
Sastra
Cangkir-Cangkir Kopi yang Tersingkir
Puisi De Eka Putrakha
Oleh DE EKA PUTRAKHA
Cangkir I
bukanlah kali pertama
seduhan ini mesti disudahi
setelah pusaran kata
membungkam suara
aroma kopi seperti apakah
tiada menyimpan rindu dendam
juga kesumat yang terpendam
sementara jelaga menggores
pada tepi cangkir keresahan
ketahuilah bahwa pahit
penawar segala rasa sakit
21 Mei 2023
***
Cangkir II
seseorang menaruh cangkir
pada sebuah meja kayu
pertemuan yang sudah lama
berakhir dengan sangat getir
tiada sebentuk cerita
“bebijian kopi sudah jadi bubuk”
guraunya menghibur diri
sebab dia menyadari bahwa
seduhan mengembalikan kisah
sepahit-pahitnya perpisahan
21 Mei 2023
***
Cangkir III
bimbang si pemuisi
sedalam kata-kata
ingin ia tuliskan makna
serupa sajak dan puisi
menggoreskan sunyi sepi
dapatkah secangkir kopi
mencari-cari ruang tersembunyi
jari-jemarinya terlalu lama
menunggu dalam kegalauan
menulis puisi atau berdoa meratapi
namun aksara belum terisi
21 Mei 2023
***
Cangkir IV
bersabarlah
begitu pinta yang terucap
di kala bebijian kopi
belum menjadi
sebagaimana belum terjadi
beragam kisah dituliskan
apakah cangkir itu harapan?
sejenak diingatnya lagi
sepanjang perjalanan usia
kesabaran sudah diseduhnya
berulang-ulang kali
21 Mei 2023
***
Cangkir V
ketika tangisan hujan
mendera deras derai
seharusnya kehangatan
tercipta ketika pelukan
menyatukan perasaan
tak ada sambutan
maupun perayaan
cangkir lama terbiar
pun seduhan kopi
menunggu hujan melerai
21 Mei 2023
***
Cangkir VI
suguhkanlah sekiranya
waktu merentang jarak
kerinduan sudah ditanam
dalam wadah kerinduan
dalam cangkir pertemuan
dalam kopi perpisahan
tak akan ada pemanis
pada setiap rindu teriris
kita hanya mencoba bertemu
sekiranya waktu memburu
21 Mei 2023
***
Cangkir VII
sedalam luka
tidaklah dapat disamakan
sedalam seduhan ini
begitulah remuk redam
cangkir ini telah lama
disingkirkannya
sebelum dirinya pergi
mencari di mana letak
sebuah kehilangan itu
kemudian seolah mencarinya
aroma kopi menguar
21 Mei 2023
***
Cangkir VIII
dengan tenang
jemarinya mencoba
mengaduk-aduk kecamuk
berdiam dalam diri
sebekas noda tertinggal
di selingkar cangkir kopi
tak akan menggores luka baru
hiburnya mengusir ratap
sebab air mata mengalir
menjelma tetesan embun
semakin menggigilkan hati
21 Mei 2023
***
Cangkir IX
malam kian larut
bayangan rembulan
memudar dalam cangkir
kopi ini tak akan mampu
menawan kelam
mimpi-mimpi berhamburan
seperti berlari pergi
seperti berlalu sunyi
tiada yang membangunkan
tiada pula mata menidurkan
21 Mei 2023
***
Cangkir X
ingin ia sudahi
seduhan demi seduhan
sajak pertama kali
serupa mantra kopi
ritual renung menung
urung mengurung kabung
singkir cangkir terakhir
basuhan demi basuhan
kelat likat mengikat
bait-bait menuju sekarat
21 Mei 2023
***
Cangkir XI
berulang kali
rapal doa terkunci
suara parau menjadi sunyi
dimamah belantara duri
belukar telah mengikat hati
“adakah pada cangkir itu
masih tersimpan keinginan?”
berulang kali
tak akan ada pengulangan lagi
ampas kopi telah menyudahi
kisahnya sebelum diulangi
21 Mei 2023
Puisi De Eka Putrakha. Berasal dari Bukittinggi, Sumatra Barat. Profilnya dimuat dalam buku Ensiklopedi Penulis Indonesia jilid 6 (FAM Indonesia). Berbagai jenis tulisannya telah menghiasi beberapa buku antologi bersama, media cetak dan online (Indonesia, Malaysia dan Brunei). Terpilih sebagai Pemenang 10 Resensi Terbaik – Resensi Buku peringkat ASEAN anjuran Persatuan Pemuisi Malaysia 2020. Dapat disapa melalui facebook De Eka Putrakha dan instagram @deekaputrakha.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kala Raja Terkaya Sedunia Naik Haji
Mansa Musa dari Kerajaan Islam Mali adalah orang terkaya yang pernah tercatat dalam sejarah.
SELENGKAPNYABegini Cara Tepat Membaca Tanggal Kedaluwarsa pada Kemasan
Untuk menilai makanan yang sudah melewati tanggal best before, diperlukan pemahaman soal kualitas makanan.
SELENGKAPNYA