Irjen Napoleon Bonaparte seusai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin, (28/9). | Bambang Noroyono/Republika

Nasional

Napoleon Bisa Ajukan Justice Collaborator

Napoleon mengaku dijadikan tumbal dalam skandal Djoko Tjandra.

JAKARTA -- Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menganggap ancaraman Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte yang ingin membuka para pemain di kasus korupsi penghapusan red notice milik Djoko Sugiarto Tjandra adalah serius. Napoleon disarankan mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) sehingga bisa mengungkap semua pihak yang terlibat.

"Bisa ajukan justice collaborator, saya harap dia mengajukan. Ini bisa membuka yang lebih besar atau membuka seterang-terangnya," kata Boyamin, saat dihubungi, Ahad (18/10).

Sejak awal kasus ini, MAKI aktif membantu penyelidikan dengan menyodorkan data dan bukti, termasuk soal aktivitas Djoko Tjandra di Indonesia. Ia mengaku tidak sabar menunggu pernyataan Napoleon di persidangan.

Sebab, ia yakin Napoleon bukan melakukan gertak sambal. "Karena apa pun yang dia katakan, prosesnya dia tahu siapa saja yang terlibat," ujar Boyamin.

Bareskrim Polri resmi melimpahkan berkas perkara dan tersangka suap penghapusan red notice Djoko Tjandra ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (16/10). Saat penyerahan itu, Irjen Napoleon mengancam akan membongkar orang lain yang terlibat dalam perkara itu.

Mantan kadiv Hubinter Mabes Polri itu menegaskan, dirinya tak main-main mengungkapkan siapa saja yang terlibat. “Akan ada waktunya. Ada tanggal mainnya,” kata Napoleon.

Selain Napoleon, tersangka yang ikut dilimpahkan adalah Brigjen Prasetijo Utomo dan Tommy Sumardi. Sedangkan, tersanga Djoko Tjandra, berkasnya dilimpahkan ke Kejari Jakarta Pusat. Napoleon dan Prasetijo diduga terlibat penghapusan red notice agar Djoko bisa masuk ke Indonesia.

Djoko diduga memberikan Rp 7 miliar dalam dolar AS dan Singapura kepada Napoleon dan 20 ribu dolar AS kepada Prasetijo. Semua pemberian itu lewat Tommy.

Menurut Boyamin, sudah seharusnya instansi kepolisian bersikap proaktif membuka kasus itu selebar-lebarnya. Setidaknya, kata dia, ada tiga hal yang bisa diungkap dari ancaman Napoleon.

Pertama, ada pihak lain atau dari kepolisian yang diduga terlibat dalam perkara ini.  Kemudian, kemungkinan Djoko Tjandra yang menjadi sentral perkara ini diduga memiliki perkara dengan instansi lainnya.

Ketiga, diduga Napoleon memiliki data lain rekan-rekannya di kepolisian yang tidak bersih. "Pak Napoleon barangkali dalam konteks itu akan bisa membuka ketiga-tiganya malahan," ungkap Boyamin.

Pengacara Napoleon, Haposan Batubara menilai kliennya adalah tumbal dari skandal Djoko Tjandra. Karena itu, Napoleon berambisi mengungkapnya di persidangan. “Ya mungkin ada arah tetang siapa-siapa saja sebenarnya yang terlibat. Dan ada apa sebenarnya, kok beliau (Napoleon) merasa seperti dikorbankan. Karena kalau seseorang dituduh tanpa ada bukti, pasti ada sesuatu. Itu yang akan dibongkar di persidangan nanti,” kata Haposan, Sabtu (17/10). 

Menurut Haposan, satu-satunya bukti yang diajukan penyidik adalah keterangan Tommy Sumardi. Padahal, kata dia, Napoleon pernah mengirim surat kepada Kejakgung agar memperjanjang status buronan Djoko Tjandra. “Kalau beliau (Napoleon) yang menghapus, dan dapat (Rp) 7 miliar, kenapa beliau masih mengajukan surat permintaan ke Kejaksaan Agung,” terang Haposan. 

Menanggapi ancaman Napoleon, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengaku siap mendengarkannya di persidangan. "Biarlah kita dengar keterangannya di sidang pengadilan seperti apa," ujar Argo, Jumat (16/10).

Tunggu sidang

Sementara, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejakgung menyetop sementara pengembangan kasus suap dan gratifikasi Pinangki Sirna Malasari, Andi Irfan, dan Djoko Tjandra. Direktur Penyidikan JAM Pidsus Febrie Adriansyah menerangkan, saat ini pihaknya tinggal menunggu fakta hukum dan pembuktian di persidangan.

“Saya rasa untuk kasus Djoko Tjandra ini, cukuplah ya. Kita anggap selesai. Tinggal menunggu apa yang terjadi di persidangan nantinya,” terang dia, Sabtu (17/10).

Febrie tak membantah jika fakta persidangan akan menguak tentang keterlibatan pihak-pihak lain. Hasil persidangan akan membuka penyelidikan maupun penyidikan baru yang dapat menambah deretan tersangka. “Jadi kita lihatlah nanti seperti apa,” kata Febrie.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat