Ajak anak belajar masalah finansial sejak dini. | Freepik

Keluarga

Yuk, Ajak Anak Belajar Finansial

Lakukan dengan proses belajar menyenangkan agar tidak membosankan.

Helena Safitri, seorang penggiat blog, punya cerita menarik tentang anak pertamanya, Sid  ketika baru berusia tiga tahun. Saat itu, Sid mengira ATM adalah mesin ajaib yang bisa mengeluarkan uang. Pengalaman itulah yang membuat ibu dua anak ini merasa harus mengajarkan literasi finansial pada buah hatinya. “Menurutku penting,” kata dia dalam acara Interactive Live IG Talk bersama @teduhmindful.

Terlebih dia pun menyakini kurangnya literasi finansial pada anak bisa membuat mereka kurang bijak mengelola uang saat dewasa. Apalagi, uang adalah bagian dari kehidupan sehari-hari.

Helena mengatakan cara belajar anak-anak itu dengan bermain. Karena bagi anak-anak, bermain adalah belajar. Satu metode yang digunakan adalah menggunakan board games. Ini menjadi salah satu media mengajarkan literasi finansial pada anaknya, Sid yang sekarang berusia 5 tahun. “Dia nggak sadar lagi belajar, tahunya lagi main. Anak itu yang dia lihat mudah dipahami daripada /omongan/,” kata Helena.

Biasanya, Helena mengatakan, literasi finansial baru diajarkan saat anak masuk jenjang sekolah dasar (SD). Dengan konsep permainan, Helena lebih mudah bercerita tentang produk keuangan pada anaknya. Buku ceritanya pun bisa membuat seolah berbicara langsung dengan anaknya. “Anakku dapat uang saku setiap Jumat. Misalnya, dia ingin jajan di hari lain, dompetnya kosong, aku bilang tunggu Jumat,” ujar Helena.

Hal senada juga dilakukan oleh Diah Melani, seorang karyawan swasta. Sejak sang buah hati masih duduk di bangku sekolah, dia sudah mengajarkan seluk beluk mengelola keuangan. Hal ini dimulai dengan cara mengatur uang jajan agar tidak cepat habis hingga perlahan diajarkan pula mengenal dunia investasi dan pasar modal. Kini, setelah anak-anaknya memasuki jenjang perguruan tinggi, mereka mulai berinvestasi saham dalam jumlah kecil dan mulai menggeluti bisnis berskala rumahan.

Pendidik finansial Shintya Rachma Utami dari @teduhminful mengatakan literasi finansial itu cakupannya luas lantaran tak hanya membahas uang saja. Mengajarkan literasi finansial pada anak harus dilakukan dengan proses belajar menyenangkan agar tidak membosankan. “Yang penting itu informasi ke anak sampai,” ujar Shintya.

Dalam kesempatan berbeda, psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani, S.Psi, M.Si  mengatakan bahwa sebaiknya anak sudah dikenalkan literasi finansial sejak dini. “Anak akan belajar bagaimana mendapatkan uang dan mengeluarkan uang itu dengan cerdas dan tidak impulsif,” jelas Nina.

Ia mengakui saat ini anak-anak cenderung sulit melepaskan diri dari teknologi. Oleh karena itu, pembelajaran literasi finansial berbasis gim online dapat menarik minat mereka.

 

 
Anak akan belajar bagaimana mendapatkan uang dan mengeluarkan uang itu dengan cerdas dan tidak impulsif.
 
Pendidik finansial Shintya Rachma Utami 
 

 

Libatkan anak

Lantas, bagaimana mengajarkan literasi finansial untuk sang buah hati? Dikutip dari laman forbes.com, ada beberapa jurus jitu yang mudah diterapkan.

Pertama, ajak anak untuk terlibat dalam aktivitas keuangan. Misalnya, ketika Anda berbelanja di supermarket, ajari anak untuk menyerahkan uang pada kasir sesuai dengan jumlah barang belanjaan. Kontak fisik dengan uang adalah pengalaman berharga untuk anak. Perlahan, ajari juga anak seputar pembayaran nontunai hingga digital seperti lewat transaksi perbankan di dunia maya hingga kartu debit atau kartu kredit.

Tempat lainnya yang tepat untuk mengajar anak muda tentang uang adalah bank. Kantor cabang bank adalah lokasi yang ideal untuk memperkenalkan konsep tabungan. Sederhanakan dengan melakukan setoran atau penarikan, jelaskan kepada anak Anda dari mana uang itu berasal atau pergi. Jelaskan bahwa teller melakukan hal yang sama untuk keluarga lain setiap hari. Jika Anda tidak pergi ke kantor cabang, setidaknya tunjukkan pada anak Anda bagaimana Anda mengelola tabungan secara daring.

Ketika anak Anda cukup besar untuk mendapatkan uang jajan, pastikan dulu bahwa uang tersebut diperoleh dari sesuatu pekerjaan atau penghargaan tertentu seperti melakukan pekerjaan rumah atau mendapatkan nilai bagus. Dari sana, bantu mereka menyusun rencana tabungan mingguan atau bulanan. Saat mereka menabung, cocokkan jumlahnya. Ini akan membantu mereka memahami seluk beluk keuangan dan dunia perbankan secara sederhana.

Hal lain yang tak kalah penting adalah jangan takut membiarkan anak 'berjuang' menghadapi kesulitan. Wajar jika orang tua yang sukses secara finansial ingin memberikan kehidupan terbaik untuk anak-anaknya. Namun, ingatlah bahwa dalam hal keuangan, hal terbaik yang dapat Anda berikan kepada anak Anda bukan semata-mata uang. Masih banyak hal lain yang dibutuhkan untuk membantu mereka sendiri menjadi sukses.

Dengan pemikiran tersebut, ketika anak Anda bimbang dalam menyusun rencana tabungan, paksalah mereka untuk menghadapi masa-masa sulit. Mereka akan belajar bahwa hidup ini penuh dengan rintangan dan bahwa keputusan yang buruk memiliki konsekuensi. Jika anak Anda menghabiskan tabungan mereka untuk sesuatu yang remeh, tahan keinginan untuk mengisinya kembali. Jika Anda menanamkan disiplin finansial, itu juga tidak boleh terjadi pada anak-anak Anda.

Jika semua berjalan sesuai rencana, anak Anda mungkin akan menjadi 'pengusaha' kecil. Mereka akan terbiasa berpikir bagaimana cara menghasilkan uang dengan mengandalkan kemampuan mereka sendiri. Misalnya saja, mereka bisa membantu menjaga adik-adik yang lebih kecil, mengajar teman sekelas, atau memulai bisnis cuci mobil di lingkungan sekitar.

Meski untuk melakukan pekerjaan itu pun membutuhkan biaya, Anda bisa mengajari buah hati untuk memperhitungkan pengeluaran yang dibutuhkan untuk menuntaskan pekerjaan tersebut. Contohnya, pengeluaran untuk membeli sabun saat mencuci mobil atau alat mengajar tambahan ketika ingin membantu teman sekelasnya mengerjakan tugas.

Untuk itu, Anda bisa melatih anak Anda untuk belajar menutupi pengeluaran bisnis mereka sendiri. Ini adalah latihan yang dapat membuat mereka menjalankan perusahaan yang benar-benar menguntungkan sebagai orang dewasa suatu hari nanti.

 

 

Kelola Keuangan untuk Milenial

Menghadapi pandemi Covid-19 saat ini, tidak sedikit keluarga yang mengalami guncangan keuangan lantaran terkena pemotongan gaji atau pemutusan hubungan kerja (PHK). Untuk menyiasati hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membagikan tips dalam mengelola keuangan khususnya bagi generasi milenial agar kondisi finansial tetap terjaga. “Menabung harus dibiasakan. Jika kebiasaan baik ini dijaga terus menerus ini akan menjadi habit, jadi budaya hemat, tidak boros,” kata Anggota Dewan Komisioner OJK Tirta Segara dalam satu ajang webinar.

Menurut dia, milenial termasuk mahasiswa yang keuangannya masih didukung orangtua, diimbau untuk menyisihkan sebagian uangnya untuk menabung atau investasi.

Menabung dalam bentuk uang, kata dia, bersifat likuid atau mudah dicairkan namun imbal hasilnya rendah. Tak hanya dalam bentuk uang, menabung juga bisa dalam bentuk emas yang juga likuid atau bisa dijual setiap saat dan dalam jangka panjang, lanjut dia, tren harganya selalu naik. Contohnya, harga emas saat ini per gram sudah mencapai angka sekitar Rp 1 juta.

Dalam jangka panjang, kata dia, juga ada pilihan saham dan reksa dana namun reksa dana saat ini sedang naik turun alias fluktuatif. Ada juga tabungan jangka panjang yang digunakan untuk uang muka membeli rumah yang kini juga banyak ditawarkan perbankan. “Kalau ada penghasilan itu harus dipotong untuk ditabung dulu baru sisanya dibelanjakan. Banyak orang salah, nabung kalau ada sisa lebih, tapi kenyataannya uang sudah habis duluan,” imbuhnya.

Selain menabung, milenial perlu membedakan kebutuhan dan keinginan caranya dengan menyusun daftar prioritas yang paling dibutuhkan. Selanjutnya, milenial harus bijak dalam berutang dan lebih diutamakan utang yang sifatnya untuk produktif atau memberikan pemasukan. “Utang itu artinya uang tidak cukup, perlu pinjam oleh karena itu jangan dipaksakan, harus dihitung kalau bisa yang produktif, jangan konsumtif. Periksa kembali kemampuan membayar,” katanya.

Tips yang terakhir, lanjut dia, mempersiapkan dana darurat caranya dengan menabung untuk memenuhi kebutuhan saat tak terduga seperti krisis akibat pandemi. “Jika tidak punya dana darurat, tidak punya tabungan, tiba-tiba jatuh miskin, tidak punya uang, kita sulit bergerak, tiba-tiba penghasilan terganggu, tapi tetap harus makan. Jika tidak punya dana darurat hidup menjadi sulit,” katanya.

Dengan tips mengelola keuangan tersebut, OJK mengharapkan milenial semakin paham dengan keuangan apalagi saat ini regulator itu sedang menggenjot tingkat literasi atau pemahaman keuangan nasional yang saat ini baru mencapai 38 persen dan inklusi keuangan mencapai 76 persen.

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat