Alat berat menurunkan limbah besi ke mobil pengangkut di pesisir Jakarta Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (6/8). | ANTARA

Jakarta

Mendulang Berkah dari Kapal Uzur di Pesisir Jakarta

Meski kotor, area pesisir Jakarta tetap jadi daerah bermanfaat untuk kehidupan warga Ibu Kota.

OLEH MUHAMAD UBAIDILLAH

Matahari begitu menyengat di pesisir Jakarta. Suhu panas mencapai 38 derajat pada siang hari. Bahkan pernah lebih dari itu. Dengan suhu sepanas itu, orang yang pertama kali mengunjungi daerah pesisir Jakarta Utara pasti terkejut. Siapa sangka cuaca di sana begitu panas.

Cuaca panas itu diperparah dengan suara bising dan polusi tak terkendali. Percikan api, potongan besi tak beraturan, dan tabung gas menjadi pemandangan yang harus dinikmati kala mengunjungi Gang Belah Kapal, Cilincing, Jakarta Utara. Memandang lebih jauh, kapal-kapal berukuran besar terdampak di pinggir laut tampak berkarat dan uzur. Di sekitaran itu, bau solar menyengat merasuk ke hidung.

Crane dengan tinggi bermacam-macam mengangkat lempengan potongan besi dari satu titik ke lainnya. Mulai dari kapal yang berada di laut, hingga ke pemotong yang berada di darat. Selang-selang gas juga terlihat menjalar ke segala penjuru, hingga ke kapal yang ada di laut.

Di kawasan inilah semua kapal yang sudah uzur dengan berat ratusan ton dipotong menjadi bagian kecil sampai muat ke dalam truk. Tak seperti memotong daging sapi, memotong kapal membutuhkan tenaga besar yang bisa melelahkan pekerja dan memerlukan konsentrasi. Satu kapal bahkan memerlukan waktu hingga enam bulan untuk menghabiskan seluruh bagian materialnya.

Salah seorang pekerja, Yadi, bersama tujuh temannya pada Selasa (4/8) pagi hendak menuju kapal logistik Larsen Ship yang berada 100 meter dari pinggir pantai. Siapa pun yang berdiri di kapal tadi, akan menyaksikan pesisir Jakarta yang kotor. Airnya hitam. Dari atas kapal, seseorang tak dapat melihat isi lautan. Gelap penuh kotoran. 

Dia menjelaskan, kapal kargo tersebut sudah lebih empat bulan dipotong. Namun, baru sedikit bagian yang sudah selesai dikerjakan. "Kalau atasnya belum selesai, ke bawahnya tidak bisa dipotong. Kita potong dari atas dan per bagian seukuran tiga sampai tujuh meter," kata Yadi saat akan memulai pekerjaan memotong eks kapal ekspedisi dengan tujuan berbagai negara ini.

Yadi menuturkan, pengerjaan pemotongan kapal tergantung pada ukurannya. Semakin besar kapal, sambung dia, semakin lama waktu memotongnya. Mayoritas kapal yang dipotong adalah yang berusia 25 tahun atau lebih. Kapal tua ini kalau dioperasikan boros bahan bakar, sehingga lebih baik dikandangkan dan bodinya dijual ke pabrik yang sudah menjalin kerja sama. "Biasanya, kapal yang jangkarnya sudah habis, sudah tidak berfungsi, dan izinnya sudah kedaluwarsa. Kalau masih bagus, tapi izinnya sudah enggak berlaku, bisa aja dipotong," ujar Yadi.

Dalam proses pemotongan kapal, selain memakan waktu yang lama, juga membutuhkan sedikitnya 20 pekerja. Mereka terdiri atas pemotong dan operator crane. Jam kerja pemotongan dimulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB diselingi masa istirahat pukul 12.00 WIB hingga 13.00 WIB. Menurut Yadi, pekerja pada Ahad diberi kebebasan memilih libur atau tetap masuk untuk mendapatkan uang harian.

Yadi menceritakan, dalam pemotongan bagian kapal, sebenarnya tidak ada yang sulit. Dia menyebut, semua bodi kapal terbuat dari besi. Hanya saja, melakukan pemotongan kapal yang ada di laut lebih merepotkan daripada yang sudah diparkir di darat. "Motong yang di laut itu kita nyeberang dulu pakai perahu. Terus mesin las juga narik selangnya dari darat karena tabungnya di darat, tapi ini dilakukan sekali saja waktu awal mulai motong," ujar warga asli Jakarta Utara ini.

Pekerja lainnya, Zainal, juga sedang mendapatkan bagian memotong bodi kapal. Bedanya, Zainal memilih memotong bagian kapal yang sudah diangkat ke darat. Zainal mengaku, mendapat tugas memotong besi menjadi ukuran lebih kecil yang bisa dimasukkan ke dalam truk. "Ini nanti (besi) dibawa truk ke pabrik-pabrik yang sudah menjadi mitra. Besinya diolah lagi menjadi apa pun, tidak hanya menjadi kapal lagi," kata Zainal menjelaskan.

Sebagian hasil penjualan besi kapal itu oleh perusahaan digunakan untuk membayar upah pekerja, baik yang bertugas memotong, operator crane, satpam, maupun sopir truk. Para pemotong diberi upah Rp 150 ribu per hari dan dibayarkan dalam satu pekan sekali. Selain para pekerja perusahaan, pantauan Republika di lokasi juga mendapati ada pemulung khusus yang mengais sisa-sisa besi untuk dijual. Biasanya, mereka mencari pecahan besi berukuran kecil yang tidak diangkut pegawai ke dalam truk sehingga boleh diambil.

photo
Muhammad Lasri (73) saat mencari sampah plastik untuk dijual kembali di Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (22/11). Pencemaran sampah plastik dari limbah rumah tangga yang mengalir ke perairan teluk Jakarta dapat membahayakan kehidupan kehidupan biota laut dan membuat laut Jakarta tercemar - (Republika/Putra M. Akbar)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat