Buku terbaru Franka Soeria | Dokumentasi Penerbit Miracle

Pustaka

Tidak Berhenti Berkarya Meski Didera Pandemi

Desainer dan penggiat mode tetap punya cara untuk kreatif.

Meski kerap dianggap menghadirkan petaka, ternyata pandemi Covid 19 mampu menghadirkan sisi terang bagi sebagian orang. Akibat pandemi yang melanda dunia, justru mampu membawa berkah. Itu pula yang dirasakan oleh Franka Soeria, penggagas pergelaran mode busana santun Modest Fashion Week (MFW) yang telah diselenggarakan di Istanbul, London, Dubai, dan Jakarta.

Ketika pandemi Covid-19 merebak, tak hanya banyak agenda mode yang tertunda, pandemi juga memaksanya untuk melakukan berbagai aktivitas dari rumah. Kesempatan ini ternyata dimanfaatkan Franka untuk merenung, introspeksi dan menuangkan pengalaman serta kegelisahannya lewat tulisan.

“Di tahun 2020 ini harusnya aku menggelar beberapa event di Saudi, Dubai, tapi akhirnya pandemi, jadi tertunda. Terus aku juga banyak di rumah, kondisi yang sebenarnya bukan aku banget karena aku sangat aktif. Tapi ya sudah mau bagaimana lagi, akhirnya waktu ini aku pakai untuk fokus menulis,” kata Franka.

Hasilnya, perenungan itu pun berbuah buku. Semua perjalanan dan lika-liku karier Franka kini telah diabadikan dalam sebuah buku berjudul “Random Thought of Franka: A Guide to Find Yourself” yang telah rilis secara virtual.

Buku “Random Thought of Franka: A Guide to Find Yourself” ini menceritakan tentang perjalanan hidup Franka Soeria, seorang perempuan pemalu yang memiliki kenangan masa lalu yang gelap dan kerap dirundung oleh orang di sekitarnya. Menurut penuturan Franka dalam bukunya, ia lahir dari keluarga kecil yang bisa dikatakan “tidak normal”.

Kehidupan yang ia lalui pada masa itu berbeda dengan anak seusianya, karena sejak usia lima tahun ia sudah diajarkan oleh ayahnya untuk menjadi seorang yang produktif. Sejak kecil ia sudah terbiasa menulis, bahkan kerap merobek tulisannya jika karyanya dinilai jelek.

Franka juga memiliki tiga saudara kandung yang secara fisik lebih unggul darinya. Karena itulah, ketiga saudaranya menjadi orang yang bisa tampil di depan panggung, sementara dirinya menjadi orang yang selalu ada di belakang panggung. Keadaan ini membuatnya bertekad untuk bekerja lebih keras untuk menunjukkan bahwa dia bisa mencipta suatu karya yang luar biasa dari belakang panggung.

“Aku pernah bertanya kenapa aku menjadi behind the scene person? Aku pikir aku harus bisa me-manage sesuatu, mencipta sesuatu hal yang bermakna,” kata Franka.

Buku “Random Thought of Franka: A Guide to Find Yourself” juga membagikan pengalaman jatuh bangun Franka dalam membangun Modest Fashion Week. Ide pergelaran mode itu berawal ketika Franka pindah ke Turki pada 2013 silam setelah menikah dengan pria asal Turki. Di Turki, Franka memulai kariernya sebagai konsultan mode dan humas.

“Saat mulai tinggal di Turki, saya dan suami mulai berpikir untuk mengembangkan usaha di bidang modest fashion (busana muslim). Awalnya sulit banget apalagi mungkin karena aku pendatang, hampir putus asa dan rasanya ingin kembali ke Indonesia,” ujar Franka mengenang.

photo
Franka Soeria - (Dokumentasi Pribadi)

Namun pada akhirnya Franka menemukan partner yang bisa mengembangkan sebuah platform hijab bersama bernama alahijab.com. Platform tersebut merupakan hasil kolaborasi Franka dan pengusaha Turki, Ozlem Sahin. Secara daring, platform itu tidak langsung berkembang dan penjualannya pun masih belum menjanjikan.

Namun secara luring, hubungan antara komunitas telah terjalin dengan baik. Peluang inilah yang mendorong Franka untuk membuat sesuatu yang lebih besar yaitu dengan membentuk Modest Fashion Week.

Keberhasilan Franka membawa Modest Fashion Week di kancah internasional tak lepas dari visi misinya dalam memaknai pergelaran mode tersebut. Dia menjadikan Modest Fashion Week sebagai pergelaran mode alternatif bagi perempuan yang gemar mengenakan busana sopan dan tertutup.

Busana yang ditampilkan di Modest Fashion Week juga tidak dikhususkan bagi perempuan muslim saja, namun juga dipersembahkan untuk semua perempuan tanpa melihat latar belakang ras, budaya, juga agama. “Yang bikin sukses itu aku sebenarnya melakukan repackage konsep sudah ada.

Selama ini busana tertutup kerap diasosiasikan dengan agama Islam saja. Itulah yang membuatnya sulit diterima dunia. Maka akhirnya aku bikin pergelaran mode yang mana Modest Fashion itu terbuka untuk semua agama dan budaya. Modest fashion itu menjadi style baru,” kata Franka.

Modest Fashion Week telah digelar di lima kota di berbagai negara berbeda yakni Istanbul, London, Dubai, Jakarta dan Amsterdam sejak tahun 2016. Ibu satu anak yang senang menyebut dirinya sebagai kreator dan pewirausaha swadana ini memiliki dua perusahaan yaitu konsultan fashion bernama Think Fashion yang didirikan di Turki dan agregator modest fashion di Asia Tenggara dengan nama Markamarie yang berkantor di Indonesia dan Malaysia.

Perjalanan 40 tahun

Buku juga menandai perjalanan panjang selama 40 tahun perancang Ghea Panggabean. Kisah perjalanan kariernya saat berkarya dituangkan dalam sebuah buku "Asian Bohemian Chic - Indonesian Heritage Becomes Fashion".

Ghea yang lahir dalam akulturasi dua budaya, Indonesia dan Belanda, kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan fashion design di London pada awal 1980-an. Dia memulai karier sebagai perancang dan memutuskan untuk mengangkat kain dan budaya sebagai karakter rancangannya.

Buku "Asian Bohemian Chic - Indonesian Heritage Becomes Fashion" digarap selama dua tahun dan digarap dengan menggandeng penerbit Rizzoli-Milan yang berpusat di New York. Buku ini mewakili cerita perjalanan Ghea, sejarah mode Indonesia, juga transformasi budaya tradisional dalam desain modern. "Saya ingin buku ini menjadi jendela dunia untuk mode Indonesia, di mana orang-orang di berbagai belahan dunia bisa melihat kekayaan dan keindahan seni dan budaya Indonesia melalui karya-karya saya," kata Ghea dalam siaran resminya pada akhir Oktober lalu.

Buku setebal 320 halaman ini mengisahkan koleksi Ghea dari masa ke masa, mulai dari kain lurik sebagai karya pertamanya, perjalanan mempelajari ragam motif dan tekstil nusantara, hingga inovasi mengolah motif kain pelangi jumputan ciri khasnya yang membuat Ghea disebut Ratu Jumputan.

Dikisahkan juga perjalanan Ghea yang menerjemahkan motif kain tradisional, ragam hias dan kerajinan tradisional ke dalam rancangan busana modern hingga muncul motif tikar Kalimantan, wayang beber, hingga motif gorga.

Selain karya, buku ini mengulas sosok Ghea yang gemar mengoleksi barang antik, pertemuannya dengan berbagai sosok besar dunia, keterlibatannya mendirikan organisasi profesi perancang mode pertama di Indonesia hingga hubungan dengan putri kembar, Amanda dan Janna, generasi penerusnya.

Sejatinya, buku Ghea ini telah melanglangbuana ke mancanegara meski di tengah pandemi. Sebelum terbit di Indonesia, sejak April 2020 buku ini sudah dipasarkan di negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris, Italia, Prancis, Belanda, Jepang, Australia hingga Malaysia. Peredaran buku memanfaatkan  jaringan toko buku Rizzoli dan situs belanja daring internasional. Kini, buku itu pun telah meluncur di Tanah Air tercinta.

 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ghea Fashion Studio (@gheafashionstudio)

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat