus kaki tebal dan baju lengan panjang.  Kadang-kadang aku juga memakai sarung tangan jika keluar malam hari. Tapi tetap saja tak ada salju.

Hari kedua di Canberra, pagi –pagi aku akan telepon ke keluarga di Tanah Air. Aku sudah membeli kartu telepon. Setelah bertanya ke resepsionis hotel aku berangkat mencari telepon umum. Letaknya menurut resepsionis tak jauh dari hotel.  Aku berjalan kaki saja kesana.

Karena buru-buru, aku lupa membawa jaket andalanku. Aku juga hanya mengenakan sandal hotel dan berkaos lengan pendek.  Resepsionis sempat mengingatkan bahwa udara di luar sangat dingin. Tapi  aku mengatakan tak apa-apa, toh cuma sebentar. 

Aku segera berlari mencari telepon umum. Udara pagi ternyata jauh lebih dingin dari yang kuduga. Tapi aku masih bisa tahan. Dan dengan berlari-lari kecil suhu tubuh jadi naik.

Telepon umum berhasil kudapat. Segera saja aku menghubungi istri di rumah.  Tersambung. Lumayan bisa mengabari kondisiku dan tahu keadaan anak-anak. Senang  mendengar suara mereka dan memastikan semua sehat-sehat saja. 

Belum lama telepon aku merasakan badanku semakin dingin.  Kugosok-gosokkan tanganku,  untuk membantu mendapat hawa panas.  Segera saja aku sudahi telepon itu. Walaupun sebenarnya masih ingin bicara banyak dengan anak-anak.

Kuputuskan segera kembali ke hotel. Rasa dingin menjalar ke seluruh tubuh.  Aku menggigil. Kepala mulai pusing. Aku merasa tak sanggup berjalan. Mataku berkunang-kunang.

Aku paksakan berjalan pelan sambil sesekali berhenti.  Kaki rasanya sudah tak kuat. Tapi aku harus segera kembali ke hotel. Jika tidak tentu akan makin parah. Aku bisa terserang hipotermia.  Hipotermia  adalah kondisi di mana suhu tubuh turun secara drastis. Tentu saja ini sangat berbahaya.

Beberapa saat aku berhenti di depan sebuah minimarket.  Terus menggosok-gosokkan tangan sambil melompat-lompat.

Aku sempat kebingungan mencari hotel.  Untunglah tak sampai teresat . Segera saja aku masuk ke dalam. Di lobby hotel resespsionis menanyakan keadaanku. Aku bilang tak apa-apa, sambil memburu ke lift dan masuk kamar.

Di kamar  kupakai jaket tebalku. Memakai kaos kaki berlapis, penutup telinga dan menggulung badan dengan selimut .

Sampai beberapa lama aku menggigil.  Aku kurangi rasa dingin dengan menyeruput teh hangat.  Lumayan berpengaruh. Badan mulai hangat.  Hanya jari-jari tangan dan kaki masih keriput.

Untung saja aku tadi tidak apa-apa. Belum bertemu salju  saja dinginnya sudah menusuk begini. Bagaimana jika  aku terjebak di  tengah salju ? Pasti lebih  menderita.  Ah, aku tak tertarik  lagi untuk norak  bermain salju. 

Tips meliput di wilayah dingin

- Bawa jaket yang tebal dengan bahan kulit menggelembung atau wool

- Gunakan pakaian berlapis, bila perlu pakai long johns di bagian dalam

- Siapkan juga topi, syal, dan sarung tangan

- Pakai kaos kaki berlapis

- Jika kedinginan, gosok-gosok tangan untuk menimbulkan panas

- Minum air hangat, teh atau jahe

- Masukkan tangan ke dalam saku jika berjalan

- Bila perlu gunakan lip balm dan lotion untuk mencegah bibir pecah-pecah dan kulit mengkerut

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat