Jamaah menunaikan ibadah tarawih pertama Ramadhan 1441 Hijriyah di Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, Kamis (23/4). | Wihdan Hidayat/Republika

Kabar Utama

Tarawih Bisa Makruh

Menolak keringanan dari Allah adalah bentuk kesombongan.


TASIKMALAYA – Meski telah ada imbauan pencegahan Covid-19 dari pemerintah dan lembaga keagamaan, sejumlah warga masih melakukan shalat tarawih berjamaah di masjid. Terkait hal itu, para ulama mengingatkan hukum fatwa tarawih di masa pandemi seperti saat ini.

Di Tasikmalaya, daerah dengan 29 kasus positif Covid-19, sejumlah warga tetap melakukan shalat di Masjid Agung Tasikmalaya. Hanya terdapat lima shaf jamaah laki-laki dan satu shaf jamaah perempuan. Sementara di lantai dua sepi dan di luar ruangan terdapat beberapa jamaah. Jarak antarjamaah juga dibatasi sekira satu meter agar tidak terlalu rapat.

"Sekarang dibatasi, jadi sepi. Saya juga sedih, karena Ramadhan seperti tidak terasa," kata salah seorang jamaah Nofendri (25). Lelaki asal Padang, Sumatra Barat itu mengklaim mengaku tak mengetahui adanya imbauan dari pemerintah agar melaksanakan tarawih di rumah.

Sementara itu, salah satu jamaah yang ikut tarawih berjamaah di Masjid Agung Tasikmalaya, Maftuh Muhidin (40 tahun) mengaku sengaja memilih shalat di masjid daripada di rumah, meski sudah tahu adanya imbauan dari pemerintah agar melaksanakan tarawih di rumah. Menurut dia, shalat di masjid itu lebih nyaman dan khusuk dibanding di rumah.



Meski shalat di masjid, ia mengaku tetap menjaga kehati-hatian. "Tetap jaga jarak dan pakai masker salah shalat," kata lelaki asal Garut itu. Ia berharap, pandemi Covid-19 cepat berlalu. Sebab, adanya virus itu membuat banyak hal terdampak, termasuk suasana Masjid Agung Tasikmalaya yang biasanya selalu ramai menjadi sepi jamaah.

Di Banda Aceh, kota dengan dua pasien positiv Covid-19 juga warga tetap memadati masjid mengikuti shalat tarawih berjamaah, Kamis malam. Shaf jamaah shalat Masjid Raya Baiturrahman tetap rapat, tidak ada penerapan jarak antara satu jamaah dengan jamaah lainnya. Bagaimanapun, jumlah jamaah jauh lebih sedikit ketimbang tahun sebelumnya.

Terkait fenomena itu, ulama Prof Quraish Shihab menegaskan ibadah shalat tarawih selama bulan Ramadhan tahun ini punya hukum yang berbeda ketimbang di masa normal. "Jadi Rasulullah saja banyak ibadah di rumah. Jangan shalat tarawih ke masjid. Ulama sepakat shalat tarawih bisa mendekati haram atau makruh karena bisa mendatangkan mudharat orang bisa terjangkit," katanya saat di konferensi virtual, Jumat (24/4).

Ia menjelaskan, pandemi membuat ahli mengkhawatirkan para jamaah yang menjalin erat kontak saat shalat tarawih di masjid bisa terjangkit virus ini. Padahal, dia melanjutkan, memelihara dan menjaga kesehatan merupakan kewajiban individu. Apalagi, dia melanjutkan, rasulullah SAW hanya melaksanakan shalat tarawih tiga malam dan ibadah 27 malam lainnya di rumah.

 
Jadi Rasulullah saja banyak ibadah di rumah. Jangan shalat tarawih ke masjid. Ulama sepakat shalat tarawih bisa mendekati haram atau makruh karena bisa mendatangkan mudharat orang bisa terjangkit.
Prof Quraish Shihab
 



Sementara itu, Prof Quraish Shihab melanjutkan, dua ibadah yang dilakukan selama Ramadhan yaitu ibadah wajib yaitu puasa dan zakat fitrah tidak memiliki kaitan dengan masyarakat atau kondisi sekarang. Kemudian terkait buka puasa, dia melanjutkan, tidak memiliki relevansi harus dilakukan di masjid.

Ia menyebutkan siapa yang memberi buka puasa mendapatkan pahala sama seperti orang yang berpuasa. Artinya, ia menyebutkan umat Islam bisa berbuka puasa di rumah, kemudian mengirimkan lauk berbuka puasa bisa diantarkan.

Selain itu, Prof Quraish Shihab melanjutkan, ibadah lainnya selama bulan suci adalah iti’kaf yang memang harus dilakukan di masjid. "Maka diambil substansinya, itikaf kan untuk renungan (muhasabah) di masjid supaya tidak terganggu dan itu bisa dilakukan di rumah. Jadi tidak ada alasan bersikeras ke masjid," ujarnya.

Pun halnya ibadah lainnya yaitu tadarus Alquran. Prof Quraish Shihab menyebutkan pada hakikatnya ibadah ini merupakan interaksi antara dua orang membaca Alquran dan mempelajarinya. Ia menambahkan, mereka yang membaca Alquran bisa mengulangi bacaan ayat suci itu sampai mengetahui makna ayatnya.

Karena itu ia menegaskan hal ini bisa dilakukan di rumah dan mendiskusikannya dengan anggota keluarga. "Jadi jangan pernah menduga ibadah ritual, banyak ibadah. Selama itu dilakukan sesuai nilai-nilainya maka bisa dilakukan di rumah," ujarnya.

photo
Suasana masjid Istiqlal yang tidak menyelenggarakan tarawih pertama, Jakarta, Kamis (23/4). Masjid Istiqal meniadakan kegiatan shalat tarawih berjamaah dan sejumlah kegiatan yang melibatkan banyak orang pada Ramadhan 1441 H. - (Prayogi/Republika)



Bahkan, Prof Quraish Shihab menyebutkan kegiatan positif lain yang juga ibadah dan bisa dilaksanakan di rumah yaitu menyedekahkan barang hingga pakaian di lemari yang sudah tidak terpakai maka itu juga ibadah. Ia menyebutkan ada lebih dari 60 cabang dalam iman.

Ia menyebutkan iman yang paling tinggi adalah mengakui keesaan Allah SWT, paling rendah menyingkirkan duri dan kotoran.  "Itu bisa dilaksanakan dimana saja, kapan saja. Kita bisa menggabung yang dianjurkan dan dilarang tanpa mengurangi makna ibadah sedikitpun," katanya.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Marsudi Syuhud mengingatkan umat Islam harus menghindari  shalat tarawih di masjid untuk memelihara jiwanya. “Kita menjaga jiwa itu lebih utama, biar nanti ketika kita selamat bisa beribadah selama-lamanya. Ibadah bisa dilakukan tidak harus yang menimbulkan risiko, dan itu terus menerus NU sampaikan,” ujar Kiai Marsudi saat dihubungi Republika, Jumat (24/4 ).

Wakil ketua umum MUI, Muhyiddin Junaidi juga menyatakan shalat tarawih berjamaah di zona merah bisa menimbulkan masalah baru. "Di wilayah yang tidak terkendali seharusnya jangan timbulkan masalah baru nanti bisa terjadi penularan, apa lagi tarawih berjamaah," kata Muhyiddin, Jumat (24/4).

Muhyiddin mengungkapkan, meskipun masih ada masyarakat yang tetap melaksanakan shalat tarawih berjamaah, mereka tidak perlu mendapatkan hukuman. Namun, mereka diminta untuk memiliki kesadaran diri agar menghindari kerumunan. Hal ini dilakukan untuk menekan penyebaran virus corona.



Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mukti juga prihatin dengan adanya sebagian umat Islam yang memaksakan diri melaksanakan sholat tarawih di masjid atau mushala. Menurutnya, pendekatan hukum dalam bentuk sanksi tidak perlu.

Yang paling penting, kata dia, harus tercipta peningkatan kualitas dan intensitas sosialisasi tentang beribadah dan beraktivitas di rumah. Hal ini dinilai perlu melibatkan berbagai lapisan masyarakat khususnya para tokoh masyarakat, agama, dan takmir masjid.  “Sementara kita tahu banyak juga konten di media sosial yang melemahkan kampanye (informasi Covid-19) dengan alasan politik maupun agama,” ujarnya.

Ketua Dewan Syuro Al-Irsyad Al-Islamiyyah KH Abdullah Al-Jaidi menilai jamaah yang tetap berjamaah di masjid di zona merah bisa jadi penolakan kasih sayang yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya. "Bahkan lebih jauh lagi, hal itu dapat dikatakan berperilaku sombong dihadapan Allah SWT," kata KH Abdullah Al-Jaidi, Jumat (24/4).

Menurut KH Abdullah, adanya /rukhshah atau keringanan dari Allah tersebut merupakan bagian dari kasih sayang Allah sebagaimana firman Nya dalah surah Al-Baqarah ayat 185, "Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu".

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat