Puluhan kendaraan antre mengisi BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Batam, Kepulauan Riau, Senin (2/11/2020). Sejumah SPBU di Batam, Kepri, mengalami kelangkaan stok Premium dan Pertalite kala itu. | ANTARA FOTO/Teguh Prihatna

Kabar Utama

Premium dan Pertalite Bakal Dihapus

Pertamina masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah soal penghapusan Premium dan Pertalite.

JAKARTA -- Pemerintah kembali menyeriusi rencana menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium. Bahkan, Pertalite juga diwacanakan bakal dihilangkan yang disebut menjadi upaya mewujudkan penggunaan BBM ramah lingkungan.

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Soerjaningsih Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan, keberadaan Premium nantinya akan terlebih dahulu digantikan dengan Pertalite. Menurut dia, hal tersebut juga hanya sebatas transisi. Sebab, pemerintah ingin sepenuhnya menggunakan BBM ramah lingkungan, yaitu BBM dengan RON di atas 90.

"Kita memasuki masa transisi di mana Premium (RON 88) akan digantikan dengan Pertalite (RON 90), sebelum akhirnya kita akan menggunakan BBM yang ramah lingkungan," kata Soerja dalam keterangannya seperti dikutip pada Kamis (23/12).

Soerja menyebut, BBM RON 88 saat ini hanya digunakan oleh tujuh negara. Volume yang digunakan pun sangat kecil. Kesadaran masyarakat menggunakan BBM dengan kualitas yang lebih baik, menurut dia, menjadi salah satu penyebabnya.

photo
Ratusan pengendara antri di jalan raya untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Kampak, Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (11/12/2021). Kelangkaan BBM jenis Pertalite, Premium, Solar dan Pertamax terjadi di SPBU yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung khususnya di Kota Pangkalpinang sejak Jumat (10/12). - ( ANTARA FOTO/Resha Juhari/Lmo/nym.)

Dia menambahkan, roadmap atau peta jalan terkait BBM ramah lingkungan sedang disusun oleh pemerintah. Dalam peta jalan itu, Pertalite nantinya akan digantikan dengan BBM yang memiliki kualitas lebih baik.

"Dengan roadmap ini, ada tata waktu di mana nantinya kita akan menggunakan BBM ramah lingkungan. Ada masa di mana Pertalite harus dry, harus shifting dari Pertalite ke Pertamax," kata Soerja.

Proses peralihan dari Pertalite ke Pertamax juga dibicarakan dalam focus group discussion yang membahas kegiatan penyediaan dan pendistribusian BBM dan LPG PT Pertamina (Persero) pada awal pekan. Perubahan dari Premium ke Pertalite diyakini mampu menurunkan kadar emisi CO2 sebesar 14 persen. Adapun peralihan ke Pertamax diyakini bisa menurunkan kembali emisi CO2 sebesar 27 persen.

Wacana penghapusan Premium sudah digaungkan sejak lama. Pemerintah sebelumnya sempat ingin menghapus Premium pada 2021, namun rencana itu dibatalkan.

PT Pertamina (Persero) menyatakan masih menunggu keputusan resmi pemerintah soal penghapusan Premium dan Pertalite dari pasaran.

Corsec Subholding Commercial And Trading Pertamina Irto Ginting menjelaskan, keputusan penghapusan Premium merupakan kewenangan pemerintah. Sebelum ada kepastian mengenai penghapusan Premium, kata dia, Pertamina tetap akan melakukan penyaluran. "Kami akan menyiapkan BBM yang sesuai dengan penugasan yang diberikan," ujar Irto kepada Republika, Kamis (23/12).

Premium merupakan jenis BBM khusus penugasan (JBKP) yang harganya ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah setiap tahun memberikan kompensasi ke Pertamina terhadap selisih harga jual kepada masyarakat.

Irto menyebut, masyarakat saat ini memang mulai beralih menggunakan BBM berkualitas. Hal ini seiring semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan BBM yang sesuai dengan spesifikasi kendaraan. "Pertamina juga terus mengedukasi dan memberikan benefit tambahan kepada masyarakat untuk menggunakan BBM berkualitas," tutup Irto.

Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) mencatat, realisasi serapan Premium sepanjang Januari hingga November tahun ini mencapai 3,4 juta kiloliter. Artinya, Premium hanya terserap 34,15 persen dari kuota tahun ini yang sebesar 10 juta kiloliter.

Direktur BBM BPH Migas, lfons Simanjuntak memperkirakan, realisasi angka serapan Premium tidak akan melebihi 35 persen pada tahun ini. "Proyeksinya hingga Desember nanti serapan Premium hanya 3.415.440 kiloliter," ujar Alfons kepada Republika, Kamis (23/12).

Alfons tak menjelaskan alasan rendahnya realisasi serapan Premium. Namun, bukan rahasia lagi bahwa saat ini sudah banyak SPBU yang tak menjual Premium. Hal itu salah satunya seperti di SPBU Kilometer 38 Pertamina yang terletak di Jalan Tol Jagorawi KM 38, Kelurahan Cimahpar, Kota Bogor. SPBU tersebut sudah lama tidak lagi menyediakan Premium. “Premium kami sudah enggak menyediakan. Sudah lama,” kata seorang petugas di SPBU tersebut, kemarin. 

photo
Petugas mengisi BBM jenis Pertamax di Pertashop (Pertamina Shop) Desa Maliku, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (17/9/2021). - (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal menilai, rencana penghapusan Premium dan Pertalite akan berdampak pada kenaikan inflasi. Menurut dia, penghapusan Pertalite dari pasaran tidak hanya akan memukul masyarakat kelas bawah, tetapi juga kelas menangah. Sedangkan penghapusan Premium, kata Faisal, memang sudah sejak lama menjadi masalah karena kuota dan pasokan yang terbatas.

"Kalau Premium, memang mungkin terbatas di sebagian daerah saja, sudah tidak banyak. Tapi penghapusan Pertalite ini pengaruhnya besar," ujar Faisal saat dihubungi Republika, Kamis (23/12).

Menurut dia, rencana penghapusan Premium dan Pertalite kontraproduktif terhadap upaya pemerintah untuk memulihkan ekonomi. Apalagi terhadap daya beli masyarakat golongan bawah yang paling terdampak selama pandemi.

Selain itu, kata dia, masyarakat saat ini juga dihadapkan pada berbagai rencana pemerintah yang tidak menyokong masyarakat bawah. "Elpiji, pajak juga dinaikkan rate-nya dan ditambah posnya. Sementara harga sembako seperti minyak goreng, kemugnkinan besar belum turun dalam waktu dekat. Tarif dasar listrik juga rencananya akan dinaikkan," ujar Faisal. 

'Pertamax tak Sesuai Kantong' 

Rencana pemerintah menghapus Premium dan Pertalite mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Ada yang merasa keberatan, ada juga yang mengaku tidak mempermasalahkan asalkan pemerintah bisa menurunkan harga Pertamax. 

photo
Warga mengangkut drum kaleng berisi Bahan Bakar Minyak (BBM) solar di sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Madiun, Jawa Timur, Selasa (19/10/2021). Sejak tiga hari terakhir SPBU tersebut membatasi layanan pembelian solar paling banyak Rp200 ribu setiap pembelian baik untuk kendaraan, pengecer maupun keperluan mesin pompa air irigasi pertanian, yang menurut petugas karena adanya pembatasan pasokan dari PT Pertamina. Pembatasan pembelian solar juga terjadi di sejumlah SPBU lain di wilayah Kota dan Kabupaten Madiun. - (ANTARA FOTO/Siswowidodo/aww.)

Salah seorang warga di Kota Tasikmaya, Adi (29 tahun), mengaku tidak setuju jika BBM Premium dan Pertalite dihapus dari pasaran. Selama ini, ia mengaku selalu menggunakan Pertalite karena harganya lebih murah dibandingkan Pertamax, tetapi memiliki kualitas lebih baik daripada Premium. 

"Pertamax mahal, gak sesuai kantong. Soalnya UMK (upah minumum kabupaten/kota) di daerah tak sebesar di Jakarta," kata dia saat berbincang dengan Republika, Kamis (23/12). 

Menurut Adi, untuk konsumsi kendaraannya selama tiga hari, ia biasa mengeluarkan uang sekitar Rp 25 ribu hingga Rp 35 ribu dengan menggunakan BBM jenis Pertalite. Apabila BBM jenis itu dihapus, pengeluarannya akan lebih besar. "Kalau mau dihapus, Pertamax ya dimurahin," kata lelaki yang bekerja sebagai karyawan swasta itu.

Tak hanya Adi yang menolak rencana pemerintah menghapus BBM jenis Premium dan Pertalite. Ijal (33), salah seorang pengemudi ojek daring, juga menolaknya. "Gak setuju. Soalnya akan memengaruhi pemasukan," kata dia.

Ijal mengaku, dalam sehari bisa mengeluarkan uang Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu untuk membeli BBM. Sementara, pendapatannya sebagai pengemudi ojek daring jarang menyentuh Rp 100 ribu per harinya.

Dalam mengisi BBM, Ijal juga lebih memilih menggunakan jenis Premium apabila disediakan oleh SPBU. Namun, ia menyebut saat ini sangat jarang ditemukan SPBU yang menyediakan BBM jenis Premium.

"Mau gak mau harus pakai Pertalite. Kalau Pertalite dihapus, tambah sedikit lagi pemasukan saya. Kecuali kalau Pertamax diturunkan harganya jadi Rp 6.000 per liter, baru setuju," kata dia.

Warga Kota Bogor, Rafik (30), mengaku tidak mempersoalkan jika Pertalite yang biasa digunakan harus dihapus. Sebab, dia sendiri mengaku terkadang sulit mendapatkan Pertalite di sejumlah SPBU di daerahnya.

Terkadang, menurut dia, antrean untuk membeli Pertalite di SPBU pun cukup panjang. Sehingga, Rafik kerap menggunakan Pertamax untuk motor matic yang sehari-hari digunakan untuk bekerja. 

Enggak masalah sih, saya juga kadang saat beli Pertalite kalau ngantrenya panjang, saya beli Pertamax. Motornya sudah biasa juga pakai Pertamax,” ujarnya.

Warga lain, Gio (32), mengaku terkejut dengan wacana penghapusan Premium dan Pertalite. Meski tidak merasa keberatan, ia meminta agar harga bahan bakar yang dijual nantinya tidak terlalu tinggi. Sebab, perbedaan harga antara Premium dan Pertamax cukup jauh. 

photo
Manajer Comrel Pertamina MOR VIII Edi Mangun (keempat kiri), Sales Retail Pertamina Sorong I Made Mega (kedua kiri) bersama angota kepolisian mengecek transaksi di SPBU Kota Sorong, Papua Barat, Senin (8/11/2021). - (ANTARA FOTO/Olha Mulalinda)

“Siap sih, mau gimana lagi kalau pemerintah mau hapus. Asal harganya jangan mahal-mahal saja,” kata Gio. 

Rencana penghapusan Premium yang sudah digaungkan sejak lama kembali mencuat. Bahkan, Pertalite juga diwacanakan bakal dihilangkan yang disebut menjadi upaya mewujudkan penggunaan BBM ramah lingkungan.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, keberadaan Premium nantinya akan terlebih dahulu digantikan dengan Pertalite sebagai fase transisi. Setelah itu, pemerintah ingin sepenuhnya menggunakan BBM ramah lingkungan, yaitu BBM dengan RON di atas 90.

Menurut KementerianESDM, BBM RON 88 atau Premium saat ini hanya digunakan oleh tujuh negara. Volume yang digunakan pun sangat kecil. Kesadaran masyarakat menggunakan BBM dengan kualitas yang lebih baik, menurut dia, menjadi salah satu penyebabnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat