Buruh pabrik berjalan meninggalkan area pabrik pada saat jam pulang kerja di salah satu Pabrik di kawasan Ciracas, Jakarta Timur, Jumat (9/10). Aktivitas buruh pabrik mulai kembali normal usai mogok nasional pada 6-8 Oktober 2020. | Republika/Thoudy Badai

Kabar Utama

Kepala Daerah Buka Dialog Soal UU Ciptaker

Para kepala daerah sebelumnya telah berkirim surat kepada Presiden Jokowi soal UU Ciptaker.

SEMARANG -- Para kepala daerah bakal mengintensifkan dialog dengan pihak-pihak yang menolak pengesahan UU Cipta Kerja. Pertemuan dengan kalangan buruh hingga mahasiswa bakal digelar sejumlah kepala daerah pada pekan ini. 

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, dirinya membuka ruang aspirasi dengan berbagai elemen masyarakat. Tujuannya untuk menampung masukan dari masyarakat terkait rencana pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden sebagai aturan turunan dari UU Cipta Kerja. 

"Insya Allah Senin kita kumpulkan para pemangku kepentingan. Ayo kita siapkan saja bagaimana RPP (rancangan peraturan pemerintah). Ini bisa kita berikan masukan kdengan sesuatu yang memang kita sepakati atau kita inginkan dan akan diteruskan," kata Ganjar, di Semarang, Sabtu (10/10). 

Menurut Ganjar, rencana penerbitan PP dan perpres bisa menjadi harapan untuk mendetailkan UU Cipta Kerja. Sehingga, masing-masing sektor bisa memberikan masukkan untuk menyempurnakan UU tersebut. 

Tidak hanya membuka ruang aspirasi, Ganjar mengaku dalam beberapa hari terakhir terus berkomunikasi dengan sejumlah menteri dan anggota DPR RI. Menurut dia, saat ini adalah kesempatan masyarakat untuk memberikan masukan.

"Atau barangkali kalau tidak setuju semua gak apa-apa, silakan kemudian mengajukan judicial review. Nah dua cara ini menurut saya yang paling pas," ujarnya menegaskan.

Dalam sepekan terakhir, Pemprov Jateng melalui dinas-dinas terkait turut menyiapkan masukan terkait peraturan turunan UU Cipta Kerja. Dia menegaskan, Pemprov Jateng bakal mencantumkan saran masyarakat terkait aturan turunan dan menyampaikannya kepada pemerintah pusat. 

Pemerintah sampai saat ini tetap bertekad melanjutkan implementasi UU Cipta Kerja meski gelombang penolakan bermunculan di berbagai daerah. Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers pada Jumat (9/10) bahkan menargetkan aturan turunan UU Cipta Kerja bisa diselesaikan paling lambat tiga bulan setelah diundangkan. 

Jokowi dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan, UU Cipta Kerja masih memerlukan banyak peraturan turunan, seperti PP dan perpres. Pemerintah, kata Jokowi, juga masih membuka berbagai masukan dan saran dari masyarakat maupun pemerintah daerah terkait UU Cipta Kerja.

Ia yakin, UU Cipta Kerja ini akan mampu memperbaiki kehidupan jutaan pekerja di Indonesia.

Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo menyatakan, kepala daerah harus mau dan mampu mengelola aspirasi masyarakat, termasuk soal penolakan UU Cipta Kerja. Namun, ia menegaskan kepala daerah tidak bisa mengubah apa pun. "Tetapi kepala daerah tentu harus mau dan mampu mengelola aspirasi masyarakatnya," katanya. 

Terkait UU Cipta Kerja, ia mengingatkan bahwa UU tersebut tentu diberlakukan dalam waktu dekat. Sebab, untuk memberlakukannya harus ada peraturan-peraturan turunan mulai dari tingkat pusat, kementerian, bahkan peraturan daerah. "Belum tentu 1-2 tahun diberlakukan, harus ada tindak lanjutnya," katanya.

Hadi mengaku terus berkomunikasi dengan sejumlah pihak, tak terkecuali serikat buruh. Pada pekan ini, Hadi berencana melakukan pertemuan untuk menampung aspirasi para buruh. 

"Nanti Senin ketemu lagi untuk menyampaikan (aspirasi) ya saya terima. Saya sendiri kan juga mantan buruh ya harus menghargai beliau-beliau (buruh) juga," katanya.

Presiden Joko Widodo pada Jumat (9/10) dikabarkan melakukan rapat terbatas dengan sejumlah gubernur. Dalam rapat itu, Jokowi memberikan pengarahan terkait UU Cipta Kerja. 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku tidak dapat menyampaikan pendapat atau aspirasi terkait UU Cipta Kerja dalam rapat tersebut. "Tentang rapat gubernur, seluruh keterangan disampaikan oleh Bapak Presiden, jadi kami yang hadir tidak bisa memberikan keterangan," kata Anies di Jakarta, Sabtu.

Anies menjelaskan, seluruh keterangan disampaikan Jokowi dan tim kepresidenan, sehingga perwakilan gubernur yang hadir tidak dapat menyampaikan pandangan soal UU Cipta Kerja. "Karena pesannya seperti itu kami jadi tidak bisa menyampaikan keterangan apa pun," tutur mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu.

Sebelumnya, Anies Baswedan berjanji di hadapan para demonstran, akan membawa aspirasi mengenai UU Cipta Kerja ke rapat antar gubernur se-Indonesia. Anies sempat menemui para demonstran yang menolak UU Cipta Kerja di Bundaran HI, Jakarta Pusat, pada Kamis (8/10) malam. Saat itu, Anies berjanji akan menyampaikan aspirasi massa yang menolak UU Cipta Kerja pada pertemuan perwakilan gubernur dengan Jokowi dan tim kabinetnya.

Para kepala daerah sebelumnya terlah berkirim surat kepada Presiden Jokowi untuk menyuarakan aspirasi masyarakat yang menolak pengesahan UU Cipta Kerja. Sejumlah kepala daerah telah lebih dulu bersurat kepada Presiden, antara lain, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Sementara pada Jumat (9/10), Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang bersurat kepada Presiden.

Khofifah mengatakan, pengiriman surat kepada Jokowi tersebut sebagai bentuk pemenuhan tuntutan buruh yang menggelar aksi menolak Omnibus Law di Jawa Timur pada Kamis (9/10). Khofifah menegaskan, surat yang ditujukan kepada Presiden berisi permohonan penangguhan pemberlakuan UU Cipta Kerja yang telah memperoleh persetujuan bersama antara Pemerintah dan DPR.

Selain itu, lanjut Khofifah, Pemprov Jatim juga akan memfasilitasi perwakilan buruh untuk berangkat ke Jakarta guna beraudiensi dan berdialog langsung dengan Menko Polhukam Mahfud MD dalam waktu dekat.

Komunikasi publik 

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah memperbaiki pola komunikasi kebijakan publik untuk menghindari pemahaman yang salah terhadap kebijakan yang akan diterapkan. 

"Belajar dari beberapa kali peristiwa dalam proses pembuatan undang-undang atau peraturan daerah, dirasa perlu mengomunikasikan dengan tepat terkait kebijakan yang akan diterapkan," katanya, Ahad (11/10). 

Pernyataan Lestari tersebut menyikapi unjuk rasa di sejumlah daerah yang dipicu kekecewaan terkait pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang oleh DPR pekan lalu. Dalam pemeriksaan pihak kepolisian, katanya, terungkap bahwa sebagian besar pengunjuk rasa mendapat informasi yang salah terkait RUU Cipta Kerja. Informasi yang salah itu diduga menjadi salah satu pemicu aksi unjuk rasa.

"Bila sejak awal RUU Cipta Kerja ini dibahas, banyak orang sudah memahami rancangan kebijakan ini, mungkin saja unjuk rasa besar-besaran tidak akan terjadi," ujar legislator Partai Nasdem itu.

Pola komunikasi seperti layaknya pemadam kebakaran, ujar Rerie, sapaan Lestari, seringkali dilakukan oleh institusi atau lembaga di negeri ini dalam proses penerapan kebijakan baru. "Menunggu reaksi atas kebijakan yang diberlakukan baru dilakukan sosialisasi masif untuk memberi pemahaman," katanya.

 
Bila sejak awal RUU Cipta Kerja ini dibahas, banyak orang sudah memahami rancangan kebijakan ini, mungkin saja unjuk rasa besar-besaran tidak akan terjadi.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat
 

Strategi ini, kata Rerie, berisiko karena pihak-pihak yang kecewa atas kebijakan terkait berpotensi bereaksi di luar batas, seperti yang terjadi pekan lalu pada penolakan UU Cipta Kerja.

Menurut Rerie, sosialisasi masif sejak awal secara persuasif lewat kanal-kanal yang tepat terkait kebijakan yang akan diterapkan mendesak untuk dilakukan agar mengurangi pemahaman yang salah di kalangan masyarakat.

Apalagi, kata dia, saat ini masih banyak rancangan undang-undang yang masih dalam proses tahapan pembahasan di DPR RI dan menjadi perhatian masyarakat, antara lain RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Ketahanan Keluarga, RUU Masyarakat Adat, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang dinilai kontroversial oleh masyarakat.

Upaya sosialisasi masif terkait hal-hal yang dikhawatirkan masyarakat atas kebijakan terkait harus segera dilakukan. Tujuannya agar masyarakat dapat lebih memahami manfaat dan dampak dari peraturan baru yang akan diberlakukan.

Rerie menilai sudah saatnya pemerintah melakukan perubahan dalam pengelolaan komunikasi di kalangan birokrasi pada institusi negara agar menjadi lebih baik dalam menghadapi perkembangan zaman. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat