
Tuntunan
Mengubah Keadaan
Upaya Bhayu dan Pratama merupakan bentuk ikhtiar untuk mengubah keadaan satu masyarakat.
Oleh ACHMAD SYALABY ICHSAN
Rumah sederhana di depan jalan kereta api menyempil di wilayah Purwokerto, Jawa Tengah. Di sini tinggal laki-laki yang berhasil menggerakkan umat Islam untuk mencintai Alquran.
Bhayu Subrata merupakan pelopor dari komunitas One Day One Juz (ODOJ). Komunitas pencinta Alquran yang kini memiliki anggota hampir 130 ribu orang dari berbagai lintas daerah hingga negara.
Bhayu mulai membangun kebiasaan satu juz satu hari secara rutin pada 2004. "Ketika itu saya masih kuliah," ujar Bhayu.
Pada 2004 itu, Bhayu mengaku memiliki sebuah target untuk menguasai sejumlah surah. Dia menjelaskan, semua itu ditulis dan dipasang olehnya di dalam Alquran. Bhayu mengisahkan, ada tiga target yang mulai dijadikan kebiasaan baru olehnya. Ketiga kategori tersebut, yakni bacaan harian, pekanan, dan bulanan.

Selama beberapa waktu Bhayu merutinkan kegiatan membaca satu juz dalam sehari. Pada 2007, ia memutuskan untuk mengajak para remaja untuk membiasakan membaca Alquran setiap hari melalui SMS, blog, dan buku saku. Ajakan-ajakan terus dilakukan Bhayu hingga dia pun menikah dengan Siti Istikomah pada 2009.
Pada acara pernikahannya itu, Bhayu membagikan sejumlah suvenir al-Ma'tsurat yang di dalamnya ia selipkan metode one day one juz-nya itu. "Nah, di sinilah sudah mulai ada respons yang cukup baik terutama dari kawan saya, Pratama Widodo," ujar dia.
Pratama Widodo merupakan sahabat Bhayu asal Banjarnegara yang juga ikut berjuang memperkenalkan metode ODOJ kepada umat Islam di Indonesia. Alumnus Pendidikan Sosiologi Antropologi Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini mempromosikan one day one juz di media sosial Facebook dengan laman grup dan fanspage-nya.
"Pada awalnya, pihak yang memulai respons di medsos itu berasal dari teman-teman saya yang berkuliah di Unnes," kata pemuda kelahiran 1987 yang hobi bersepeda dan fotografi itu.
Pada awalnya, pihak yang memulai respons di medsos itu berasal dari teman-teman saya yang berkuliah di UnnesPRATAMA WIDODO
Berbagai media telah diupayakan Bhayu dan Widodo untuk mengenalkan metode one day one juz ketika masa awal itu. Pada 2013, Bhayu mengaku telah menerima SMS dari salah satu ODOJ-ers (sebutan followers) yang tertarik dengan metode ODOJ-nya itu.
Menurut dia, orang tersebut memiliki keinginan kuat untuk mengembangkan metodenya itu lebih luas lagi. " Mas Fatah (Fatah Yasin, kepala bidang IT ODOJ— Red) meminta izin ke saya untuk mengembangkan ODOJ dan saya pun mempersilakannya," ujar dia.
Pada November 2013, ODOJ makin berkembang melalui media sosial serupa BBM, Whatsapp (WA), Twitter, website. Hingga berhasil memecahkan rekor membaca Alquran massal dengan 50 ribu peserta di Gelora Bung Karno. Atas prestasi tersebut, Bhayu dan Pratama menjadi Tokoh Perubahan Republika 2016.
Upaya Bhayu dan Pratama merupakan bentuk ikhtiar untuk mengubah keadaan satu masyarakat. Kecintaan kepada Alquran coba ditularkan kepada warga dari berbagai latar belakang dan profesi.
Dari mahasiswa, dokter hingga jawara bisa menjadi anggota ODOJ. Ikhtiar ini mengambil makna sebuah potongan ayat dalam Alquran yang sangat terkenal dan sering dikutip saat pelatihan motivasi. "...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS ar-Ra'd: 11).
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.QS AR-RA'D:11
Redaksi lengkap ayat tersebut berbunyi, "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya; mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, tidak ada yang dapat menolaknya; sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia."
Said Quthb dalam tafsir Fidzilalil Quran menjelaskan, Allah selalu mengikuti mereka dengan memerintahkan malaikat-malaikat penjaga untuk mengawasi apa saja yang dilakukan manusia untuk mengubah diri dan keadaan mereka.
Nantinya Allah akan mengubah kondisi mereka itu. Sebab, Allah tidak akan mengubah nikmat atau bencana, kemuliaan atau kerendahan, kedudukan, atau kehinaan kecuali jika orang-orang itu mau mengubah perasaan, perbuatan, dan kenyataan hidup mereka.

Karena itu, Allah akan mengubah keadaan diri mereka sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam diri dan perbuatan mereka sendiri. Meskipun Allah mengetahui apa yang bakal terjadi dari mereka sebelum hal itu terwujud, apa yang terjadi atas diri mereka itu adalah sebagai akibat dari apa yang timbul dari mereka. Jadi, akibat itu datangnya belakangan waktunya sejalan dengan perubahan yang terjadi pada diri mereka.
Ini merupakan hakikat yang mengandung konsekuensi berat yang dihadapi manusia. Maka, berlakulah kehendak dan sunah Allah bahwa sunah-Nya ada pada mereka itu sendiri. Berlakunya sunah-Nya pada mereka didasarkan pada bagaimana perilaku mereka dalam menyikapi sunah ini.
Nah, ini juga menjadi dalil yang menunjukkan betapa Allah telah menghormati makhluk yang berlaku padanya kehendak-Nya bahwa dia dengan amalannya itu sebagai sasaran pelaksanaan kehendak-Nya.
Sesudah menetapkan prinsip ini, susunan redaksional ayat ini membicarakan bagaimana Allah mengubah keadaan kaum itu kepada yang buruk. Karena mereka (sesuai dengan mafhum ayat tersebut) mengubah keadaan diri mereka kepada yang lebih buruk, Allah pun menghendaki keburukan bagi mereka. "...Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (ar-Ra'd: 11).

Quraish Shihab dalam tafsir Al Mishbah menjelaskan, ayat tersebut bermakna tentang perubahan sosial. Penggunaan kata "qaum" yang berarti masyarakat pada ayat itu meneguhkan hal tersebut.
Menurut Quraish, perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia saja. Perubahan boleh jadi bermula dari ide seseorang yang diterima dan menggelinding dalam masyarakat. Di sini, ia bermula dari pribadi dan berakhir pada masyarakat.
Penggunaan kata "qaum" juga menunjukkan, hukum kemasyarakatan tidak hanya berlaku bagi kaum Muslimin atau satu suku, ras, dan agama tertentu. Dia berlaku umum, kapan dan di manapun mereka berada.
Selanjutnya, ayat yang bicara tentang kaum ini bermakna sunnatullah yang dibicarakan berkaitan dengan kehidupan duniawi, bukan ukhrawi. Pertanggungjawaban pribadi baru akan terjadi di akhirat kelak, berdasarkan firman-Nya. "Setiap mereka akan datang menghadap kepada-Nya sendiri-sendiri" (QS Maryam: 95).
Ketiga, kedua ayat itu juga berbicara tentang dua pelaku perubahan. Pelaku pertama adalah Allah SWT yang mengubah nikmat yang dianugerahkan kepada suatu masyarakat atau apa saja yang dialami oleh suatu masyarakat atau sisi luar lahiriah masyarakat. Pelaku kedua adalah manusia.
Dalam hal ini, masyarakat melakukan perubahan pada sisi dalam mereka atau dalam istilah ayat tersebut apa yang terdapat dalam diri mereka. Perubahan yang terjadi akibat campur tangan Allah atau yang diistilahkan ayat di atas dengan ma bi qaumin menyangkut banyak hal, seperti kekayaan dan kemiskinan, kesehatan dan penyakit, kemuliaan atau kehinaan, persatuan atau perpecahan dan lain-lain yang berkaitan dengan masyarakat umum. Bukan secara individu.
Keempat, ayat itu juga menekankan, perubahan yang dilakukan Allah harus didahului oleh perubahan yang dilakukan masyarakat menyangkut sisi dalam mereka. Tanpa perubahan ini, mustahil akan terjadi perubahan sosial. Boleh saja penguasa menerapkan perubahan sistem, tetapi jika sisi dalam masyarakat tidak berubah, keadaan akan tetap bertahan sebagaimana sediakala.
Dari kisah mengenai terbentuknya ODOJ dan pemaknaan terhadap tafsir QS Ar Ra'd ayat 11 di atas, kita bisa belajar untuk hijrah. Menjadi katalisator perubahan dimulai dari diri pribadi, keluarga, hingga masyarakat sekitar.
Setiap Muslim hendaknya memiliki azzam untuk berbuat bagi lingkungannya sesuai dengan skill dan kemampuannya masing-masing. Tidakkah Rasulullah SAW sudah berwasiat kepada kita.
"Siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mengingkari dengan tangannya. Kalau tak mampu maka dengan lisannya dan jika tak mampu juga maka dengan hatinya. Dan, itu adalah selemah-lemah iman."(HR Tirmidzi). Wallahu a'lam.
Disadur dari Harian Republika Edisi Jumat 10 Februari 2023
KH Ali Maksum, Teladan Egaliter dan Pemaaf
Pengasuh Ponpes Krapyak, KH Ali Maksum, menghadirkan teladan sikap egaliter dan bersahabat pada santri-santrinya.
SELENGKAPNYAAbdul Malik Fadjar, Rektor Pemberani Era Orde Baru
Prof Abdul Malik Fadjar merupakan seorang tokoh yang membuka gerbang Era Reformasi.
SELENGKAPNYARupa-Rupa Keajaiban Kurma
Manfaat antiinflamasi bisa diperoleh dengan mengonsumsi produk lain yang berasal dari kurma.
SELENGKAPNYA