ILUSTRASI Secangkir kopi. Sejarah mencatat ada peran kaum Muslim dalam persebaran kopi. | DOK Maxpixel

Dunia Islam

Harum Sejarah Kopi di Dunia Islam

Ada peran umat Islam dalam sejarah persebaran kopi dan tradisi minum kopi.

Pada masa kini, salah satu minuman yang sangat populer di seluruh penjuru bumi adalah kopi. Tua, muda, lelaki, perempuan, kalangan ekonomi atas, menengah, hingga kawula—semuanya menikmati secangkir kopi. Bahkan, bagi sebagian orang mengonsumsi sajian itu adalah kebiasaan “wajib” sebelum memulai rutinitas setiap hari.

Bila menilik pada sejarah, tanaman kopi pertama ditemukan tumbuh liar di Kaffa, daerah barat-daya Etiopia, Afrika timur. Dari wilayah itu pula, nama kopi berasal. Terminologi coffee resmi masuk ke dalam bahasa Inggris pada 1598. Ia diserap dari bahasa Belanda, koffie, yang dipinjam dari bahasa Turki, kahve. Itu semua berhulu pada kata bahasa Arab, qahwa.

Sebuah legenda populer bercerita tentang seorang gembala kambing bernama Kaldi yang hidup pada abad kesembilan Masehi.

Pada suatu hari, demikian hikayat tentangnya, ia melihat bahwa kambing-kambingnya berperilaku aneh. Hewan-hewan itu tampak lebih berenergi, saling berkejaran, dan mengembik dengan keras.

Setelah diselidiki, barulah Kaldi sadar bahwa mereka berperilaku demikian usai memakan buah merah dari semak-semak di dekatnya. Merasa sedikit penasaran, ia pun memutuskan untuk mencicipi beberapa buah tersebut. Tidak disangka-sangka, tubuhnya menjadi segar dan bugar.

 
Narasi tertulis mengenai Kaldi baru muncul dalam manuskrip yang bertarikh 1671 M.
 
 

Narasi tertulis mengenai Kaldi baru muncul dalam manuskrip yang bertarikh 1671 M. Alih-alih memakan buah kopi begitu saja, biji kopi direbus di dalam air hingga terbentuk unsur yang disebut al-qahwa.

Kaum sufi di Yaman meminum rebusan al-qahwa dengan alasan yang sama dengan orang-orang masa kini, yaitu supaya tetap terjaga. Mata yang tidak mengantuk akan sangat berguna untuk berzikir dan shalat pada sepertiga malam.

Tidak diketahui dengan pasti kapan kopi ditemukan. Kopi mulai dibudidayakan di Yaman sekitar 575 Masehi. Sebuah legenda yang termaktub dalam manuskrip Abdul al-Kadir menuturkan sosok Syekh Omar.

Ia menemukan kopi tumbuh liar saat sedang bertapa di dekat Pelabuhan Mocha, pesisir Yaman. Kemudian, ulama ini merebus beberapa buah dan merasakan minuman dari rebusan tersebut. Ternyata, ada efek merangsang dan sekaligus menyembuhkan.

Persebaran kopi diduga tidak hanya terjadi dengan peran kaum salik, melainkan juga budak-budak kulit hitam. Para hamba sahaya itu memakan biji kopi untuk membantu mereka tetap terjaga. Sebab, tugasnya cukup berat, yakni mendayung kapal untuk menyeberangi Laut Merah.

 
Ia menemukan kopi tumbuh liar saat sedang bertapa di dekat Pelabuhan Mocha, pesisir Yaman.
 
 

Bukti menunjukkan, kopi tidak dinikmati sebagai minuman hingga sekitar abad ke-10 Masehi. Dokumen tertua yang menulis tentang minuman kopi juga berasal dari masa tersebut. Dua filsuf Arab, Muhammad bin Zakariya al-Razi (850-922) dan Ibnu Sinadari Bukham (980-1037) menyebutkan adanya minuman yang disebut bunchum. Ini diyakini sebagai kopi.

Ajaran Islam melarang Muslim meminum alkohol. Maka, efek menenangkan dari kopi menjadikannya minuman pengganti khamar bagi orang-orang Islam. Kedai kopi pertama didirikan di Konstantinopel (Istanbul), Imperium Turki Utsmaniyah, pada 1475. Tempat itu populer dengan nama Kaveh Kanes.

Kedai kopi menjadi ajang kumpul-kumpul. Orang-orang Muslim bisa bersosialisasi dan mendiskusikan berbagai masalah sembari menyisip kopi. Ini pada akhirnya turut menggerakkan ekonomi masyarakat.

Biji kopi pertama kali didatangkan dari Ethiopia ke Yaman. Kemudian, pedagang Arab selatan membawa komoditas itu ke pelbagai bandar di sekujur Asia barat. Namun, ada pula yang sengaja menanam biji kopi di lahan-lahan mereka dengan tujuan budidaya.

 
Kedai kopi menjadi ajang kumpul-kumpul. Orang-orang Muslim bisa bersosialisasi dan mendiskusikan berbagai masalah sembari menyisip kopi.
 
 

Sempat dilarang

Hubungan antara komunitas Islam dan kopi tidak selalu berjalan mulus. Beberapa Muslim pada masa lalu percaya bahwa kopi bersifat khamar, yakni memabukkan, sehingga konsumsi dan peredarannya harus dilarang.

Pada 1511, Gubernur Makkah Khair Beg mengeklaim bahwa beberapa jamaah haji minum kopi terlebih dahulu sebelum beribadah malam.
Dengan marah ia pun mengusir mereka dari Masjidil Haram. Lantas, semua kedai kopi di Makkah diperintahkannya untuk ditutup.

Namun, larangan itu dicabut pada 1524 atas perintah penguasa Turki Sultan Selim I dan imam besar Mehmet Ebussuud el-Imadi. Keduanya mengeluarkan fatwa yang membolehkan mengonsumsi kopi.

Manfaat kopi yang dianggap begitu besar sama pentingnya dengan roti dan air. Bahkan, jika suami menolak kopi buatan istrinya dapat menjadi alasan perceraian dalam hukum Turki.

 
Jika suami menolak kopi buatan istrinya dapat menjadi alasan perceraian dalam hukum Turki.
 
 

Larangan menikmati kopi juga pernah terjadi di Kairo, Mesir, pada 1532. Kedai-kedai kopi dan gudang-gudang tempat penyimpanan biji kopi ditutup.

Lebih lanjut, restriksi juga diberlakukan di dunia Kristen. Gereja Ortodoks Ethiopia diketahui pernah melarang konsumsi kopi pada abad ke-18 M. Sementara itu, sejak akhir abad ke-16 M, popularitas kopi telah mencapai seluruh Asia barat, Afrika utara, Persia, dan Turki.

Kopi kemudian menyebar ke Balkan, Italia, dan seluruh Eropa. Bahkan, cakupannya sampai pula ke Indonesia dan Amerika. Kedai kopi pertama di Eropa dibuka di Venesia pada 1645 M. Hal itu terjadi tidak lama usai komoditas tersebut masuk ke Eropa via perdagangan dengan Afrika Utara dan Mesir. Kedai kopi Edward Lloyds mulai dibuka di London, Britania Raya, pada akhir abad ke-17 M.

Lloyds menjadi tempat bertemunya para pedagang dan pemilik kapal. Di negeri-negeri Eropa barat, kedai kopi menjadi cikal bakal berdirinya pub. Tempat-tempat ini menjadi ajang bertukar pikiran mengenai politik dan turut andil pula atas terbentuknya gerakan liberal.

Menyebar hingga India

Ke mana pun Islam menyebar, kopi pasti mengikuti. Dengan perluasan wilayah Dinasti Utsmaniyah, kopi pun dengan cepat menyebar ke Mediterania timur. Hingga abad ke-17 M, tidak ada benih kopi yang tumbuh di luar Afrika atau Arab. Pada masa itu, biji kopi yang telah direbus atau dipanggang diekspor dari pelabuhan-pelabuhan Asia barat, termasuk Jeddah.

 
Diseminasi tanama kopi kian marak sejak seorang peziarah yang bernama Baba Budan menyelundupkan biji kopi keluar dari Makkah.
 
 

Diseminasi tanama kopi kian marak sejak seorang peziarah yang bernama Baba Budan menyelundupkan biji kopi keluar dari Makkah. Komoditas itu diikatkan ke perutnya. Ia kemudian berhasil membudidayakan kopi di negara asalnya India, tepatnya Mysore.

Penulis paling awal yang menekuni kopi adalah Abdul al-Qadir al-Jaziri. Pada 1587, ia menyusun sebuah karya yang menelusuri sejarah dan kontroversi hukum kopi. Judulnya, Umdat al-Safwa fi Hill al-Qahwa. Ia menemukan, seorang syekh bernama Jamaluddin al-Dhabhani adalah orang pertama yang mengadopsi penggunaan kopi yakni sekitar tahun 1454 M.

Turki adalah negara yang paling awal mengadopsi kopi sebagai minuman. Ke dalam secangkir kopi, mereka menambahkan berbagai rempah-rempah, seperti cengkeh, kayu manis, kapulaga, dan adas.

Sebagian besar konsumsi kopi di Benua Biru didasarkan pada cara Muslimin menyiapkan minuman itu pada era Utsmaniyah. Bubuk kopi diseduh bersama dengan gula dengan air panas hingga ampas kopi terbenam di dasar cangkir.

Jakarta di Hari-Hari Usai Supersemar

Dokumen asli yang penting tersebut tak jelas keberadaannya hingga sekarang.

SELENGKAPNYA

Ketika Akasyah Hendak 'Memukul' Nabi

Akasyah seakan-akan hendak memukul Nabi sebagai balasan dahulu di Uhud.

SELENGKAPNYA

Harumnya Serban Rasulullah di Masjid At-Thohir

Serban tersebut masih tercium wangi meski tanpa diberi parfum.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya