Pengungsi Somalia menerima bantuan pangan di pengungsian di Mogadishu, Somalia, pada Juni 2022 lalu. Harga pangan di sebagian wilayah Afrika dan Timur Tengah melonjak hingga mencapai 60 persen belakangan. | AP Photo/Farah Abdi Warsameh

Kisah Mancanegara

Bisik Gelisah Krisis Pangan Global

Publik yang tengah gelisah bahwa kebutuhan pangan harus tetap dapat dipenuhi imbas krisis global.

OLEH DWINA AGUSTIN

Warung Soki Wu yang terletak di food court pusat perbelanjaan Singapura, sudah lama menjadi favorit banyak orang. Hal ini tak lepas dari menu nasi ayamnya yang segar dan berkuah, dan telah ternama di mana-mana.

Namun para pelanggan baru-baru ini mulai mengeluh bahwa ayamnya tak lagi enak seperti dulu. Ternyata, warung Wu terpaksa beralih ke ayam beku setelah bulan lalu Malaysia melarang ekspor ayam broiler hidup. 

Wu juga memilih ayam beku karena harganya lebih terjangkau. Strategi ini dilakukan demi mengimbangi kenaikan harga pangan di Negeri Singa.

Bagi negara yang sumber sepertiga unggasnya berasal dari Malaysia, keputusan tersebut dampaknya langsung terasa. "Ini tidak bisa dihindari. Menggunakan ayam beku telah mempengaruhi rasa hidangan, tetapi kami tidak punya pilihan," kata Wu.

photo
Soki Wu, pemilik Wus Katong Mei Wei Boneless Chicken Rice berdiri di depan warungnya di Singapura. - (AP Photo)

Bagi para pemilik bisnis, kenaikan biaya bahan pokok dari minyak hingga ayam telah mendorong mereka untuk menaikkan harga, tak terkecuali warung Wu. Pelanggan kini harus membayar 10 hingga 20 persen lebih mahal untuk menikmati hidangan yang sama, bahkan mungkin dengan kualitas yang jauh di bawah sebelumnya.

Ketika inflasi melonjak di seluruh dunia, para politikus berebut mencari cara agar makanan tetap terjangkau karena orang-orang makin memprotes kenaikan biaya hidup. Salah satu tanggapan spontan yang diberikan adalah larangan ekspor makanan yang ditujukan untuk melindungi harga dan pasokan domestik.

Kini, semakin banyak pemerintah di negara-negara berkembang yang mencoba menunjukkan kepada publik yang tengah gelisah bahwa kebutuhan tetap dapat dipenuhi.

Jauh dari Singapura, kondisi serupa pun terjadi di Lebanon. Terlebih lagi, Lebanon kini berhadapan dengan korupsi endemi dan kebuntuan politik yang telah melumpuhkan ekonomi. Selain itu, ada pula musibah ledakan pelabuhan pada 2020 yang menghancurkan gudang biji-bijian. 

photo
Warga berbelanja di salah satu pasar di Beirut, Lebanon, Senin (15/7/2022). - (AP Photo/Bilal Hussein)

Pemadaman listrik yang terus-menerus dan harga bahan bakar yang tinggi untuk generator kian membatasi orang untuk membelanjakan uang. Karena, kini mereka tak bisa mengandalkan freezer dan lemari es untuk menyimpan bahan yang mudah rusak. 

Ibu tunggal dari dua anak dan pemilik bisnis di Beirut bernama Tracy Saliba mengatakan, ia telah menghabiskan sekitar seperempat dari penghasilannya untuk makanan. Saat ini, setengah dari pendapatan ia gunakan untuk memberi makan keluarga karena tingginya dampak inflasi di tengah melonjaknya harga. "Saya hanya mendapatkan barang dan makanan yang diperlukan, hari demi hari," kata Saliba.

Menurut Capital Economics, harga pangan di berbagai belahan dunia telah meningkat hampir 14 persen tahun ini di pasar negara berkembang. Untuk negara maju, harga kenaikan bahan pangan telah meningkat sekitar tujuh persen.

Makin hari, semakin banyak warga yang menghabiskan setidaknya sepertiga atau lebih dari pendapatan untuk makanan. Capital Economics memperkirakan, rumah tangga di pasar negara maju akan menghabiskan tambahan tujuh miliar dolar AS per bulan untuk makanan dan minuman tahun ini dan sebagian besar tahun depan karena inflasi.

Menurut laporan global oleh Program Pangan Dunia dan empat badan PBB lainnya, dampak inflasi ini dirasakan warga dunia secara tidak merata. Contohnya, harga pangan yang menyumbang sekitar 60 persen dari kenaikan inflasi tahun lalu di Timur Tengah dan Afrika Utara. Namun, hal ini tidak terjadi negara-negara Teluk penghasil minyak.

Salah satu negara yang paling terdampak inflasi kali ini adalah Sudan, dengan inflasi diperkirakan mencapai 245 persen tahun ini. Sedangkan di Iran harga melonjak hingga 300 persen untuk ayam, telur, dan susu pada Mei 2022.

Hal ini kemudian memicu kepanikan dan protes yang tersebar. Kondisi serupa terjadi pula di Somalia yang berhadapan dengan 2,7 juta orang tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari.

Anak-anak di sana mulai sekarat karena kekurangan gizi, termasuk kekurangan asupan gula yang merupakan sumber energi. Pada Mei lalu, harga satu kilogram gula setara dengan 72 sen di ibu kota Mogadishu.

photo
Warga Somalia mengungsi dari wilayah yang terdampak kelaparan menuju pengungsian di Mogadishu, Somalia, pada Juni 2022 lalu. Harga pangan di sebagian wilayah Afrika dan Timur Tengah melonjak hingga mencapai 60 persen belakangan. - (AP Photo/Farah Abdi Warsameh)

Sebulan kemudian, harganya melonjak menjadi 1,28 dolar AS per kilogram. "Di rumah saya, dulu saya menyajikan teh dengan gula, tiga kali sehari. Tetapi mulai sekarang, saya harus mengurangi secara drastis dan membuatnya ketika tamu datang,” kata Asli Abdulkadir yang merupakan ibu rumah tangga di Somalia dan ibu dari empat anak.

Harga pangan terus meningkat di seluruh dunia karena kekeringan, masalah rantai pasokan, dan biaya energi dan pupuk yang tinggi. FAO mengatakan harga komoditas pangan naik 23 persen tahun lalu.

Perang Rusia di Ukraina, makin membuat harga gandum dan minyak goreng naik. Namun, pekan ini ada terobosan untuk menciptakan koridor yang aman untuk pengiriman bahan pangan melalui Laut Hitam. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Gempuran Pro-Kremlin di Jagat Maya

Gempuran terjadi terus menerus dan menyebar ke semua bidang kehidupan sehari-hari di Lithuania.

SELENGKAPNYA

Potret Strategi Meredam Inflasi

Lima negara utama Asia Tenggara berkutat pada subsidi dan normalisasi suku bunga untuk meredam laju inflasi.

SELENGKAPNYA

Geng, Bandit, dan Kisah Petrus

Yang saya alami pada 1950-an, kriminalitas di Jakarta jauh lebih kecil, bahkan lebih baik dibandingkan Singapura.

SELENGKAPNYA