Tersangka kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Andi Irfan Jaya berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9). | ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Kabar Utama

Perantara Suap Djoko Tjandra Didalami

Andi Irfan berperan penting dalam kasus suap oleh Djoko Tjandra yang melibatkan juga jaksa di Kejakgung.

JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) mulai melakukan pemeriksaan terhadap tersangka Andi Irfan Jaya dalam penyidikan lanjutan dugaan suap, gratifikasi, dan permufakatan korupsi fatwa Mahkamah Agung (MA) terpidana Djoko Tjandra. Penyidikan lanjutan terhadap mantan politikus Nasdem tersebut dilakukan di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seturut protokol pencegahan Covid-19.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono mengatakan, sejak penerapan status darurat pandemi Covid-19, proses penanganan hukum, juga menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Termasuk, soal akses dalam pemeriksaan terhadap tahanan.

Andi Irfan dijadikan tersangka dan ditahan pada Rabu (2/9) lalu dititipkan di Rutan KPK. "Karena kan ditahan di sana. Jadi periksanya di sana," ujar Ali saat ditemui di Gedung Pidsus Kejakgung, Jakarta, Jumat  (18/9).

Direktur Penyidikan di Jampidsus Kejakgung Febrie Adriansyah sebelumnya mengungkapkan bahwa Andi Irfan punya peran penting dalam kasus suap oleh Djoko Tjandra yang melibatkan juga jaksa di Kejakgung, Pinangki Sirna Malasari. "Yang jelas Andi Irfan itu yang bawa Pinangki ke Kuala Lumpur untuk menemui Djoko. Mengenai peran dia (Andi Irfan), yang jelas bersama-sama Pinangki, bagaimana keduanya meyakinkan Djoko untuk percaya," kata Febrie pekan lalu.

Andi Irfan merupakan mantan pegiat lembaga survei yang kemudian bergabung dengan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) pada 2017. Posisi yang sempat ia jabat adalah ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Nasdem Sulawei Selatan.

Ia kemudian diberhentikan dari partai setelah jadi tersangka pada 2 September lalu. Selepas pemeriksaan kemarin, Andi Irfan tak bersedia ditanya pewarta. Ia langsung melesat ke mobil tahanan tanpa mengeluarkan pernyataan.

Kejaksaan belum menjelaskan perihal bagaimana Andi Irfan punya pengaruh di Kejaksaan Agung sehingga diduga jadi makelar kasus sebesar itu. Meski Jaksa Agung memang sempat dijabat mantan kader Nasdem HM Prasetyo, yang bersangkutan telah sebulan digantikan ST Burhanuddin saat Irfan menemui Djoko Tjandra di Kuala Lumpur.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono dalam rilisnya kemarin menyampaikan, pemeriksaan tersangka Andi Irfan sebetulnya belum terkait dengan sangkaan terhadapnya. Kata Hari, tersangka Andi Irfan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Pinangki.

"Pemeriksaan Andi Irfan dilaksanakan guna melengkapi kekurangan bahan keterangan karena terdapat perkembangan fakta-fakta hukum yang harus diklarifikasi," ujar Hari, Jumat (18/9).

Meski begitu, Hari Setiyono kemarin mengkonfirmasi peran tersangka Andi Irfan Jaya seperti yang tertuang dalam kasus korupsi penerimaan gratifikasi pegawai negeri terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung.

Dalam berkas perkara, disebutkan kasus ini bermula pada November 2019. Pinangki, sebagai jaksa yang bertugas di Jaksa Agung Muda Pembinaan bersama pengacara Anita Dewi Kolopaking dan Andi Irfan bertemu Djoko Tjandra di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia.

photo
Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari, berada di dalam kendaraan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9). - (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Pinangki dan Anita saat itu diminta membantu pengurusan fatwa MA melalui Kejakgung. Fatwa MA tersebut dimaksudkan agar vonis penjara dua tahun oleh MA terhadap Djoko Tjandra terkait kasus cessie Bank Bali pada 2009 tak lagi berlaku, sehingga kejaksaan tak dapat melakukan eksekusi atas vonis MA tersebut.

"Tujuan agar pidana terhadap Djoko Soegiarto Tjandra berdasarkan Putusan PK Nomor:12 PK/ Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 tidak dapat dieksekusi sehingga saudara Djoko Soegiarto Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana," begitu isi berkas perkara tersangka Pinangki.

Pinangki dan Anita bersedia memberikan bantuan pengurusan fatwa MA itu. Masih mengacu berkas tersebut, Pinangki lalu membuat proposal berjudul "Action Plan". Proposal tersebut diserahkan Pinangki ke Andi Irfan untuk selanjutnya disampaikan kepada Djoko Tjandra di Kuala Lumpur.

Setelah proposal sampai, Djoko Tjandra bersepakat dengan Pinangki dan Andi Irfan untuk menyediakan uang sebesar 10 juta dolar AS yang akan diberikan ke pejabat tinggi di Kejakgung dan MA. Uang itu guna keperluan mengurus permohonan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.

"Djoko memerintahkan adik iparnya, yaitu Heriyadi Angga Kusuma (almarhum) untuk memberikan uang kepada terdakwa Pinangki melalui Andi Irfan Jaya di Jakarta sebesar 500 ribu dolar AS sebagai uang muka. Selanjutnya, Andi Irfan memberikan uang sebesar 500 ribu dolar AS tersebut kepada Pinangki," kata Hari Setiyono.

Uang tersebut, dalam berkas perkara merupakan uang muka dari 1 juta dolar AS yang sebelumnya dijanjikan Djoko Tjandra kepada Pinangki dalam pertemuan pertama.

photo
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra berjalan seusai menjalani pemeriksaan, di Gedung Bundar Kompleks Kejakasaan Agung, Jakarta, Senin (31/8).  (MA) - (ANTARA FOTO/ Adam Bariq)

Dari uang 500 ribu dolar AS tersebut, Pinangki menyerahkan 50 ribu dolar AS kepada Anita Kolopaking yang ditunjuk Djoko Tjandra sebagai penasihat hukum. Sisanya, 450 ribu dolar AS masih dalam penguasan tersangka Pinangki.

Akan tetapi, menurut berkas tersebut, rencana dalam proposal "Action Plan" tak berjalan. Karena itu, pada Desember 2019 Djoko Tjandra membatalkan proposal ajuan Pinangki. Menurut berkas perkara, "Djoko Tjandra memberikan catatan pada kolom notes proposal 'Action Plan', dengan tulisan 'NO'."

Sisa panjar 450 ribu dolar AS yang berada dalam penguasan Pinangki, selanjutnya berubah bentuk. Pinangki menggunakan uang pemberian Djoko Tjandra tersebut untuk membeli mobil SUV BMW X-5 serta membayar jasa dokter kecantikan di Amerika Serikat.

Uang tersebut juga digunakan Pinangki untuk pembayaran sewa apartemen dan hotel di New York, AS, serta pembayaran kartu kredit. "Dan digunakan untuk transaksi lainnya, seperti kepentingan pribadi tersangka Pinangki untuk pembayaran sewa tempat tinggal apartemen di Essence Dharmawangsa dan Pakubuwono Signature," begitu isi berkas perkara.

Tim jaksa penuntut umum telah melimpahkan berkas perkara itu ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/9). Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Bambang Nurcahyono mengatakan, Pinangki akan menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan pada Rabu, 23 September.

Aktivis Boyamin Saiman dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti lekasnya penyerahan berkas perkara ini. Boyamin Saiman adalah pihak yang sebelumnya mengungkapkan sejumlah skandal kasus ini yang kemudian terverifikasi dalam penyelidikan kepolisian dan kejaksaan.

"Kalau boleh mendugalah adanya kejanggalan karena tampak buru-buru itu menutupi pihak-pihak lain. Dan pihak-pihak lain itu ada tampak kemudian yang bisa lebih besar dan lebih tinggi jabatannya. Pelimpahan ini semata-mata tampaknya untuk melokalisir di Pinangki saja," kata Boyamin di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/9). 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat