Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi saat berbicara di Berlin pada Oktober 2020. Tujuh penjaga keamanan PM Irak terluka dalam serangan drone. | EPA-EFE/CHRISTIAN MARQUARDT

Internasional

PM Irak Selamat dari Serangan Drone

Tujuh penjaga keamanan PM Irak terluka dalam serangan drone.

BAGHDAD -- Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi selamat dari upaya pembunuhan dengan pesawat nirawak (drone)  bersenjata, pada Ahad (7/11). Pesawat nirawak tersebut menargetkan kediaman al-Kadhimi, namun tidak menimbulkan korban jiwa. 

"Saya baik-baik saja. Alhamdulillah," ujar al-Kadhimi dalam cuitan di akun Twitter-nya, tak lama setelah serangan. Al-Kadhimi juga  menyerukan kepada seluruh warga Irak agar tetap tenang.

Tak lama setelah serangan, Al-Kadhimi muncul di televisi Irak. Dia duduk di belakang meja dengan kemeja putih, dan tampak tenang. “Serangan roket dan drone pengecut tidak membangun Tanah Air dan tidak pula membangun masa depan,” ujarnya.

Dalam pernyataan resminya, pemerintah Irak mengatakan, sebuah pesawat tak berawak yang membawa bahan peledak mencoba menyerang rumah al-Kadhimi.  Penduduk Baghdad pun mendengar suara ledakan yang diikuti dengan tembakan senjata berat dari arah Zona Hijau, yang merupakan wilayah kedutaan asing dan kantor-kantor pemerintah. 

Sementara, pernyataan yang dikeluarkan oleh media yang dikelola pemerintah mengatakan, pasukan keamanan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah serangan. Dua pejabat Irak yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan kepada The Associated Press bahwa, tujuh penjaga keamanan al-Kadhimi terluka dalam serangan tersebut. Sejauh ini belum ada kelompok atau pihak yang mengklaim serangan tersebut.

"Upaya pembunuhan adalah eskalasi dramatis, dan melewati batas dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang mungkin memiliki gaung kekerasan,” ujar seorang rekan non residen di Brookings Institution, Ranj Alaaldin.

Al-Kadhimi adalah mantan kepala intelijen Irak. Dia terpilih menjadi perdana menteri pada Mei tahun lalu.  Dia dianggap dekat dengan AS, dan telah mencoba menyeimbangkan hubungan antara aliansi Irak dengan AS dan Iran. 

Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Iran, Ali Shamkhani, secara tidak langsung mengungkapkan, Amerika Serikat (AS) berada di balik serangan pesawat nirawak tersebut. Dia mengatakan, serangan terhadap al-Kadhimi adalah hasutan baru yang harus ditelusuri kembali oleh lembaga think tank asing.

"Serangan itu tidak menimbulkan ketidakamanan, perselisihan, dan ketidakstabilan kepada rakyat Irak yang tertindas melalui penciptaan dan dukungan kelompok teroris, serta pendudukan negara ini selama bertahun-tahun," ujar Shamkhani.

photo
Warga Irak melihat daftar nama pemilih dalam pemilu legislatif di Najaf, Irak, Ahad (10/10/2021). - (AP/Anmar Khalil)

Sementara itu, AS mengecam serangan tersebut. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, mengatakan, AS menawarkan bantuan untuk menyelidiki serangan itu. "Kami berhubungan erat dengan pasukan keamanan Irak yang bertugas menegakkan kedaulatan dan kemerdekaan Irak. Kami telah menawarkan bantuan saat mereka menyelidiki serangan ini," ujar Price.

Serangan pesawat nirawak terjadi di tengah perselisihan antara pasukan keamanan dan milisi Syiah pro-Iran. Pendukung milisi Syiah pro-Iran telah berkemah di luar Zona Hijau selama hampir sebulan. Mereka melakukan aksi protes untuk menolak hasil pemilihan parlemen Irak, di mana mereka kehilangan sekitar dua pertiga kursi.

Aksi protes ini, kemudian berubah menjadi kekerasan pada Jumat (4/11), ketika para demonstran mencoba memasuki Zona Hijau. Pasukan keamanan menembakkan gas air mata dan peluru tajam untuk membubarkan demonstran.

Aksi demonstrasi tersebut berubah menjadi baku tembak, dan satu pengunjuk rasa yang berafiliasi dengan milisi tewas serta puluhan aparat keamanan terluka. Al-Khadimi memerintahkan penyelidikan untuk menentukan penyebab bentrokan, dan mencari petugas yang melanggar perintah untuk tidak melepaskan tembakan.

Beberapa pemimpin faksi milisi paling kuat yang setia kepada Iran, secara terbuka menyalahkan al-Kadhimi atas bentrokan yang terjadi. “Darah para martir adalah untuk meminta pertanggungjawaban Anda,” kata Pemimpin milisi Asaib Ahl al-Haq, Qais al-Khazali.

photo
Petugas keamanan berjaga di tempat pemungutan suara di Mosul, Irak, Ahad (10/10/2021). - (AP/AP)

Para pengunjuk rasa, ia melanjutkan, hanya memiliki satu tuntutan terhadap kecurangan dalam pemilihan. “Menjawab dengan tembakan langsung, seperti ini berarti Anda yang pertama bertanggung jawab," kata al-Khazali menambahkan.

AS dan Dewan Keamanan PBB mengapresiasi pemilihan umum Irak yang berlangsung tanpa kekerasan dan gangguan teknis. Pemilihan digelar pada 10 Oktober lalu.

Namun setelah pemungutan suara, para pendukung milisi mendirikan tenda di dekat Zona Hijau. Mereka menolak hasil pemilu dan mengancam akan melakukan kekerasan, kecuali tuntutan mereka untuk penghitungan ulang dipenuhi.

Klaim kecurangan juga telah membayangi pemungutan suara. Kebuntuan dengan para pendukung milisi, telah meningkatkan ketegangan di antara faksi-faksi Syiah yang bersaing. Ketegangan ini dapat meluas menjadi kekerasan dan mengancam stabilitas Irak.

Pemilihan umum digelar beberapa bulan lebih cepat dari jadwal. Hal ini sebagai tanggapan atas protes massal pada akhir 2019. Ketika itu, puluhan ribu orang di Baghdad dan provinsi-provinsi selatan yang didominasi Syiah berunjuk rasa menentang korupsi, pelayanan publik yang buruk, dan pengangguran yang meningkat. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat