Terpidana Irman (depan) dan Sugiharto (belakang) berjalan usai memberikan keterangan sebagai saksi untuk kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik Setya Novanto di Pengadilan tindak pidana korupsi, Jakarta, Kamis (25/1) | Republika/Iman Firmansyah

Nasional

Lagi, MA Sunat Hukuman Koruptor KTP-El

Tren pengurangan hukuman oleh Mahkamah Agung berlanjut.

JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) kembali memberikan korting hukuman terhadap terpidana kasus korupsi. Kali ini yang mendapatkannya adalah dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang divonis bersalah dalam kasus megakorupsi proyek KTP elektronik (KTP-el), Irman dan Sugiharto.

"Permohonan PK (peninjauan kembali) pemohon/terpidana Sugiharto dan Irman dikabulkan oleh MA dalam tingkat pemeriksaan peninjauan kembali," kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, kepada Republika, Selasa (29/9). 

Dalam amar putusannya, majelis PK MA menjatuhkan hukuman 10 tahun pidana penjara terhadap Sugiharto yang merupakan mantan direktur pengelolaan informasi dan administrasi Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek KTP-el.

Sebelumnya, dalam putusan kasasi Sugiharto dijatuhkan hukuman 15 tahun pidana. Sementara Irman, yang merupakan mantan direktur jenderal Dukcapil Kemendagri sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA), divonis 12 tahun dari vonis kasasi 15 tahun penjara. 

photo
Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kemendagri. Sugiharto memasuki kendaraan tahanan. - (Republika/Iman Firmansyah)

Andi menjelaskan, meskipun hukuman pidana penjara dikurangi, keduanya tetap dijatuhkan hukuman denda sebesar Rp 500 juta dan membayar uang pengganti sebagaimana putusan kasasi. Salah satu pertimbangan majelis PK MA mengabulkan permohonan PK keduanya karena Irman dan Sugiharto telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai juctice collborator (JC) dalam tindak pidana korupsi. Selain itu, keduanya juga bukan pelaku utama dan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang signifikan terkait perkara korupsi proyek KTP-el. 

"Sehingga penyidik dan penuntut umum dapat mengungkap peran pelaku utama dan pelaku lainnya dalam perkara a quo," kata Andi. 

Andi Samsan melanjutkan, putusan PK Irman dan Sugiharto tersebut merupakan hasil musyawarah majelis PK yang terdiri dari Hakim Agung Suhadi selaku ketua majelis PK serta Hakim Agung Krisna Harahap dan Sri Murwahyuni selaku anggota majelis.

Putusan majelis PK pun tidak bulat karena Hakim Agung Suhadi menyatakan dissenting opinion atau silang pendapat. Suhadi menilai Irman dan Sugiharto memiliki peran penting dalam korupsi proyek KTP-el yang merugikan keuangan negara karena keduanya merupakan kuasa pengguna anggaran dalam proyek KTP-el. 

"Suhadi menyatakan dissenting opinion karena terpidana a quo memiliki peran yang menentukan, yaitu sebagai kuasa pengguna anggaran," ujar Andi. 

Pengurangan hukuman terpidana korupsi di tingkat PK MA menjadi fenomena dalam beberapa tahun terakhir. Pekan lalu, KPK mencatat, sejak 2018, MA telah menyunat hukuman 20 koruptor. Artinya, Irman dan Sugiharto menjadi terpidana ke-22 dan ke-23 yang hukumannya dikurangi MA.

photo
Mantan ketua DPR Setya Novanto dan Mantan direktur Dukcapil Kemendagri Sugiharto saat akan mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta.  - (Republika/Putra M. Akbar)

Menanggapi keputusan terbaru MA tersebut, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kembali menunjukkan keprihatinannya. Seharusnya, kata dia, MA dapat memberi argumen sekaligus jawaban dalam putusan-putusan PK tersebut, yaitu legal reasoning pengurangan hukuman dalam perkara a quo. Hal itu penting agar tidak menimbulkan kecurigaan publik tergerusnya rasa keadilan dalam pemberantasan korupsi. 

"Terlebih, putusan PK yang mengurangi hukuman ini marak setelah gedung MA ditinggal sosok Artijo Alkostar. Jangan sampai memunculkan anekdot hukum, 'bukan soal hukumnya, melainkan siapa hakimnya'," kata Nawawi, kemarin. 

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah pekan lalu menyatakan, MA menghormati semua kritikan yang menyoroti putusan pengabulan PK koruptor tersebut. Termasuk, desakan dari masyarakat sipil yang meminta agar Ketua MA Syarifuddin untuk menaruh perhatian lebih terhadap perkara-perkara yang diputus lebih ringan.

"Dan mohon maaf, tanpa didesak siapa pun, semua kritik dan saran dihormati. Fungsi itu sudah menjadi tugas dan fungsi Badan Pengawasan (Bawas MA). Tanpa diminta Bawas pasti sudah melakukan tugasnya," kata Abdullah. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat