Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Rumah Kontrakan, Apakah Wajib Zakat?

Saat aset disewakan dan memberikan imbal hasil, maka memenuhi manat zakat atau berkembang.

DIASUH OLEH DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu'alaikum Wr Wb. Saya mau bertanya terkait zakat hasil sewa. Saya punya beberapa rumah kontrakan, satu rumah disewakan Rp 30 juta per tahun. Apakah hasil sewa tersebut wajib zakat? Berapa nisab dan tarifnya? Mohon penjelasan, Ustaz! -- Ramli, Depok

Wa'alaikumussalam Wr Wb.

Hasil sewa itu wajib zakat saat pendapatan bulanannya mencapai, misalnya, senilai 653 kilogram beras (Rp 6.530.000) dengan ditunaikan 5 persen sebagai zakatnya. Kesimpulan ini bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut.

Pertama, contoh bisnis sewa jasa, antara lain, sewa kontrakan, platform digital, dan perhotelan. Intinya, bisnis menyewakan manfaat fasilitas, barang, atau aset. Dalam fikih, zakat hasil sewa dikenal dengan zakat mustagallat, maksudnya zakat yang berlaku pada setiap aset-aset yang disewakan.

Kedua, pada prinsipnya hasil zakat sewa itu wajib zakat. Sebagaimana pendapat mayoritas ahli fikih sejak generasi awal bahwa kuda jika dijadikan objek bisnis itu harus ditunaikan zakatnya. Bahkan, Ibnu Mundzir menukil konsensus (ijma') para ulama tentang kewajiban tersebut.

Sedangkan, penjelasan ulama bahwa aset seperti bangunan tidak wajib zakat itu terkait dengan aset yang digunakan untuk kebutuhan pribadi karena bangunan pada saat itu umumnya digunakan untuk kebutuhan pribadi.

Begitu pula dengan hadis Rasulullah SAW, "Seorang Muslim tidak ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat kuda dan budaknya." (HR Bukhari).

Sesungguhnya bukan kuda dan hamba yang menjadi maksud hadis, melainkan setiap aset yang digunakan untuk kebutuhan pibadi itu tidak wajib zakat. Hal itu seperti rumah yang didiami, kendaraan yang digunakan untuk antar jemput anak-anak. Tetapi, saat aset itu disewakan, wajib zakat.

Ketiga, ada tiga pendapat ahli fikih terkait berapa dan kapan mengeluarkan zakat hasil sewa. Pendapat pertama, zakat hasil sewa mengikuti ketentuan zakat perdagangan di mana saat akumulasi hasil sewa selama satu tahun mencapai minimal senilai 85 gram emas. Maka, ditunaikan 2,5 persen sebagai zakatnya menurut sebagian ahli fikih.

Sebagaimana disampaikan Ibnu Uqail al-Hanbali dan ulama madzhab Hadiwiyah. Ibnu Uqail mengatakan, di- takhrijdari riwayat Imam Ahmad, cincin yang disewakan itu wajib dizakati. Begitu pula bangunan dan seluruh aset yang disewakan. (Badai' al-Fawaid 3/143).

Pendapat kedua, mengikuti ketentuan zakat emas, yakni menjadi wajib zakat saat hasil sewa selama satu tahun mencapai minimum senilai 85 gram emas. Maka, ditunaikan 2,5 persen sebagai zakatnya. Sebagaimana disampaikan Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah.

Ibnu Quddamah meriwayatkan dari Imam Ahmad tentang seseorang yang menyewakan rumahnya, maka ia menunaikan zakatnya saat menerima hasil sewa (al-Mughni3/29).

Sebagaimana Standar Syariah AAOIFI Nomor 35 tentang Zakat, Aset yang disewakan tidak wajib dizakati, tetapi yang harus ditunaikan zakatnya adalah hasil sewanya.

Perbedaan pendapat pertama dan kedua itu terkait simulasi perhitungan zakatnya. Menurut pendapat pertama, hasil sewa ditunaikan zakatnya dengan cara costatau modal ditambah hasil sewa dikurangi biaya dan kewajiban. Sedang kan, menurut pendapat yang kedua, hasil sewa selama satu tahun diaku mulasi, kemudian dikeluarkan 2,5 persen.

Pendapat ketiga, mengikuti ketentuan zakat pertanian. Menjadi wajib zakat saat hasil sewa yang diterima setiap bulan mencapai, misalnya, senilai 653 kg beras (Rp 6.530.000) ditunaikan 5 persen (saat ada biaya) sebagai zakatnya. Sebagaimana disampaikan Syekh Abu Zahra dan Abdul Wahhab Khallaf, karena saat aset disewakan dan memberikan imbal hasil, maka memenuhi manat zakat atau berkembang.

Keempat, jika ditelaah, pendapat ketiga lebih maslahat dan lebih tepat analoginya. Ketentuan aset yang disewakan disamakan dengan zakat pertanian karena kedua-duanya aset tetap (semi tetap) yang dibisniskan.

Seperti petani mengelola sawah atau pemilik aset yang disewakan, di mana asetnya tetap (tidak berpindah tangan dari yang satu pihak ke pihak yang lain), tetapi menyemai panen atau hasil sewa. Pendapat ini juga lazim dipraktikkan di lembaga amil zakat di Indonesia.

Di antara simulasinya, si A memiliki 20 pintu kontrakan yang disewakan kepada mahasiswa. Hasil sewa yang diterimanya setiap bulan sebesar Rp 20 juta setelah dikurangi overhead cost (sebesar 5 juta), maka Rp 15 juta ia terima bersih sebagai hasil sewa kontrakan tersebut. Si A menunaikan 5 persen (sebesar Rp 750 ribu) sebagai zakat. Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat