Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyambut Presiden Indonesia Joko Widodo, pada KTT Perubahan Iklim PBB COP26 di Glasgow, Skotlandia, Senin, 1 November 2021. | AP Photo/Christopher Furlong

Teraju

Secangkir Teh dan Identitas Bangsa

Secara tak resmi, Inggris menganggap teh sebagai minuman kebangsaan.

Oleh SIWI TRI PUJI B

Tiba-tiba teh menjadi gosip nasional di Inggris. Bukan karena harga komoditas ini yang terus menanjak seperti halnya kopi, tapi karena cara menyeduh sang perdana menteri terpilih negeri itu yang menuai polemik. Dalam sebuah video kampanyenya, Boris Johnson, mantan walikota London yang menang pemilu pekan lalu terlihat menyiapkan sendiri minuman tehnya. Ia menuangkan susu dalam teh yang, ini dia, kantong tehnya belum diangkat dari cangkir.

Bagi orang di luar Inggris, polemik secangkir teh adalah hal yang absurd. Namun cara menyajikan secangkir teh adalah topik perdebatan yang tak pernah basi di Inggris. Maklumlah, teh kerap diidentikkan dengan salah satu negeri di Eropa ini. Secara tak resmi, warga di negara ini menganggap teh sebagai minuman kebangsaan.

Sekecil apapun isu tentang teh, dengan cepat menjadi isu nasional. Sepekan ini, media Inggris sibuk mengupas kebiasaan minum teh para pesohor negeri itu. Putra Mahkota Pangeran Charles misalnya, dikabarkan mendidik sendiri pelayannya tentang penyajian teh. Caranya: gula atau madu dituang ke cangkir, lalu teh celup dimasukkan bersamaan air mendidih. Susu dituang sejenak sebelum kantong teh diangkat.

 
Cara menyajikan secangkir teh adalah topik perdebatan yang tak pernah basi di Inggris.
 
 

Sementara media sibuk mengupas cara menyajikan teh gaya Inggris, warga media sosial terbelah menanggapi cara nge-teh Boris Johnson; ada yang pro, ada pula yang kontra. Yang kontra tentu saja dengan mengemukakan sejumlah argumentasi, bahwa cara menyiapkan teh seperti itu "sangat tidak Inggris" dan bahwa membiarkan kantong teh terendam dalam cangkir selama berjam-jam adalah kebiasaan yang tak sehat.

Teh di Inggris memiliki sejarah yang panjang. Minuman ini diperkenalkan ke negara itu pada abad ke-17. Meski begitu, tradisi minum teh sore di Inggris yang ikonik itu membutuhkan waktu hampir 200 tahun.

Pada tahun 1840, makan siang masyarakat Inggris pada umumnya adalah pada tengah hari dan makan malam sekitar pukul 20.00 atau lebih. Anna, Duchess of Bedford ke-7, meminta staf rumah tangganya menyiapkan semacam makanan selingan sekitar pukul 16.00, di mana teh dan sejumlah kue atau potongan sandwich kecil disajikan.

Kebiasaan baru di istana ini menginspirasi kelas atas, dan kemudian menyebar ke seluruh penjuru negeri. Kedai-kedai minuman berkreasi agar pelanggan dapat menikmati teh dan kue dalam suasana yang indah. Hari ini, teh adalah elemen utama identitas Inggris Raya dan kehidupan sehari-hari mereka. Pernah dengar high tea? Dari situlah istilah tersebut berasal.

 
Teh adalah elemen utama identitas Inggris Raya dan kehidupan sehari-hari mereka.
 
 

Tradisi minum teh sejatinya tak hanya ada di Inggris. Masyarakat Cina sudah mempraktikkannya sejak 2737 Sebelum Masehi. Menurut legenda, kaisar Cina Shennong menemukan air panasnya seketika naik ketika beberapa daun kering jatuh ke dalam cangkirnya. Daun kering itu kemudian dikenal sebagai teh. Ke biasaan menikmatinya dengan cara menyeduh lalu menyebar, bahkan hingga ke luar Cina dan seluruh dunia. Hampir tak ada bangsa yang tak mengenal kebiasaan meminum teh.

Kelak kemudian hari, teh kemudian menjadi semacam identitas bagi suatu bangsa. Maroko, misalnya, terkenal dengan teh Touareg-nya. Teh ini merupakan paduan daun mint, teh hijau, dan gula yang melimpah, dan disajikan sebanyak tiga kali untuk para tamu. Tiap kali penyajian, rasanya berbeda, dengan filosofi: gelas pertama selembut kehidupan, gelas kedua sekuat cinta, dan gelas ketiga pahit seperti kematian. Menolak salah satu dari tiga urutan cara penyajian ini dianggap sebagai puncak tertinggi ketidaksopanan.

Di Tibet, dikenal pocha, teh tradisional yang nikmatnya mendunia. Terbuat dari teh hitam Pemagul yang direbus selama beberapa jam sebelum kemudian disaring dan dicampur dengan susu, garam, dan mentega yang terbuat dari susu yak.

Minuman yang sekilas mirip sup ini selain merupakan bentuk keramahan untuk menjamu tamu juga menghangatkan tubuh dari hawa dingin. Belakangan, model pembuatan teh ini diadopsi oleh ilmuwan Sillicon Valley, Dave Asprey, untuk kopi. Jadilah kopi bulletproof yang terkenal dan dikomersialkan secara luas.

 
Gelas pertama selembut kehidupan, gelas kedua sekuat cinta, dan gelas ketiga pahit seperti kematian.
 
 

Soal "sedapnya" uang yang mengalir dalam bisnis minuman ini, Thai tea alias teh Thailand kecipratan juga. Padahal, tradisi minum teh di negeri ini tergolong baru. Menjelang Perang Sipil Cina berakhir pada tahun 1949, para pengungsi melarikan diri ke Thailand, membawa serta unsur-unsur budaya Cina termasuk tradisi teh yang kaya. Di Negeri Gajah Putih ini teh menjadi unik dan berubah nama menjadi cha yen; campuran teh Sri Lanka atau Assam dengan gula, susu kental, dan rempah-rempah seperti pekak, asam, dan bunga jeruk.

Beberapa resep teh berkembang kemudian, termasuk penambahan susu evaporasi, menciptakan efek ombre yang menarik. Teh Thailand kini mendunia, dengan banyak jaringan waralaba termasuk di Indonesia. Penggemar nomor wahidnya: generasi Milenial.

Hal sama terjadi pada teh Taiwan, dengan bubble tea-nya yang terkenal. Minuman berkalori tinggi ini dasarnya adalah es teh (hitam, hijau, melati, atau oolong) dengan susu bubuk dan sirup manis. Lalu ditambahkan bola-bola kecil dari tepung tapioka, ya si bubble itu. Di banyak kota di Indonesia, pembeli yang kebanyakan anak-anak muda ini harus antre untuk mendapatkannya.

Asal usul bubble tea merujuk pada 1988, ketika Lin Hsiu Hui, seorang manajer pengembangan produk di rumah teh Chun Shui Tang, menjatuhkan beberapa bola tapioka dari makanan penutup ke dalam tehnya selama rapat di perusahaannya berlangsung. Tak dinyana, "kecelakaan" ini mendulang ide baru kreasi teh mereka. Beberapa dekade kemudian teh ini menjadi fenomena internasional; gerai-gerai bubble tea bermunculan di seluruh Asia, Eropa, dan Amerika Serikat.

Kembali ke soal debat teh di Inggris, banyak teori terkait kapan waktu terbaik untuk menambahkan susu ke dalamnya. Yorkshire Tea, salah satu ritel teh ternama di Inggris, menyebut waktu terbaik adalah setelah teh diseduh dengan air 100 derajat Celcius.

Meskipun demikian, para ilmuwan dari Universitas Loughborough menyarankan agar susu dingin dituang sebelum teh. Penelitian mereka mengungkapkan bahwa menuangkan susu dingin ke dalam cangkir teh menyebabkan tingkat kepanasan dalam minuman ini menjadi tidak merata. Akibatnya, menjadi kurang nendang saat dinikmati.

Begitu serunya diskusi soal teh beberapa pekan ini di negara itu membuat lembaga survei YouGov turun melakukan jajak pendapat. Hasilnya, mayoritas warga Inggris tak hanya tak setuju namun juga menentang metode Boris Johnson. Namun tak suka cara dia membuat teh tak berarti tak suka pada pandangan politiknya. Buktinya, Johnson memenangi pemilu dan menjadi perdana menteri.

Satu Komoditas Dua "Hari Jadi"

Hari Teh Internasional, jatuh pada tanggal 15 Desember atau 21 Mei? Bisa jadi, dua-duanya benar adanya. Mulanya, Hari Teh Internasional dirayakan setiap tahun pada tanggal 15 Desember.

Pemrakarsanya adalah organisasi-organisasi nonpemerintah yang menaruh perhatian pada perkebunan teh di seluruh dunia. Utamanya, terkait nasib petani dan buruh perkebunan yang kian terpuruk. Padahal, permintaan dari negara-negara pengimpor kian meningkat.

Beberapa pemerhati dari negara-negara penghasil teh seperti Bangladesh, Sri Lanka, Nepal, Vietnam, Indonesia, Kenya, Malawi, Malaysia, Uganda, India, dan Tanzania kemudian sepakat berkumpul. Diskusi awal di Forum Sosial Dunia pada tahun 2004 menyepakati lahirnya Hari Teh Internasional.

Pertama dirayakan di New Delhi pada tahun 2005, diikuti Sri Lanka setahun kemudian, juga negara-negara penghasil teh lainnya. Mereka merayakannya dengan aneka perhelatan yang berkaitan dengan komoditas yang usianya sudah ribuan tahun ini. Penetapan Hari Teh Internasional saat itu bertujuan untuk menarik perhatian global dari pemerintah dan masyarakat terhadap dampak perdagangan teh global pada pekerja dan petani.

Peringatan ini dikaitkan dengan permintaan untuk dukungan harga dan perdagangan yang adil. Pengusungnya umumnya adalah organisasi buruh perkebunan teh. Pada Oktober 2015, pemerintah India mengusul kan memperluas peringatan Hari Teh Internasional melalui Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa Bangsa (The Food and Agriculture Organization/FAO). Usulan disetujui.

Forum FAO IGG on Tea dibentuk untuk konsultasi antarpemerintah dan pertukaran tren dalam produksi, konsumsi, perdagangan, dan harga teh. Termasuk di dalamnya adalah penilaian rutin terhadap situasi pasar global dan prospek jangka pendek. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa kemudian menetapkan 21 Mei sebagai Hari Teh Internasional.

Mengapa Mei? Musim produksi teh berkualitas dimulai pada bulan Mei di sebagian besar negara penghasil teh. Menurut PBB, menetapkan 21 Mei sebagai Hari Teh Internasional akan membantu meningkatkan produksi dan konsumsinya. Pada gilirannya, juga akan membantu dalam memerangi kelaparan dan kemiskinan di daerah pedesaan.

Selain itu, juga untuk memberikan dorongan untuk menciptakan kesadaran akan konsumsi teh. Hal ini sangat penting bagi negara-negara seperti India, yang telah menyaksikan lonjakan produksi terutama oleh petani teh kecil, tetapi belum melihat daya tarik yang sesuai dalam permintaan atau konsumsi.

Sekarang kita memiliki hari khusus untuk minum teh, kita perlu melakukan hal-hal menarik di hari itu untuk memposisikan kembali teh sebagai minuman yang paling disukai di dunia. Idenya adalah untuk merayakan kebaikan teh dan manfaatnya bagi generasi muda," kata Joydeep Phukan, anggota FAO IGG on Tea dari India, salah satu pemrakarsa Hari Teh Internasional versi PBB.

Disadur dari Harian Republika Edisi Rabu, 18 Desember 2019.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat