Burung kuntul terbang di atas pohon mangrove di Taman Kili-kili Taman Nasional Alas Purwo, Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. | BUDI CANDRA SETYA/ANTARA FOTO

Iqtishodia

Bursa Karbon Sebagai Instrumen Konservasi Hutan Mangrove

Peningkatan luas lahan mangrove memberikan kontribusi dalam mendukung pembangunan rendah karbon.

Oleh Kastana Sapanli, Novindra (Program Studi Pascasarjana Ekonomi Kelautan Tropika Departemen Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan FEM IPB University)

Akhir-akhir ini kita dihadapkan dengan penurunan kualitas udara di beberapa kota. Bukan hanya DKI Jakarta yang terdampak, Indeks Kualitas Udara (AQI) di kota sekitarnya juga melampaui ambang batas yang telah ditetapkan. Akibatnya, lebih dari ratusan ribu masyarakat terkena ISPA dan beberapa penyakit lainnya.

Fenomena eksternalitas ini telah berdampak pada kerugian ekonomi akibat changes of productivity dan loss of earning. Kerugian ekonomi dan sosial yang timbul ini merupakan tragedy off the commons karena kita lalai menjaga aset jasa lingkungan kita.

Salah satu penyedia jasa lingkungan yang kita kenal adalah hutan sebagai penyerap karbon. Melalui mekanisme fotosintesisnya, sebuah pohon diklaim mampu menyerap 28,4 ribu kg karbon setiap tahunnya. Namun, ekosistem hutan ibarat sebuah harta karun yang berharga karena sudah langka akibat tekanan alih fungsi lahan untuk permukiman, perkebunan, dan industri. Salah satu ekosistem hutan yang potensial adalah hutan mangrove.

 

 

Ekosistem hutan ibarat sebuah harta karun yang berharga karena sudah langka akibat tekanan alih fungsi lahan.

 

Karbon mangrove atau dikenal istilah blue carbon menjadi peluang baru untuk mendorong dan mendukung pelestarian (pemulihan dan perlindungan) ekosistem mangrove. Klaim data karbon perlu ada pengakuan dari sebuah sistem registrasi nasional perubahan iklim, sistem ini dibangun untuk melakukan validasi dan verifikasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada setiap daerah.

Upaya mengurangi emisi karbon merupakan salah satu prioritas strategis yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024. Pemerintah telah membangun sistem perdagangan karbon, yaitu Sistem Registrasi Nasional sebagai upaya pencapaian FoLu Net Sink berdasarkan PP Nomor 98 Tahun 2021 untuk pencapaian target NDC.

Blue carbon adalah cadangan emisi karbon yang diserap, disimpan dan dilepaskan oleh ekosistem pesisir dan laut. Potensi pelaksanaan perdagangan karbon dengan memanfaatkan blue carbon sangat besar, yakni 3,4 giga ton atau setara dengan 17 persen dari cadangan blue carbon seluruh dunia. Contoh ekosistem dalam blue carbon, yakni pada tanaman mangrove yang memiliki potensi nilai ekonomi mencapai lebih dari 90 ribu dolar AS per hektare.

Nilai ini bukan hanya dari kemampuan tanaman mangrove dalam menyerap serta menyimpan karbon, melainkan juga jasa lingkungan yang dapat diciptakan. Misalnya, sebagai upaya pencegahan abrasi, peningkatan industri perikanan, dan ekowisata (Mudiyarso, 2021).

Peningkatan luas lahan mangrove memberikan kontribusi secara dinamis dalam mendukung pembangunan rendah karbon (Indrawati, 2023). Upaya pelestarian hutan mangrove merupakan suatu keniscayaan.

photo
Warga melihat bekantan (Nasalis larvatus) memakan pisang di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) di Tarakan, Kalimantan Utara, Kamis (20/10/2022). - (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Beberapa aktivitas yang dapat merusak ekosistem mangrove adalah pembangunan pesisir, seperti pelabuhan, permukiman, hotel, atau resor yang tidak direncanakan dengan baik dapat menghancurkan area mangrove dan menggantinya dengan beton atau bangunan lainnya. Kemudian, penebangan pohon mangrove untuk kayu bakar, kayu bangunan, atau lahan pertanian dapat mengurangi keberadaan mangrove dan mengganggu ekosistemnya.

Selain itu, pencemaran air, udara, atau tanah oleh limbah industri, pertanian, atau rumah tangga dapat merusak mangrove dan memengaruhi kualitas air dan tanah di sekitarnya. Aktivitas lainnya yang merusak ekosistem mangrove adalah penggunaan alat tangkap yang merusak, seperti trawl, penangkapan ikan berlebihan, atau penggunaan bahan kimia beracun dalam perikanan dapat merusak ekosistem mangrove serta mengurangi populasi ikan yang tinggal di sana.

Pembuatan bendungan, kanal, atau perubahan aliran air dapat mengubah tingkat salinitas di ekosistem mangrove, yang dapat merusak vegetasi dan makhluk hidup yang tinggal di sana juga dapat merusak ekosistem mangrove. Kemudian, wisatawan yang tidak bertanggung jawab, seperti pembuangan sampah, atau kerusakan fisik akibat aktivitas rekreasi yang tidak terkendali.

Perubahan iklim, seperti kenaikan suhu air laut atau kenaikan permukaan laut, juga dapat mengancam ekosistem mangrove dengan mengubah kondisi lingkungan mereka. Terakhir, introduksi spesies asing yang tidak alami dapat mengganggu ekosistem mangrove dengan menggantikan spesies-spesies asli atau bersaing dengan mereka.

Untuk melindungi ekosistem mangrove, penting untuk mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan dalam penggunaan dan pengelolaannya, serta untuk mematuhi regulasi dan kebijakan yang ada. Melakukan upaya pelestarian dan pendidikan kepada masyarakat setempat dan wisatawan juga dapat membantu menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove. Semua upaya ini membutuhkan pendanaan yang tidak kecil.

 
Fungsi jasa ekosistem mangrove telah diperdagangkan untuk menjamin keberlangsungan program konservasi
 

Oleh karena itu, fungsi jasa ekosistem mangrove telah diperdagangkan untuk menjamin keberlangsungan program konservasi. Salah satu wilayah yang telah berhasil memanfaatkan peluang ini adalah Provinsi Kalimantan Timur, yang mendapat pendanaan dari Bank Dunia senilai 110 juta dolar AS atau setara Rp 1,7 triliun.

Mekanisme perdagangan karbon telah memasuki fase baru, yakni melalui bursa karbon. Pada 26 September 2023, bursa karbon telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI). Presiden menyebutkan, potensi dana yang bisa diserap Indonesia dalam bursa karbon dunia bisa mencapai Rp 3.000 triliun atau Rp 3 kuadriliun. Jika pemerintah daerah ataupun masyarakat mampu memanfaatkan peluang ini dengan baik, akan ada dana segar untuk melakukan perlindungan mangrove di wilayahnya.

Mengenal Bursa Karbon - (Republika)

Berdasarkan POJK Nomor 14 Tahun 2023, penyelenggara bursa karbon wajib memiliki izin usaha dari OJK dan wajib memiliki modal disetor paling sedikit sebesar Rp 100 miliar serta dilarang berasal dari pinjaman. IDXCarbon memiliki empat mekanisme perdagangan, yaitu pasar reguler, pasar negosiasi, pasar lelang dan marketplace (nonreguler). Memang perlu banyak pihak yang akan terlibat dalam proses Measurement, Monitoring, Reporting (MMV) agar stok karbon mangrove dapat menjadi komoditas yang layak masuk ke bursa.

Upaya penerapan jasa perdagangan karbon sebagai bagian dari konservasi mangrove dapat menciptakan sinergi antara perlindungan ekosistem penting dan upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, penting untuk memastikan bahwa proyek ini dilaksanakan dengan integritas, transparansi, dan manfaat jangka panjang bagi masyarakat lokal dan lingkungan.

Ada sejumlah langkah-langkah yang dapat diambil oleh masing-masing stakeholder agar dapat berpartisipasi dalam perdagangan karbon melalui bursa. Pemerintah perlu melakukan pemetaan dan inventarisasi wilayah mangrove dan mengembangkan regulasi, yang mendukung perlindungan dan konservasi mangrove serta mengatur penggunaan lahan secara berkelanjutan.

Perhitungan stok karbon dapat bekerja sama dengan lembaga terkait untuk mendaftarkan proyek konservasi mangrove pada program perdagangan karbon nasional atau internasional. Ini melibatkan sertifikasi dan pengawasan proyek yang sesuai dengan standar internasional.

Perlu juga dibuat kebijakan dan rencana aksi konservasi mangrove yang jelas dan komprehensif. Ini dapat melibatkan pengembangan rencana zonasi wilayah mangrove, larangan penebangan liar, dan strategi pemulihan ekosistem.

Kemudian, masyarakat yang berada pada hutan mangrove dapat dapat berkontribusi dengan tidak melakukan praktik-praktik yang merusak ekosistem mangrove, seperti penebangan liar atau penangkapan ikan secara berlebihan. Nelayan dapat berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya mangrove secara berkelanjutan, seperti menjaga keberlanjutan pemanfaatan kayu mangrove atau mempraktikkan budi daya yang ramah lingkungan.

photo
Seseorang berjalan saat upacara pembukaan Bursa Karbon Indonesia di Jakarta, Indonesia, Selasa (26/9/2023). - ( EPA-EFE/ADI WEDA)

Para stakeholder lainnya, termasuk sektor swasta dan organisasi non-pemerintah, dapat memberikan investasi dan pendanaan untuk mendukung proyek konservasi mangrove, termasuk program perdagangan karbon. Lembaga riset, universitas, dan organisasi lingkungan dapat melakukan penelitian ilmiah untuk mendukung pengelolaan dan pemulihan ekosistem mangrove serta inventarisasi stok karbon ini.

Semua stakeholder perlu melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, implementasi, dan pengawasan proyek konservasi mangrove. Partisipasi masyarakat akan membantu memastikan keberlanjutan dan dukungan lokal.

Kolaborasi dan koordinasi multipihak ini sangat penting dalam upaya penerapan jasa perdagangan karbon sebagai bagian dari konservasi mangrove. Dengan pendekatan yang terintegrasi dan partisipasi aktif dari semua pihak, tujuan konservasi mangrove dan mitigasi perubahan iklim dapat tercapai secara lebih efektif.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat