Dua wisatawan mengenakan baju adat saat mengunjungi anjungan Sumatera Barat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Sabtu (15/5/2021). | ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Opini

Pengaruh Budaya dan Negara Maju

Tantangan bagi pemerintah membuat kekayaan budaya kita jadi tuan di negeri sendiri.

BADRI MUNIR SUKOCO; Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga

Pada 20 September lalu, Presiden Joko Widodo menerbitkan Keppres Nomor 15 Tahun 2021 terkait tim Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Koordinatornya adalah menko kemaritiman dan investasi.

Target utama Gernas BBI ini menjadikan produk lokal sebagai tuan rumah di negerinya. Tidak hanya dalam bentuk barang, produk budaya perlu menjadi perhatian agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Apa yang harus dilakukan Indonesia?

Pengaruh budaya

Pengaruh budaya menjadi salah satu indikator dari US News dalam "the 2021 Best Countries Rankings". Ketika semakin maju, gaya hidup dan budaya negara menjadi trendsetter bagi negara lain. Tahun ini juaranya Italia, Prancis, AS, Inggris, dan Jepang.

Di Asia, Korea Selatan menempati posisi selanjutnya (7), Cina (11), Singapura (15), Thailand (22), dan India (25). Indonesia saat ini menduduki posisi 40, setelah Malaysia (38).

 
Pengaruh budaya merepresentasikan produk budaya terkait hiburan, fesyen, aktivitas yang membuat bahagia, sesuatu yang memiliki pengaruh budaya, memiliki merek kuat, modern, prestisius, dan trendi.
 
 

US News bekerja sama dengan BAV Group dan Wharton School, University Pennsylvania mendesain peringkat negara berdasarkan karakteristik kualitatif. Pendekatan ini berbeda dibandingkan lembaga lain yang menggunakan data-data kuantitatif.

Menggunakan survei yang diikuti 17 ribu responden seluruh dunia, persepsi terhadap sebuah negara ditanyakan. Salah satunya pengaruh budaya.

Pengaruh budaya merepresentasikan produk budaya terkait hiburan, fesyen, aktivitas yang membuat bahagia, sesuatu yang memiliki pengaruh budaya, memiliki merek kuat, modern, prestisius, dan trendi.

Menurut UNESCO, nilai dari pasar global untuk produk budaya meningkat dua kali lipat dari 2002 menjadi 509 miliar dolar AS pada 2015. Menjadi sektor yang pertumbuhannya paling tinggi di dunia, dengan 30 juta pekerja muda yang terlibat di dalamnya.

Semakin tinggi tingkat perekonomian sebuah negara, produk budayanya akan semakin besar. Besarnya nilai pasar produk budaya secara global juga terdapat di Indonesia. Data pemerintah menyatakan, pada 2019, nilainya mencapai Rp 1.200 triliun.

Jumlah ini setara 2,66 persen GDP Indonesia. Kontributor terbesar kuliner (41 persen), fesyen (17 persen), dan kriya (14,9 persen). Untuk ekspor, fesyen menjadi kontributor terbesar, diikuti kriya dan kuliner. Adapun kontribusi subsektor lain masih di bawah ketiganya.

 
Semakin tinggi tingkat perekonomian sebuah negara, produk budayanya akan semakin besar.
 
 

Meskipun kita paham kontribusinya menyusut semenjak pandemi Covid-19, tetapi diprediksi tumbuh pesat seiring pemulihan ekonomi.

Belajar dari Korsel

Gelombang Korea (hallyu) saat ini menjadi penantang utama produk budaya negara maju. Laporan dari Korean Foundation for International Cultural Exchange (KOFICE), ekspor terkait hallyu mencapai 12,3 miliar dolar AS (naik 22,4 persen dari 2018).

Produk budayanya lebih dari setengahnya. Terbesar, gim komputer mencapai 4,7 miliar dolar AS, K-pop dengan ekspor 533 juta dolar AS. Menariknya, produk terkait pariwisata mencapai 2,65 miliar dolar AS (tumbuh 88 persen dari 2018). Adapun kosmetik 969 juta dolar AS.

Hallyu juga memperkuat citra dan soft power yang dibangun Korea Selatan (Korsel). Citra negara yang positif meningkatkan kredibilitas perusahaan, produk, dan merek yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan dari negara ini.

Jika pada 2011 drama Korea dikonsumsi paling dominan oleh konsumen global, pada 2019 K-Pop menjadi yang dominan, diikuti makanan, baru drama, produk TI, dan selebritas hallyu.

Meskipun sumbangsih bagi perekonomian Korea Selatan belum mencapai satu persen, pertumbuhannya mengesankan. Jika pada 2004 hanya 1,87 miliar dolar AS, pada 2019 mencapai 12,3 miliar dolar AS.

 
Ini tantangan bagi pemerintah membuat kekayaan budaya kita menjadi tuan di negeri sendiri. 
 
 

Pada 2016, pengaruh budaya Korsel menempati posisi 27, pada 2021 US News menempatkannya di posisi ketujuh dunia. Berbagai penghargaan dan pengakuan internasional memperkuat hal tersebut.

Misalnya, empat piala Oscar yang diboyong film Parasite pada  2020 atau PBB yang menjadikan BTS dan Black Pink sebagai dutanya.

Rekomendasi

Mimpi menjadi negara maju pada 2045 ditegaskan Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya yang kedua perlu diwujudkan. Bangga atas produk budaya bangsa adalah fondasi dasar untuk menjadi negara maju.

Pola ini digunakan Jepang dekade 1970-an atau Korsel dekade 1990-an sebelum menjadi budaya global. Ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan besarnya pasar domestik yang dimiliki Indonesia.

Akselerasi digital menjadikan globalisasi nyata adanya. Semakin maju sebuah negara, pengaruh budayanya menguat dan mengglobal. Produk fesyen, kuliner, musik, film, dan lainnya yang berasal dari negara lain telah lama masuk dan menjadi bagian keseharian kita.

Ini tantangan bagi pemerintah membuat kekayaan budaya kita menjadi tuan di negeri sendiri. Meningkatkan identifikasi bangsa Indonesia, baik secara kognitif, emosional, maupun evaluatif terhadap budaya Indonesia, dapat menjadi langkah awalnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat