Warga Palestina berlari dari tembakan gas air mata saat berunjukrasa menolak pemukiman Yahudi di Asira al-Qibliya, dekat Nablus, Tepi Barat, Jumat (25/9). | AP/Majdi Mohammed

Internasional

Israel Hancurkan 500 Bangunan Warga Palestina

OCHA mengatakan terdapat 500 bangunan milik warga Palestina di Tepi Barat yang dihancurkan Israel.

JENEWA -- Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan sepanjang 2020, Israel telah menghancurkan lebih dari 500 bangunan milik warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Penggusuran dan pembongkaran merupakan praktik yang biasa dilakukan Israel di wilayah yang didudukinya. 

Dikutip laman Anadolu Agency, dalam keterangan yang dirilis pada Senin (28/9), OCHA mengatakan terdapat 500 bangunan milik warga Palestina di Tepi Barat yang dihancurkan Israel. Sebanyak 134 di antaranya berada di Yerusalem Timur. 

Pembongkaran dilakukan dengan alasan bahwa bangunan-bangunan itu disebut tak berizin. Dalam dua pekan terakhir, Israel merobohkan 22 bangunan. Hal itu menyebabkan 50 warga Palestina mengungsi. Sebanyak 200 warga lainnya mengalami kerugian akibat penghancuran tersebut. 

Para pengungsi Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan beberapa negara Arab lainnya, seperti Yordania serta Suriah, mengandalkan bantuan dari Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). Namun, saat ini UNRWA tengah mengalami krisis keuangan. 

Pada Juli lalu Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini mengungkapkan saat ini badan yang dipimpinnya mengalami kesenjangan pendanaan sebesar 335 juta dolar AS. “Kami berada dalam kegelapan dan saya tidak tahu apakah kami akan dapat melanjutkan operasi UNRWA sampai akhir tahun ini,” kata dia, dikutip laman kantor berita Palestina WAFA

Lazzarini mengatakan, selama lima tahun terakhir, kecuali pada 2018, UNRWA belum memiliki sumber daya yang memadai untuk memenuhi kebutuhan pengungsi Palestina. Padahal UNRWA telah melakukan efisiensi dan penghematan anggaran. 

Sejak 2015, UNRWA berhasil menghemat dana sebesar setengah miliar dolar AS atau rata-rata 100 juta dolar per tahun. Meskipun melakukan penghematan dan efisiensi, UNRWA tetap mempertahankan layanan atau program inti untuk pengungsi Palestina. Hal itu pada akhirnya menimbulkan dampak tersendiri. 

Menurut Lazzarini, tak mungkin lagi menjalankan organisasi seperti UNRWA yang memiliki hampir 30 ribu staf ketika arus kasnya sangat rendah dan sumber kontribusi tidak jelas. “Tahun demi tahun, bulan demi bulan, UNRWA berada di tepi kehancuran finansial. Ini tak dapat dilanjutkan,” ujarnya. 

Sementara, Pasukan Israel pada Senin (28/9) menutup akses warga Palestina yang hendak memasuki Masjid Ibrahimi di kota Al-Khalil (Hebron) di Tepi Barat selatan dengan dalih untuk hari libur Yahudi. Menurut koresponden WAFA, dilansir di ABNA, Selasa (29/9), sejumlah besar tentara Zionis dikerahkan di sekitar masjid Ibrahimi dan di sekitar kota tua tersebut.

Pasukan Israel menempatkan pembatasan yang mencekik pada gerakan dan kehidupan Palestina, seiring dengan bersiapnya pemukim fanatik ilegal yang hendak merayakan Yom Kippur. Direktur Masjid Ibrahimi, Hifthi Abu Sneineh mengatakan kepada WAFA bahwa penutupan itu mulai berlaku pada Ahad (27/9) sore dan diberlakukan hingga pukul 22.00 pada Senin.

Ia juga menyebut bahwa para pemukim mendirikan tenda di area masjid tersebut. Sementara itu, Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Ahmad Tamimi, mengecam penutupan tersebut sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap warga Palestina dan hak asasi manusia Muslim, termasuk hak atas kebebasan beribadah.

Sebelumnya sepekan yang lalu, otoritas Israel menutup masjid Ibrahimi selama dua hari berturut-turut untuk memberi jalan bagi pemukim ekstremis Yahudi untuk merayakan hari raya Rosh Hashanah, atau Tahun Baru Yahudi.

Sementara 26 tahun yang lalu, pemukim fanatik Israel Baruch Goldstein masuk ke Masjid Ibrahimi dan menembaki jemaah Muslim Palestina. Insiden itu menewaskan 29 orang. Empat warga Palestina menjadi syuhada pada hari yang sama dalam bentrokan yang meletus di sekitar Masjid sebagai tanggapan atas pembantaian tersebut.

Setelah itu, masjid, yang dikenal oleh orang Yahudi sebagai Makam Para Leluhur, dibagi menjadi dua. Sebagian besar diubah menjadi sinagog. Sementara pengawasan ketat diberlakukan pada orang-orang Palestina dan sejumlah area tertutup sepenuhnya bagi mereka, termasuk pasar penting dan jalan utama, jalan Shuhada.

Diperkirakan 800 pemukim Israel yang terkenal agresif, hidup di bawah perlindungan ribuan tentara di pusat kota Al-Khalil. Kota ini adalah rumah bagi lebih dari 30.000 orang Palestina.

Israel menggunakan nama nasionalis Yahudi "Yudea dan Samaria" untuk merujuk pada Tepi Barat yang diduduki. Hal demikian guna memperkuat klaim palsu atas wilayah tersebut dan memberi mereka lembaran legitimasi historis dan religius. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat