Yorris Raweyai | Republika/ Wihdan

Nasional

‘UU Otsus Belum Direspons Unsur di Papua’

Wapres berharap pembentukan empat DOB Papua bisa menjadi game changer.

JAKARTA -- Anggota DPD Daerah Pemilihan (Dapil) Papua Yorrys Raweyai menilai muatan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sangat ideal sebagai usaha mempercepat pembangunan di Papua. Terutama terkait kesejahteraan dan peningkatan pelayanan publik yang berkesinambungan dan berkelanjutan. 

Namun, muatan ideal itu cenderung tidak memiliki pengaruh signifikan untuk melahirkan perubahan. "UU Otonomi Khusus yang baru itu seperti cek kosong yang melompong, menyamakan persepsi melalui sosialisasi menyeluruh dan berkesinambungan tidak kunjung terwujud. Padahal, begitu banyak figur representatif yang bisa diajak bekerja sama untuk mewujudkan kesamaan persepsi tersebut," ujar Yorrys lewat keterangannya, Ahad (25/12).

Kebijakan baru tersebut tidak diterima begitu saja, melainkan dipenuhi dengan pergolakan paham dan pemikiran. Belum lagi, aturan turunan berupa peraturan pemerintah yang tidak kunjung dipahami bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Sejak Otonomi Khusus Jilid II diundangkan, pemerintah telah mengeluarkan dua peraturan turunan, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Papua. Serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 107 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua.

Terakhir pada 2022, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 121 tahun 2022 tentang Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua. Namun hingga saat ini, elemen kedaerahan dari Papua belum merespon aturan-aturan turunan tersebut.

"Satu hal yang menjadi pertanyaan besar, hingga saat ini elemen kedaerahan yang terdiri dari pemerintah daerah (termasuk DPRP) serta lembaga kultural MRP tidak satupun merespons aturan-aturan itu dalam bentuk peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah khusus," ujar Yorrys. "Bisa dipastikan, masa depan Papua cenderung didominasi persepi pemerintah pusat," kata dia menegaskan.

Ia melihat, Papua seakan cenderung menjadi wilayah yang selalu diabaikan oleh semua pihak. Padahal, permasalahan dan persoalan baru selalu muncul setiap waktunya. "Itulah yang terasa dari waktu-waktu. Berbagai macam aturan dan kebijakan dikeluarkan untuk merespons persoalan kedaerahan Papua, tapi tidak kunjung memenuhi persepsi dan visi yang sama," ujar Yorrys.

Ironisnya, permasalahan tersebut juga timbul dari kanal-kanal yang disebut sebagai pihak yang menyuarakan orang asli Papua. "Persoalan demi persoalan bermunculan justru di saat begitu banyak kanal representatif seperti DPD, DPR, DPRP dan MRP yang sedianya menjembatani kesenjangan pemahaman tentang apa yang dimaksudkan oleh pemerintah pusat dan apa yang dikehendaki oleh rakyat Papua," ujar Yorrys.

Pada 2022 sendiri, terdapat empat daerah otonomi baru (DOB) di Papua, yakni  Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Empat DOB tersebut dipandangnya akan menjadi tantangan baru, baik bagi pemerintah dan orang asli Papua.

Menurutnya, pemekaran wilayah di Papua bukan hanya soal politik kontestasi dan pembagian kekuasaan dan jabatan. Namun, sejauh mana substansi persoalan di Papua terjamah dan terakomodasi lewat kebijakan tersebut.

"Jika tidak dikelola dengan baik, maka apapun yang dihasilkan pada tahun 2022 ini akan menjadi beban sosial dan politik bagi masyarakat Papua," ujar Yorrys.

Empat DOB

Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap pembentukan empat daerah otonomi baru (DOB) di Provinsi Papua bisa menjadi cara mengubah atau game changer penyelesaian masalah yang ada di Papua. Baik persoalan kesejahteraan maupun keamanan.

Dia juga berharap pembentukan Provinsi Papua Barat Daya dan tiga DOB lainnya ini akan membuat pelayanan kepada masyarakat Papua semakin masif.

Sebab, selama ini pelayanan di wilayah Papua yang begitu luas itu hanya terpusat di Provinsi Papua dan satu di Papua Barat. "Nah sekarang (di Papua) oleh empat provinsi, di Papua Barat menjadi dua provinsi, kita harapkan pelayanannya akan lebih masif kepada masyarakat dan itu kunci saya kira upaya percepatan untuk pembangunan Papua," ujar Ma'ruf.

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto mengatakan pihaknya akan mulai melakukan kajian tentang Papua pada 2023. Kajian itu akan mencakup kajian tentang daerah otonomi baru (DOB).

Ia menyebut lembaganya akan mengkaji kesiapan DOB di Papua, yakni Papua Barat Daya, Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan untuk mengikuti Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024.

Selain soal DOB di Papua, Lemhannas juga akan melakukan kajian khusus terkait eskalasi kekerasan di Papua. Andi menjelaskan pihaknya akan mulai mengkaji dari symptom atau gejala kekerasan terlebih dahulu. "Baru kemudian bergerak untuk mencari akar strukturalnya di Papua, apakah akar strukturalnya ditemukan di faktor sejarah, faktor identitas atau misalnya faktor distribusi kesejahteraan," katanya. 

Arsitek Mimar Sinan dan Karya pada Tiap Era Utsmani

Mimar Sinan mengalami empat masa kepemimpinan khalifah Daulah Utsmaniyah.

SELENGKAPNYA

Sang Arsitek Kebanggaan Utsmani

Arsitek utama Kekhalifahan Utsmani ini memulai kiprahnya di militer Janissary.

SELENGKAPNYA

Tinggalkan Shalat Jumat karena Traveling, Apa Hukumnya?

Musafir memiliki keringanan untuk tidak melaksanakan shalat Jumat.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya