Karyawati menunjukan emas batangan di salah satu bangking hall bank syariah di Jakarta. (ilustrasi) | Republika/Agung Supriyanto

Opini

Prospek Ekonomi Syariah

UU Cipta Kerja berpotensi memberi angin segar bagi pertumbuhan ekonomi syariah.

SETIAWAN BUDI UTOMO, Peneliti Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan

Seusai RUU Cipta Kerja disahkan DPR menjadi undang-undang pada Senin (5/10), hingga hari ini masih menyisakan polemik di berbagai media hingga unjuk rasa kaum buruh bersama berbagai kalangan. Disayangkan, aksi berujung anarkistis dan terjadi perusakan fasilitas umum.

Protes keras juga sempat dilontarkan tokoh yang mewakili kedua ormas Islam terbesar di Indonesia. Terlepas dari pro-kontra, di antaranya terkait hak-hak privat dan hubungan industrial, benarkah UU Cipta Kerja ini tidak ada yang dapat diambil manfaat dan hikmahnya sama sekali?

Bagaimana perkembangan ekonomi syariah pascapengesahan UU Cipta Kerja ini?

Maksud ekonomi syariah di sini adalah seluruh sektor industri ekonomi syariah baik keuangan maupun kegiatan usaha sesuai syariah di sektor riil yang lebih familier dengan istilah industri halal. Dua sektor ini bagai dua sisi mata uang dari ekonomi syariah yang tak dapat dipisahkan.

 
Perkembangan industri halal, tak lepas dari dukungan industri keuangan syariah yang memengaruhi perkembangan jumlah aset, model layanan, inovasi produk, dan jaringan mitra bisnis.
 
 

Pada 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan strategis tentang akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Antara lain, melalui kontribusi lembaga jasa keuangan dalam pembiayaan sektor prioritas, termasuk industri halal.

Perkembangan industri halal, tak lepas dari dukungan industri keuangan syariah yang memengaruhi perkembangan jumlah aset, model layanan, inovasi produk, dan jaringan mitra bisnis. Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim di dunia berpotensi besar mengoptimalkan industri halal (Utomo, 2019).

Islamic Financial Services Board (IFSB) Stability Report 2019 menyebutkan, aset keuangan syariah global pada akhir 2018 sekitar 2,19 triliun dolar AS. Menurut laporan State of the Global Islamic Economy Report 2019/2020, pada 2018 aset keuangan syariah 2,5 triliun dolar AS.

Pada 2024, aset keuangan syariah global diprediksi 3,5 triliun dolar AS. Meski peluang pengembangan ekonomi syariah besar melalui sinergi keuangan syariah dan industi halal yang didominasi UMKM, sejumlah pekerjaan rumah perlu dibereskan.

Di antaranya, rendahnya pembiayaan perbankan syariah untuk industri halal. Ini ditunjukkan dengan tren pembiayaan di sektor produktif cenderung menurun dibandingkan konsumsi.

Perbankan syariah perlu meningkatkan eksposur pembiayaan dan basis pasarnya di sektor produktif, melalui pendampingan dan monitoring UMKM.  Perlu pelaku perbankan dan keuangan syariah yang membuka akses lebih lebar ke UMKM dengan kemitraan saling menguntungkan (Gillani et al, 2016). 

 
Paling tidak, ada dua hal berpotensi memberi angin segar bagi pertumbuhan ekonomi syariah, yaitu dukungan pada sektor koperasi syariah dan UMKM pelaku industri halal.
 
 

Selain itu, masih banyak pelaku industri halal yang berhubungan dengan pelaku keuangan konvensional, dengan alasan fasilitas pelayanan lebih baik. Ini menyebabkan, kemitraan pelaku industri halal dan keuangan syariah belum optimal.

Nilai kegiatan industri halal yang menggunakan produk dan jasa keuangan syariah belum cukup besar. Berbeda dengan pelaku industri halal di Malaysia yang memiliki komitmen mengunakan jasa keuangan syariah sebesar 80 persen (Osman & Ali, 2008).

Skema pembiayaan syariah juga belum memenuhi kebutuhan pasar industri halal. Bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah, rata-rata masih 30-35 persen atau di bawah skema jual beli atau murabahah.

Skema pembiayaan jual beli lebih menjamin bagi lembaga keuangan syariah mendapatan keuntungan tetap dan pengelolaan pembiayaan lebih sederhana. Sebagian pelaku industri halal menilai, ini tak beda dengan sistem bunga dan rata-rata beban imbalan lebih tinggi daripada tingkat bunga (Sudarsono, 2017)

Dari permasalahan pengembangan ekonomi syariah dari sudut pandang sinergi ekosistem secara terintegrasi, penulis berusaha menggali sejauh mana manfaat UU Cipta Kerja bagi ekonomi syariah dan memberikan solusi bagi permasalahannya.

Paling tidak, ada dua hal berpotensi memberi angin segar bagi pertumbuhan ekonomi syariah, yaitu dukungan pada sektor koperasi syariah dan UMKM pelaku industri halal.

Pada bagian kedua koperasi, di antara pasal 44 dan pasal 45 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 44A UU Cipta Kerja, mengatur semangat mempermudah pendirian koperasi syariah. Ketentaun lebih lanjut diatur peraturan pemerintah.

Bank syariah salama ini dilema menyikapi pengajuan pembiayaan dari koperasi syariah potensial, sementara koperasi syariah jumlahnya masih terbatas.

Bank syariah bisa lebih optimistis dan fokus menggarap UMKM halal. Pada Pasal 48 UU Cipta Kerja, mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, di antaranya percepatan tenggat proses sertifikasi halal di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Terkait sertifikasi halal, ada semangat mempermudah industri halal bagi UMKM berupa penyederhanaan proses. Di antara pasal 4 dan 5 disisipkan pasal 4A yang mengatur pelaku usaha mikro dan kecil wajib bersertifikat halal berdasarkan pernyataan pelaku usaha mikro dan kecil sesuai standar halal yang ditetapkan BPJPH.

Selain itu, perubahan ketentuan pasal 44 yang menggratiskan permohonan sertifikasi halal yang diajukan pelaku usaha mikro dan kecil. Tentu, ini efektif mendukung pengembangan ekonomi syariah jika dalam aturan pelaksanaannya berlaku konsisten. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat