Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari dalam kendaraan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9). | ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Kisah Dalam Negeri

Borgol Pinangki, Tiada untuk Djoko Tjandra

Djoko Tjandra kerap tampil di kejaksaan tanpa pernah diborgol.

OLEH BAMBANG NOROYONO

Keberpihakan atas keadilan semestinya tak pandang bulu dalam memperlakukan tersangka. Akan tetapi, dalam kasus Djoko Tjandra dan jaksa Pinangki Sirna Malasari, wujud adil yang ditunjukkan kejaksaan terhadap keduanya sudah beda.

Yang tampak saja. Djoko kerap tampil di kejaksaan tanpa pernah diborgol. Sebaliknya, Pinangki dipastikan tangannya dirantai besi setiap kali diperiksa. Padahal, keduanya punya status hukum yang sama. Sama-sama tersangka kasus yang sama pula. 

Djoko diduga memberikan uang ke Pinangki 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar) untuk mengurus fatwa bebas di Mahkamah Agung (MA). Djoko dan Pinangki, sama-sama pula sebagai tahanan. Bahkan, Djoko merangkap terpidana korupsi Bank Bali 1999.

Pinangki ditetapkan tersangka, Selasa (11/8). Jaksa kelahiran 1981 itu langsung ditahan di Rutan Salemba, cabang Kejakgung Jakarta Selatan. Saat pemeriksaan pertama pada 26 Agustus, kejaksaan seperti ‘melindungi’ Pinangki dari sorotan. 

photo
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra berjalan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Bundar Kompleks Gedung Kejakasaan Agung, Jakarta, Senin (31/8).  - (ANTARA FOTO/ Adam Bariq)

Baru pada 2 September kejaksaan menampilkan Pinangki ke hadapan publik. Malam itu, Pinangki mengenakan rompi merah muda tanda dia tahanan. Lengkap dengan borgol yang melilit kedua tangannya.

Wajah Pinangki memang tak terlihat karena bermasker. Namun, cara kejaksaan menampilkan ‘anaknya’ sendiri dengan kondisi diborgol, lengkap dengan rompi tahanan, boleh dibilang wujud sikap tak pandang bulu dalam penegakan hukum.

Penampakan Pinangki yang ketiga kalinya di Gedung Pidsus, juga demikian. Pada pemeriksaan ketiga, Rabu (9/9), Pinangki mengatupkan kedua telapak tangannya, menunjukkan borgol yang melilit di tangannya. Pemeriksaan keempat pada Senin (14/9), ia lagi-lagi mengatupkan kedua telapak tangannya, rompi tahanan, lengkap dengan borgol di tangan.

Empat kali keluar masuk Gedung Pidsus sebagai tersangka dan tahanan, otoritas kejaksaan belum pernah sekali pun melepas borgol yang merantai kedua tangannya.

Lalu, bagaimana perlakuan kejaksaan terhadap Djoko Tjandra? Terpidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 904 miliar ini, ditetapkan tersangka di JAM Pidsus pada Kamis, (27/8). Sebelumnya, Jumat (14/8), Bareskrim Polri menetapkan dia sebagai tersangka. Statusnya pun tetap terpidana.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka di JAM Pidsus, Selasa (25/8), tim penyidik memeriksa dia. Ia tetap diwajibkan mengenakan rompi tahanan. Saat turun dari mobil tahanan, Djoko tanpa diborgol. Dia melenggang ke ruang pemeriksaan di Gedung Bundar, menolak jawab semua pertanyaan wartawan dengan mengipas-ngipaskan map merah muda yang ia bawa.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka kejaksaan, JAM Pidsus kembali memeriksa Djoko, pada Senin (31/8). Rompi tahanan yang menutup bajunya pun hanya sekadar dikenakan. Tak ada yang dikancing. Lagi-lagi, dua tangan Djoko bebas melenggang mengikuti alur langkahnya karena tak diborgol.

photo
Tersangka kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Andi Irfan Jaya, berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9). - (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Tim penyidik kembali memeriksa Djoko, Senin (14/9), bersamaan saat pemeriksaan keempat Pinangki. Tiba di Gedung Bundar, pun Djoko tanpa diborgol meski tetap mengenakan rompi tahanan. Usai diperiksa selama empat jam, Djoko keluar dengan rompi tahanan yang tak terkancing, dan tangannya tetap bersih, tanpa borgol.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono tak menggubris pertanyaan soal perlakuan beda antara tersangka Pinangki dan Djoko soal borgol-memborgol ini. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono pun mengaku tak tahu tentang adanya perbedaan perlakuan ini.

Namun, Ali menerangkan, pengekangan setiap tersangka dengan cara diborgol saat pemeriksaan memang tak ada kewajiban dan keharusan. Pun, kata Ali, masalah pemborgolan tersangka itu memang subjektif dari tim penyidikan. “Itu urusannya penyidik. Itu kan (memborgol tersangka) nggak ada aturan wajib (diborgol) begitu,” kata Ali saat ditemui di Gedung Pidsus, Selasa (15/9) malam.

Tetapi Ali mengakui, dengan cara memborgol tersangka saat masuk dan keluar ataupun dalam proses pemeriksaan di ruangan penyidikan, memang akan lebih meminimalisasi risiko ataupun bahaya seperti perlawanan fisik. Meskipun, kata Ali, pemborgolan tersangka itu tak ada keharusannya juga.

Namun, mengacu Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia PER-005/A/JA/03/2013 menyebutkan soal kewajiban memborgol tersangka saat proses penyidikan. Pasal 5 ayat (4) menebalkan keharusan pengawalan dan penahanan, setiap tersangka yang sudah ditahan, wajib untuk diborgol. Kecuali, terhadap tahanan anak-anak. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat