
Jakarta
Yang Muda Yang Jaga Iklim
Muara Gembong tidak sendirian. Yolanda meyakini, masih banyak daerah yang mengalami kerusakan lingkungan
OLEH PRIYANTONO OEMAR
Muara Gembong, Bekasi, jaraknya hanya empat jam dari Jakarta, bahkan hanya dan satu jam dari Cilincing, Jakarta Utara. Namun, kondisinya sangat berbeda dari pusat Jakarta. Jauh dari ingar bingar Metropolitan.
“Setiap Maghrib, kampung terendam sebatas betis,” ujar Yolanda Parede memulai cerita kepada Republika.
Muara Gembong membuat lulusan Bahasa Inggris Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung 2013 itu tergerak untuk peduli terhadap lingkungan. Dari mulut warga di Muara Gembong, dia mendapatkan cerita miris.
Kampung di pinggir pantai utara Jawa Barat itu menjadi “penampung” berbagai sampah yang dibawa arus Sungai Citarum. “Bahkan, mayat pun berujung di Muara Gembong,” ujar Yolanda mengulang cerita warga kepadanya mengenai beragam sampah yang terbawa arus air sungai.
Bahkan, mayat pun berujung di Muara Gembong.YOLANDA PARDEDE
Muara Gembong tidak sendirian. Yolanda meyakini, masih banyak daerah yang mengalami kerusakan lingkungan. Dia pernah menjadi relawan di Pandu Laut Nusantara yang dicanangkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti selama 1,5 tahun. Bersama para eks relawan Pandu Laut di berbagai daerah, dia membentuk komunitas Penjaga Laut dan ia menjadi koordinator nasionalnya.
Sampah yang terbawa arus sungai dan sampai di laut akan membuat laut tidak sehat. Begitu pula kampung-kampung di pinggir laut, juga menerima dampak. Kondisi itu makin buruk jika hutan bakau di pantai juga mengalami kerusakan. Hutan tropis sudah rusak, hutan bakau makin rusak, iklim terkena imbas.
“Kita di kota hanya merasakan cuaca yang sangat panas dan musim yang tidak menentu, tapi di desa-desa petani gagal panen, nelayan sedikit dapat ikan, itu pun kecil-kecil,” kata Yolanda.

Pada Sabtu (29/10), Yolanda dan ribuan relawan mengadakan kegiatan bertajuk "Aksi Muda Jaga Iklim" di 279 titik kegiatan dari wilayah Sumatra hingga Papua. Kegiatan ini sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda.
"Aksi Muda Jaga Iklim" meliputi tanam bakau, bersih-bersih pantai, transplantasi terumbu karang, diskusi lingkungan, dan sebagainya. Ini merupakan tahun kedua. “Tahun lalu, kegiatan dari rencana semula cuma 76 titik lokasi, sesuai dengan tahun kemerdekaan kita, membengkak menjadi 142 titik lokasi dengan relawan hampir 8.000," kata Yolanda.
Mereka menanam 2.000 bibit bakau di Mangrove Center Tanjung Pasir. Jumlahnya mencukupi satu hektare. Tanaman bakau mampu menyerap karbon tiga hingga lima kali lebih besar dibandingkan tanaman lain. “Mencapai 800 ton karbon per hektare," kata Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Citarum Ciliwung Pina Ekalipta.
BPDASHL Citarum Ciliwung termasuk lembaga yang mendukung “Aksi Mudah Jaga Iklim” yang dipusatkan di Mangrove Center Tanjung Pasir, Tangerang. Ada pula Balai Konservasi Sumber Daya (BKSDA) DKI Jakarta. Ada lebih dari 300 siswa, mahasiswa, dan anggota Pramuka yang menjadi relawan di kegiatan di Tangerang ini.

“Prihatin terhadap kondisi lingkungan yang semakin parah membuat saya tergerak untuk berkontribusi mencegah kerusakan lingkungan dan krisis iklim,” ujar salah satu relawan Stevania Berlinda Rahardjo.
Sebelumnya, mahasiswi semester VII Fakultas Bisnis President University Cikarang ini pernah ikut aksi kampanye daur ulang sampah plastik di sekolah-sekolah.
Yayasan Econusa menjadi pendukung gerakan nasional “Aksi Muda Jaga Iklim” ini bersama lebih dari 80 kolaborator lainnya. Kalangan muda di berbagai daerah yang menjadi eco defender, berkolaborasi dengan Penjaga Laut melakukan aksi serupa.
Mereka melihat Penjaga Laut memiliki visi yang sama. “Kami melihat, dari segi ekonomi mangrove bisa menjadi sumber kehidupan masyarakat pesisir dan dari segi lingkungan bakau mampu menjaga iklim,” ujar Direktur Komunikasi dan Mobilisasi Pemuda Econusa, Nina Nuraisyiah.
View this post on Instagram
Bakau juga menjaga garis pantai. Menurut Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Jakarta Dian Banjar Agung, hutan bakau akan menahan laju sedimentasi di sepanjang garis pantai. Namun, dia menilai, Penjaga Laut tak bisa kerja sendirian, harus mengajak kerja sama pemuda-pemuda di daerah tempat kegiatan.
“Jika ada kerja sama, meski kegiatannya kecil, dampaknya akan besar jika berkesinambungan, apalagi jika memiliki nilai ekonomis,” ujar Banjar.
Di titik-titik lain, selain ada yang juga menanam bakau, ada pula yang hanya melakukan bersih-bersih pantai. Seperti yang dilakukan di Merauke. Para pemuda dan mahasiswa beserta para eco defender di Merauke yang bergabung menjadi relawan “Aksi Muda Jaga Iklim” mengadakan aksi bersih-bersih pantai di Pantai Imbuti Lampu Satu.
Eco defender Merauke, Susana Kandaimu, menyebut anak-anak muda perlu dibangun kapasitasnya untuk menjaga hutan dan laut melalui berbagai kegiatan. Dari aksi bersih-bersih pantai itu, terkumpul 67 kantong sampah. Sampah logam dan aluminium mencapai 89 kilogram, sampah tekstil 67 kilogram, sampah puntung rokok 12 kilogram, sampah lidi cilok lima kilogram, dan sampah lainnya 127,7 kilogram.
“Harapannya, aksi ini tidak habis di perayaan Sumpah Pemuda saja atau seremonial untuk Instastory maupun feed di media sosial, akan tetapi juga harus menjadi aksi lanjutan menjaga lingkungan dan iklim di Kabupaten Merauke,” ujar Koordinator Aksi Muda Jaga Iklim Merauke Ewin Falufi Irianti.
Siap Gelar Muktamar, ‘Aisyiyah Susun Isu Strategis
‘Aisyiyah, menurut dia, akan mendorong agar isu-isu strategis ini menjadi isu proritas yang harus segera ditindaklanjuti
SELENGKAPNYAMuhammadiyah Prihatin Pembangunan Masjid Dihalangi
Muhammadiyah bukanlah pendatang baru di Kabupaten Bireuen
SELENGKAPNYASatpol PP DKI Cabut Segel Eks Holywings
Permintaan untuk pencabutan segel sebenarnya telah lama dilayangkan pihak Holywings
SELENGKAPNYA