Syukuran Kiprah Abah Alwi. Wartawan senior Republika Alwi Shahab menghadiri Syukuran 50 Tahun Karya Emas Abah Alwi di Kantor Republika, Jakarta, Rabu (31/8) | Republika/ Wihdan

Opini

Abah Alwi, Teladan Bagi Kami

Abah mengajarkan kepada kami, profesi wartawan tidak mengenal masa berhenti.

ASRO KAMAL ROKAN, Pemimpin Redaksi Republika 2003-2005

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Kabar duka beredar di berbagai grup WhatsApp, Kamis, 17 September 2020, Subuh. Alwi Shahab, wartawan dan sejarawan Betawi, berpulang ke Rahmatullah dalam usia 84 tahun.

Abah Alwi, begitu kami biasa menyapanya, wartawan yang kami jadikan teladan. Dalam usianya yang sepuh, Abah terus menulis kolom di Republika. Profesi wartawan baginya tiada akhir meski fisiknya terus melemah dimakan usia.

Produktivitas Abah hampir tanpa tanding. Sepuluh buku telah ditulis Abah. Buku pertamanya, Robinhood Betawi, diterbitkan Republika pada 2001, saat usia Abah 65 tahun. Buku pertama ini disusul sembilan buku lainnya.

Buku terakhirnya berjudul Waktu Belanda Mabuk, Lahirlah Batavia diterbitkan pada 2013. Saat itu usia Abah 77 tahun.

 
Berbeda dengan kebanyakan wartawan muda Republika saat itu, Abah tidak menggunakan alat perekam, tetapi menulis di buku tulis sekolah.
 
 

Abah dilahirkan di Jakarta, 31 Agustus 1936. Karier kewartawanannya dimulai dari Kantor Berita Arabian Press Board di Jakarta. Pada 1963, Abah bergabung sebagai wartawan Kantor Berita Antara dengan liputan kepolisian, kota, parlemen, ekonomi, hingga wartawan di Istana.

Pensiun dari LKBN Antara pada 1993, Abah -- abang kandung sutradara Ali Shahab (almarhum) -- ini ditarik Mas Parni Hadi ke Republika. Saya mengenal Abah pada 1995, saat saya bergabung di Harian Republika.

Perawakannya tinggi, berkulit putih, berkacamata. Sering sekali Abah mengenakan baju lengan panjang biru bergaris-garis dan sepatu sandal. Dalam usianya yang sepuh, Abah tetap rajin ke lapangan. Mewawancarai berbagai sumber, terutama soal sejarah Betawi.

Berbeda dengan kebanyakan wartawan muda Republika saat itu, Abah tidak menggunakan alat perekam, tetapi menulis di buku tulis sekolah. Buku tulis tersebut selalu ada dalam kantongnya. Setiba di kantor, Abah menulis ulang di layar komputer.

Abah juga rajin ke perpustakaan Republika, membaca berbagai buku untuk mendukung tulisannya. Jika ragu, Abah tidak segan bertanya kepada wartawan-wartawan junior.

Abah sangat menyenangkan. Setelah menyelesaikan tugas atas inisiatif sendiri karena redaktur membebaskan Abah menulis yang disukainya, Abah bergabung dengan redaktur dan wartawan muda di lantai empat ruang redaksi.

 
Meski kehidupannya mapan, bahkan anaknya ada di Amerika Serikat, Abah tidak dipensiunkan seperti karyawan lain. Kami khawatir jika dunia kewartawanan dipisahkan darinya, akan berpengaruh pada kesehatannya.
 
 

Di sini, Abah berkisah banyak hal, yang diikuti humor-humor segar. Kami tertawa dan sering pula kami minta Abah bercerita lagi.

Kewartawanan adalah dunia Abah, profesi yang digelutinya sejak 1960, profesi yang sudah mendarah daging.

Meski kehidupannya mapan, bahkan anaknya ada di Amerika Serikat, Abah tidak dipensiunkan seperti karyawan lain. Kami khawatir jika dunia kewartawanan dipisahkan darinya, akan berpengaruh pada kesehatannya.

Pada 2003 atau mungkin sebelumnya, manajemen Republika memberi perlakuan khusus pada Abah, silakan datang ke redaksi atas keinginannya, silakan menulis apa yang dikehendakinya.

Ketika usianya 80 tahun, Republika mengadakan syukuran dengan tema “50 Tahun Karya Emas Abah Alwi”, pada Agustus 2016.

Abah adalah teladan bagi wartawan-wartawan junior. Ratusan karya tentang sejarah Jakarta, asal-usul nama jalan dan gedung di Jakarta, telah ditulisnya semasa di Republika, baik dalam bentuk tulisan lepas, rubrik kebudayaan, rubrik Sketsa Jakarta, maupun Nostalgia.

Tulisan-tulisan tersebut telah diterbitkan Republika dalam 10 buku, antara lain Batavia Kota Hantu; Maria van Engels: Menantu Habib Kwitang; Waktu Belanda Mabuk, Lahirlah Betawi. Abah, kami sebut sebagai ‘Kamus Berjalan Betawi’.

 
Abah mengajarkan kepada kami, profesi wartawan tidak mengenal masa berhenti, teruslah menulis sampai batas kemampuan. 
 
 

Dalam tiga tahun terakhir ini, kondisi kesehatan Abah semakin menurun. Namun, semangatnya untuk menulis terus bergelora. Abah minta bantuan Darmin. Abah mendiktekan tulisannya, Darmin -- yang wafat beberapa bulan lalu -- mengetik tulisan Abah.

Menurut Irfan Junaidi, pemimpin redaksi Republika, tulisan terakhir Abah di edisi cetak Republika dimuat pada 5 April 2016. Judulnya Orang Cina Juga Berkunjung ke Makam Habib Husein. Sedangkan edisi daring, tulisan terakhir pada 18 Juli 2020, berjudul Gedung Bappenas; Loji Yahudi untuk Adili Tokoh PKI.

Abah mengajarkan kepada kami, profesi wartawan tidak mengenal masa berhenti, teruslah menulis sampai batas kemampuan. Abah telah pergi, selamanya, meninggalkan banyak warisan: buku-buku dan keteladanan.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menempatkan Abah, yang kami cintai, di Jannatun Na'iim -- Surga yang Penuh Kenikmatan. Pergilah Abah menemui Maha Pencipta, meski sungguh kami kehilangan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat