Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Apa Perbedaan Hadiah dan Suap?

Isu suap perlu dipastikan dalam masalah penerimaan hadiah.

DIASUH OLEH DR ONI SAHRONI, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamualaikum wr wb. Dalam beberapa kondisi, dokter atau tenaga medis mendapatkan hadiah dari pihak lain, seperti perusahaan farmasi karena memberikan resep obat tertentu atau sejenisnya. Hadiah yang dimaksud itu bisa berbentuk seminar gratis dari perusahaan farmasi ataupun hadiah lainnya. Padahal, dokter atau tenaga medis tidak pernah meminta dan tidak terikat dengan hadiah tersebut. Apakah hadiah tersebut diperkenankan menurut fikih Islam? -- Waluyo, NTB

Waalaikumussalam wr wb.

Salah satu parameter untuk mengetahui apakah hadiah tersebut diperbolehkan atau tidak adalah dengan memastikan apakah hadiah tersebut termasuk dalam kategori suap yang dilarang dalam Islam. Hal ini karena isu atau masalah yang paling dekat yang mungkin terjadi dan harus dipastikan ada atau tidaknya adalah isu risywah (suap).

Pemberian hadiah itu dikategorikan suap (risywah) apabila memenuhi kriteria: (a) diperjanjikan oleh penerima suap. Maksudnya, jika ada hadiah tersebut maka keinginan pemberi hadiah akan diloloskan. (b) Hadiah tersebut diberikan agar keinginan pemberi hadiah tersebut terpenuhi. Keinginan tersebut dalam bentuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya atau mengambil hak orang lain. (c) Khusus di lembaga atau perusahaan, biasanya ditambah satu unsur atau kriteria, yaitu tidak melanggar code of conduct di lembaga atau perusahaan tersebut walaupun hadiah tersebut tidak diperjanjikan.

Setiap orang yang mendapatkan jabatan, reward, hadiah, dan materi bukan karena kompetensi dan kapabilitasnya berpotensi masuk kriteria tersebut. Pada saat yang sama hal tersebut meluluhlantahkan profesionalisme dan merugikan mereka yang kompeten.

Kerugian dan kezaliman tersebut adalah alasan di balik pengharaman dan larangan suap (risywah). Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Rasulullah SAW melaknat pemberi suap dan penerima suap.” (HR Tirmidzi).

photo
Pekerja menyusun bingkisan parsel di salah satu toko penjualan parsel lebaran di Pekanbaru, Riau, beberapa waktu lalu. - (Rony Muharrman/ANTARA FOTO)

Berdasarkan kriteria ini, hadiah yang diberikan perusahaan farmasi kepada dokter atau tenaga medis tersebut tidak diperjanjikan atau dipersyaratkan. Tidak ada janji dari pemberi hadiah bahwa dengan hadiah tersebut dokter atau tenaga medis harus melakukan sesuatu. Begitu pula tidak ada yang harus dilakukan oleh dokter dengan hadiah yang diterimanya untuk mengambil hak orang lain atau yang bukan haknya.

Dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah disebutkan ragam hadiah, di antaranya, hadiah yang halal untuk diterima kedua belah pihak, seperti berbagi hadiah untuk tujuan tawaddud (mempererat ukhuwah dan silaturahim). Kemudian, hadiah yang tidak boleh diterima kedua belah pihak, seperti berbagi hadiah agar dibantu atau difasilitasi untuk melakukan aktivitas yang zalim atau maksiat.

Boleh jadi, ada motif pemberian hadiah, apalagi dengan kondisi dan dinamika saat ini di mana kepentingan atau hajat tertentu melatarbelakangi setiap aktivitas. Tetapi, selama motif itu bukan suap atau sejenisnya maka hadiah tersebut itu diperkenankan.

Hal ini seperti motif tawaddud sebagaimana yang ditegaskan di atas itu salah satunya adalah berbagi hadiah untuk menjaga silaturahim antartetangga, rekanan bisnis, dan sejenisnya. 

Berbagi hadiah untuk menjaga silaturahim, menjaga kemitraan, dan sejenisnya itu diperkenankan dan halal untuk diterima merujuk pada kelaziman (al-‘urf) dan kaidah umum dalam bermuamalah, “Pada dasarnya, segala sesuatu (dalam muamalah) boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” (al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazha’ir, Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, hal 133).

Berdasarkan penjelasan tersebut, bisa disimpulkan bahwa hadiah tersebut itu diperkenankan untuk diterima sebagai pendapatan jika tidak sebagai harga atau biaya untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya atau hak orang lain dan tidak bertentangan dengan code of  conduct lembaga (aman secara hukum). Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat